“Aku cemas. Tetapi aku sama sekali tidak menginginkan kamu mengetahuinya.”
--Barra Rafeyfa Zayan--
***
“Kamu? Ada apa?”Tanpa menjawab, seseorang tadi menarik tangan gadis itu begitu saja. Sedangkan Barra tetap berdiri tak bergeming melihat kepergian mereka berdua.
“Hei! Kamu mau mengajakku kemana?” tanya Kanaya lagi. Dia tidak mengerti apa isi otak laki-laki ini sekarang. Tidak biasanya dia melakukan ini, karena sifatnya yang cenderung tidak peduli kepada gadis itu sebelumnya.
Dia menghentikan langkahnya tepat di depan laboratorium yang tampak sepi dan gelap. Ada apa ini? Apa yang terjadi dengan pria ini?
“Chandra? Mau apa kamu dariku?” tanya gadis itu kemudian, karena Chandra membawanya begitu saja tanpa memberikan alasan yang jelas.
Jujur saja, ada rasa takut dan khawatir di dalam hatinya kepada sosok laki-laki di hadapannya ini. Sosoknya yang misterius, sorot mata yang tajam, dan lengkungan senyum yang jarang sekali terlihat membuat semua orang segan kepadanya, termasuk Kanaya. Tapi mulai hari ini gadis itu mulai mempunyai nyali untuk mengumpatinya. Dan mulai hari ini pula dia sadar kalau tindakannya telah melampaui batas.
“Mau apa? Aku tidak mengharapkan apapun darimu!” balasnya. Tatapannya cukup mengerikan kali ini. Laki-laki berparas tampan itu terus berjalan mendekati Kanaya, padahal jaraknya tidak terlalu berjauhan. Sedangkan gadis itu, terus mundur berusaha menjauh. Sampai akhirnya dia kehabisan langkah dan berdiri terpaku di depan pintu laboratorium.
“Lalu, kenapa kamu bertingkah seperti ini?” ucapnya lirih sedikit berbisik. Matanya mengerling menatap mata Chandra.
“Jangan salah paham dulu! Aku hanya ingin mengembalikan ini.”
Chandra menyodorkan jepit rambut dengan mutiara kecil berwarna putih yang mengelilingi yang diduga milik Kanaya.
“Tapi, bagaimana kamu bisa---”
“Em, tadi pagi---”
“Oh, tidak perlu dijelaskan,” selanya kemudian merampas jepit rambutnya yang masih berada di tangan Chandra. Dia mendorong dada bidang laki-laki itu pelan lalu berlari meninggalkannya.
“Kenapa dia? Aneh!” gumamnya sembil memandang lekat gadis yang baru saja pergi, namun derapan langkahnya masih terdengar.
Chandra tetap mematung. Lengkungan senyum perlahan terlukis di bibirnya membuat wajahnya semakin mempesona. Ada apa dengan laki-laki itu? Dia berubah. Tidak biasanya dia seperti ini. Apalagi dengan gadis sederhana seperti Kanaya.
***
Semenjak kepergian Kanaya, dia tetap berdiri mematung. Tatapannya masih terfokus ke arah terakhir kali dia melihat Chandra membawa gadis itu pergi. Rasa khawatir menyelimuti hatinya saat ini. Semua orang tahu kalau Chandra berasal dari keluarga terpandang dan tentunya dari keluarga baik-baik. Tapi, bagaimana mungkin dia membawa gadis yang selama ini tidak dia sukai keberadaannya begitu saja. Laki-laki itu terlihat seperti pembunuh berdarah dingin yang bisa menghabisi siapa pun kapan saja.
“Barra, kamu masih di sini?”
Lelaki yang sedari tadi sedang melamun sontak terkesiap mendengar suara seorang wanita yang baru saja datang menghampirinya. Padahal, nada suranya tidak terlalu nyaring.
“Maaf, aku tidak bermaksud mengagetkanmu,” lanjutnya sambil terkekeh.
Barra diam saja. Dia melenggangkan langkah meninggalkan Kanaya setelah kekehannya mereda.
“Hei! Apa kamu marah?”
Kanaya mengekori Barra yang telah berjalan beberapa langkah dari tempat dimana dia berdiri sejak tadi. Namun, sayangnya dia sedikit kesulitan mensejajarkan langkahnya dengan laki-laki itu karena langkahnya yang begitu pendek.
Ketika gadis itu sedang berusaha mengejar Barra, seseorang membuatnya menghentikan langkah. Suara halus yang tak asing di telinganya itu tentu saja milik Ayyara. Teman sebangku Kanaya tersebut tampak berpakaian rapi dengan aroma parfum yang sedikit menyengat. Dia membawa baju olahraga yang disampirkan di lengannya.
“Nay, kamu dari mana saja?”
Kanaya terdiam sejenak memikirkan alasan yang akan dia katakan. Beberapa detik kemudian dia mulai berdalih.
“Aku habis dari kantin untuk membeli minuman. Aku lelah dan tubuhku sangat berkeringat setelah berdiri di lapangan selama dua jam pelajaran,” kilahnya seraya tersenyum kaku.
Ayyara mengernyit. “Aku juga habis dari kantin. Tapi, aku tidak melihatmu di sana.”
“Ah, mungkin kamu tidak melihatku karena suasana kantin yang sedang ramai.” Lagi-lagi gadis itu menunjukkan senyuman kakunya untuk menutupi kebohongan yang baru saja dia katakan.
Ayyara hanya mengangguk percaya mendengar penjelasan teman sebangkunya tersebut lalu mengajaknya pergi ke kelas.
“Em, Ra aku ingin bertanya sesuatu,” ucapnya ragu.
Ayyara sontak menghentikan aktivitasnya melipat pakaian olahraga miliknya lalu menoleh menatap dan memperhatikan bibir Kanaya.
“Apa kamu pernah bermimpi aneh?” tanyanya dengan tatapan serius.
---B E R S A M B U N G---
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Dream With You [On Going]
Short StoryShort Story Kanaya Birdella. Gadis berparas cantik dan sederhana dengan latar belakang keluarga yang kurang harmonis. Sejak ibunya meninggal, dia kerap memimpikan hal aneh. Dia, mempunyai kemampuan untuk bertemu dengan seseorang yang sedang berada d...