“Aku membencimu. Tapi entah kenapa jantungku berdesir cepat saat bersamamu.”
--Kanaya Birdella--
***
“Kalian di sini?” tanya seseorang yang membuat Kanaya dan Barra secara bersamaan menoleh ke belakang.
Pandangan mereka berdua menangkap sosok Chandra yang sedang berdiri sambil memegang sebotol air mineral. Kelihatannya dia sedang jogging karena pakaian dan sepatu olahraga melekat pada tubuhnya. Handuk kecil berwarna biru muda juga menggantung di lehernya yang berkeringat.
“Mau apa kemari?” tanya Barra dengan tatapan sinis. Dalam hati dia mengumpati Chandra. Kedatangan cecunguk itu mengganggu suasana saja.
Chandra tersenyum miring menatap Barra kemudian Kanaya secara bergantian. “Ini tempat umum,” sahutnya kemudian pergi sambil menyeka keringat di dahinya.
Baru beberapa langkah Chandra pergi, Kanaya beranjak dari duduknya dan entah kenapa malah menyusul Chandra. “Bar, aku pergi dulu. Ada hal penting yang harus aku bicarakan dengan Chandra.”
Barra hanya diam di tempatnya dengan kedua tangan yang mengepal. Dia masih menatap tempat terakhir kali Kanaya meninggalkannya meskipun sosok gadis itu sudah tidak terlihat.
***
“Chandra, tunggu!” panggil Kanaya yang membuat Chandra menghentikan langkah kemudian menoleh ke belakang. Lelaki itu mengernyit bingung setelah melihat Kanaya yang sedang berlari mengejarnya.
“Kenapa?” tanyanya singkat.
Kanaya tersenyum kaku. “Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu,” ujarnya mendongak menatap Chandra yang lebih tinggi darinya dengan tatapan serius.
Chandra masih mengernyit. Dia mengarahkan salah satu jari telunjuknya ke dirinya sendiri. “Aku?”
Gadis itu berdehem pelan dan mulai berkata, “Apa kamu pernah bermimpi aneh?” tanyanya ragu.
“Tidak,” sahut Chandra. Sedetik kemudian lelaki itu mengambil posisi duduk di atas rumput yang diikuti Kanaya dengan kedua kaki lurus ke depan. Dia membuka tutup botol air mineralnya kemudian meneguknya.
“Em, bermimpi menyelamatkan seorang wanita dan dikejar lelaki mesum misalnya?”
Chandra langsung tersedak setelah mendengar pertanyaan Kanaya barusan. Dia menepuk-nepuk dadanya pelan kemudian menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. “Aku tidak pernah bermimpi seperti itu,” ucapnya menatap Kanaya dingin, namun matanya mengerling kesana kemari.
“Kamu yakin?”
Chandra beranjak dari duduknya tak menyahuti pertanyaan Kanaya lagi. Dia melanjutkan aktivitas jogging-nya, meninggalkan Kanaya sendiri. Sementara gadis itu sendiri malah mendengus kesal melihat kepergian lelaki menyebalkan itu. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan mengumpati Chandra dalam hati.
Sepuluh detik kemudian dia masih melihat Chandra meskipun lelaki itu sudah cukup jauh. Tanpa pikir panjang Kanaya kembali menyusul Chandra dengan berlari sekuat tenaga.
Napasnya terengah-engah. Dia berusaha mengatur napasnya agar kembali normal sambil memegang pinggangnya sendiri. “Kanapa kamu larinya cepat sekali,” gerutunya yang diikuti cebikkan bibirnya setelah tiba di hadapan Chandra yang sedang duduk di kursi panjang.
Chandra menghela napas. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa tiba-tiba Kanaya mengejarnya kembali. Bukannya dulu gadis itu sangat tidak menyukainya? Apa mungkin perasaannya telah berubah?
“Hei, kenapa diam saja?”
Chandra kembali menghela napas. Salah satu alisnya terangkat seolah bertanya banyak hal. “Kenapa lagi?”
Kanya mengambil posisi duduk di sebelah Chandra. Meskipun dia terpaksa melakukannya demi menanyakan mimpi itu, tapi dia harus pura-pura ramah kali ini.
“Ak-u... ” ucapan gadis itu terhenti karena Chandra memotongnya.
“Mau menanyakan soal mimpi lagi?” tanyanya dengan wajah datar. Dia sebenarnya cukup jengah dengan Kanaya. Pertama, gadis itu membuatnya dihukum oleh Pak Anjas, meskipun itu kesalahan Chandra juga. Kedua, dia berani memikirkan hal kotor setelah melihat perut six pack Chandra. Padahal itu aset berharga laki-laki itu yang tidak pernah dilihat perempuan sebelumnya. Dan yang terakhir, dia membuat Chandra risih karena terus bertanya tentang sebuah mimpi yang tidak lelaki itu pahami.
Gadis itu meringis sambil menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak merasa gatal. “Iya, kamu yakin tidak pernah bermimpi hal seperti itu?” tanyanya antusias untuk kesekian kalinya.
“Cerewet,” cibir Chandra. Kini kedua matanya menatap mata gadis di sampingnya lekat. Entah kenapa lelaki itu lebih memilih menjatuhkan pandangannya pada mata gadis itu, bukan wajah atau yang lainnya. Hal ini membuat tatapan Chandra tenggelam lebih dalam pada Kanaya.
Sedetik kemudian, sesuatu terasa masuk ke hidung kanaya yang membuat hidungnya tidak nyaman. Entah apa itu, yang jelas bukan debu.
“Hachim... ”
Chandra mengusap wajahnya sendiri karena Kanaya dengan tidak sopan bersin tepat di wajahnya. Akibatnya, wajah tampannya itu sedikit basah karena terkena cipratan air liur gadis itu.
Dengan wajah yang sudah memerah malu, Kanaya masih sempat tersenyum dan terkekeh pelan melihat ekspresi Chandra. Gadis itu tidak menyangka akan bersin di depan wajah seorang anak bos besar.
“Ma-af, aku tidak sengaja. Ak-u tadi—”
Chandra kembali menatap kedua mata Kanaya. Terlihat sekali iris mata berwarna cokelat miliknya. Gadis itu pun ikut tenggelam dalam tatapan lelaki menyebalkan itu.
Chandra? Batinnya. Dia merasa Chandra menatapnya dengan tatapan berbeda. Jantungnya terasa lepas sekarang akibat berdetak terlalu kencang.
Perlahan, Chandra beralih menatap bibir merah merekah milik Kanaya. Lelaki itu mulai mendekatkan bibirnya ke arah Kanaya. Entah apa yang akan dia lakukan. Yang jelas perasaan Kanaya saat ini benar-benar tak karuan. Karena rasa takut dan gelisah yang menyelimutinya, gadis itu memilih memejamkan mata. Dia menautkan kedua tangannya karena sudah berkeringat dan gemetar.
Tidak. Jangan... jangan. Batinnya kembali bersuara dengan mata yang masih terpejam.
--BERSAMBUNG--
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Dream With You [On Going]
Historia CortaShort Story Kanaya Birdella. Gadis berparas cantik dan sederhana dengan latar belakang keluarga yang kurang harmonis. Sejak ibunya meninggal, dia kerap memimpikan hal aneh. Dia, mempunyai kemampuan untuk bertemu dengan seseorang yang sedang berada d...