L D W Y - Part 09

6 3 2
                                    

Hari ini aku berpihak pada takdir yang digariskan tuhan, bukan suatu kebetulan.”

--Kanaya Birdella--

***

Jam sudah menunjukkan pukul 07.00. Namun, Kanaya masih belum beranjak dari kasur nyamannya. Menurutnya hari minggu adalah hari paling cocok untuk bermalas-malasan.

Drrt... Drtt...

Ponsel Kanaya bergetar membuat sang pemilik yang masih menutup matanya meraba nakas untuk mencari benda pipih itu. Namun, terlalu sulit untuk mengambilnya.

Dengan malas gadis itu membuka matanya dan menguceknya sebentar kemudian bangkit dari posisi berbaring. Dia melihat layar ponselnya dan menemukan panggilan dari Ayyara. Ada apa Ayyara menelponnya sepagi ini?

Dia mengerjapkan matanya beberapa kali lalu mencabut charger di ponselnya kemudian mengangkat panggilan dari teman sebangkunya tersebut.

“Hallo,” sapa Kanaya mengawali. Dia menguap sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan.

“Hallo, apa hari ini kamu sedang sibuk, Nay?" sahut Ayyara to the point dari seberang sana.

Kanaya memegang dagunya sambil melihat ke langit-langit kamarnya berusaha berpikir, kegiatan apa yang akan dilakukannya hari ini.

Sepuluh detik kemudian gadis itu kembali berbicara. “Em, aku tidak sibuk hari ini. Kenapa?” tanyanya. Sebenarnya dia sedang benar-benar malas tapi mau bagaimana lagi? tidak enak jika mengatakan sibuk kepada seseorang yang sepertinya akan meminta tolong kepadanya.

“Bagus. Aku mau minta tolong,” ucapnya dengan nada ragu.

Sudah Kanaya duga, seorang Ayarra Kinandita pasti tidak akan menelpon sepagi ini jika tidak ada hal yang benar-benar penting baginya. Hal yang penting tersebut berupa meminta tolong atau menanyakan tugas yang belum dia kerjakan.

Tawa Kanaya meledak. “Ayolah, kenapa kelihatan sungkan begitu? Sebisa mungkin aku akan membantumu,” ujarnya dengan nada bicara seasik mungkin.

Ayyara memang begitu. Selalu merasa sungkan jika akan meminta tolong, bahkan kepada seseorang yang sudah dekat dengannya sekalipun.

“Baiklah. Aku mau pergi menjenguk pamanku di rumah sakit, apa kamu mau menemaniku?” tanyanya yang masih terdengar sungkan.

“Oke, aku akan menemanimu.”

Setelah mengiyakan ajakan Ayyara, Kanaya melihat sekilas jam dinding di kamarnya. Dia bangkit dari ranjang lalu merapikannya.

“Nay, ayah pergi bekerja dulu,” pamit Bani dengan keras supaya sang anak mendengar suaranya.

“Iya,” sahut Kanaya singkat setelah mendengar teriakan ayahnya. Lelaki paruh baya itu sepertinya sudah berada di depan rumah.

Biasanya Bani—ayah Kanaya berangkat bekerja menggunakan angkutan umum karena dia tidak mempunyai kendaraan baik sepeda, sepeda motor atau bahkan mobil. Entah apa pekerjaannya, yang jelas dia bekerja di rumah seseorang dengan gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga kecilnya serta membayar uang sekolah Kanaya.

***

Waktu menunjukkan pukul 11.00. Kanaya dengan tubuh yang sudah segar tampak memandang pantulan dirinya dari cermin besar yang ada di kamarnya. Celana kulot jeans dan kaos hitam polos terlihat cocok ditubuhnya yang ramping dan lumayan tinggi. Setelah mandi sepertinya rasa malasnya menghilang entah kemana.

Long Dream With You [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang