Bab 1 : Lubang Misterius

29 2 0
                                    

“Terjebak di suatu permasalahan, bukan berarti akhir dari hidupmu."

Mentari hampir condong ke barat, sinar berwarna merah jingga tersirat di kanvas langit yang membentang tanpa ada batasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mentari hampir condong ke barat, sinar berwarna merah jingga tersirat di kanvas langit yang membentang tanpa ada batasan. Indah tapi hanya sekejap saja, kemudian hilang digantikan oleh gelap yang kadang tanpa hadirnya bulan.

"Ayah kapan pulang, Bu?" tanya Glabis pada Flora.

Flora tertegun. Setiap kali hari akan gelap, Glabis selalu menanyakan pertanyaan yang sama. Entah apa yang harus Flora katakan kepada putranya itu. Kenyataan memang terlalu menyakitkan dan sulit untuk dijelaskan kepada putranya yang memiliki keistimewaan.

Ayah Glabis, Capten Yudha Trinandika, tewas saat bertugas menerbangkan pesawat empat tahun yang lalu. Glabis berumur sembilan tahun waktu itu. Saat itu Flora sangat terpukul, sejuta tetes air mata ia keluarkan tak memperdulikan apapun.

Terlalu perih untuk dirasakan dan terlalu menyakitkan untuk dikenang. Glabis masih belum mengerti, ia hanya tahu Ayahnya sedang bekerja sebentar di syurga tanpa tahu kapan Ayahnya akan pulang.

Terlalu banyak kenangan yang sudah mereka lewati dan sekarang Flora juga Glabis hanya bisa menyesapi ribuan harum kenangan tanpa bisa mengharapkan sosok tangguh itu datang kembali.

"Ayahmu masih sibuk bekerja, tadi ayah yang bilang begitu lewat telepon." Sesak hati Flora jika setiap hari ia harus terus memberikan harapan kosong, tapi ini cara terakhir agar Glabis bisa mengerti.

"Ayah pekerja keras ya, Bu," ucap Glabis kagum.

Kedua mata remaja itu berbinar.

"Ya, Glabis juga harus seperti ayah. Makanya Glabis harus rajin belajar, janji?" ujar Flora penuh kelembutan.

Glabis mengaitkan kelingkingnya pada kelingking ibunya. "Janji!"

'Glabis janji akan jadi seperti ayah. Apapun caranya!' batin Glabis semangat.

•   •   •

"Lo serius besok mau pengamatan di hutan?" ucap Kaila memastikan.

Sebenarnya Kaila ragu akan hal ini, melihat beribu resiko yang akan sahabatnya tanggung nanti di sana.

"Serius lah. Tenang aja … nanti gue ke sana sama sepupu gue, dia dulu ikut pecinta alam pas masih SMA," jawab Tasya dengan santai.

"Syukurlah … lo ada yang jagain, lega gue dengernya." Kaila bisa bernapas lega sekarang.

Suasana cafe yang tenang dengan melodi-melodi indah yang dilantunkan sang penyanyi cafe membuat lelah yang dirasakan Tasya hilang seketika. Kali ini ia datang hanya dengan Kaila, sebab Nindi ada urusan keluarga malam ini. Tak apa mereka tak lengkap yang penting mereka masih satu hati.

Di Balik Jendela ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang