Bab 8 : Ini Bukan Diriku

3 0 0
                                    

“Aku seperti semut yang tak berdaya tergenang di sebuah genangan kecil.”

-Valluariela Anstasya-

[POV Tasya]

Sebenarnya terjebak di perkampungan Tinclida bukanlah kemauanku. Penyebabnya sangat aneh, terlebih lagi ketika mendengar penuturan Glabis tentang penyebabnya bisa sampai ke sini hanya karena berusaha mengambil legonya yang tersembunyi di kolong ranjang. Sial! Kenapa aku begitu penasaran dengan buah aneh yang mirip seperti pir itu? Andai saja aku tidak memilih tema alam untuk tugas laporan dan tidak menyentuh buah aneh itu pasti aku masih berada di tengah-tengah orang yang aku sayang.

Lalu, apakah sekarang Gio, Nindi, Kaila dan kedua orang tuaku sedang mencariku? Aku tidak bisa membiarkan mereka lebih khawatir lagi karena aku menetap di sini tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk keluar dari sini. Aku seperti semut yang tak berdaya tergenang di sebuah genangan kecil. Beberapa kali aku mencoba mencari jalan keluar tapi hasilnya nihil, usahaku seakan sia-sia. Namun, aku yakin Tuhan pasti membantuku agar bisa keluar dari perkampungan aneh ini.

Sejak awal berada di sini, aku merasa menjadi seseorang yang berbeda dari sebelumnya. Perkataanku selalu bernada kasar, tidak menghormati orang lain dan selalu berprasangka buruk pada semua orang. Ayolah … ini bukan aku! Kemana aku yang dulu, kemana? Aku juga tidak tahu.

Banyak pertanyaan yang terus berputar di otakku, pertanyaan yang selalu datang saat keanehan lain mulai muncul di mataku.

"Lily, apakah kedudukan seorang tetua perkampungan harus diberikan kepada keturunan ataupun cucu laki-lakinya? Bukankah hanya orang-orang 'tertentu' saja yang bisa menjadi tetua, ya … seperti memiliki pengetahuan dan strategi yang tinggi serta memiliki kewibawaan juga ketegasan yang tinggi juga." Aku mencecar Lily dengan pertanyaanku, seperti biasa dia tidak menampakkan raut yang kebingungan saat aku seperti itu.

"Ya, kedudukan tetua perkampungan akan terus digantikan oleh anak atau cucu laki-lakinya jika pemegang kekuasaan sebelumnya meninggal dunia. Sebenarnya wanita boleh menjadi tetua tapi lebih baik kekuasaan itu diberikan kepada laki-laki. Jika seorang tetua tidak memiliki anak sama sekali, maka akan dipilih dari anggota sukunya," jelasnya.

Ini seperti kekuasaan dalam sebuah kerajaan, bukan? Aku merasa di sini tak jauh beda dengan di bumi. Hm, aku tidak tahu letak perkampungan Tinclida secara tepat, tapi aku masih yakin bahwa aku masih berada di bumi bukan di dunia ilusi. Hingga kekuatan pertamaku muncul, aku merasa berada di dunia ilusi yang tak berbatas. Sebuah mata analisa, itulah kekuatan yang baru saja aku dapatkan sejak tiga hari berada di sini. Aku sangat terpukau dengan kekuatanku itu dan berharap bisa bermanfaat untuk orang-orang di sekelilingku. Aku merasa layak mendapatkan kekuatan ini karena memang aku senang sekali menganalisis seseorang atau sebuah kejadian, semacam detektif.

"Ke arah mana Titania pergi, Kakek?" tanya Zallea.

Raut wajahnya terlihat sangat marah. Aku bisa melihat banyak dendam yang ia tujukan kepada Titania.

"K-kembali ke dalam h-hutan," jawab Kakek dengan terbata-bata.

Aku membantu Lily untuk kembali berdiri tegap setelah mendapat isyarat batin darinya sambil menahan rasa perih dari luka yang tercipta di lengan kanan atas.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyaku, khawatir.

Lily mengangguk. "Tidak apa-apa, hanya sedikit nyeri," ucapnya kemudian.

Bagaimana bisa ia berpura-pura baik seperti itu sedangkan lutut, tangan juga pipi kananya terdapat luka? Ini yang disebut baik-baik saja? Tidak.

Aku membawa Lily masuk ke dalam rumah, membaringkan tubuhnya di sebuah ranjang kayu dan segera mengobatinya dengan akar tumbuhan yang tersimpan di rak penyimpanan. Ingin rasanya memindahkan rasa sakitnya ke tubuhku, bagaimanapun ia sudah kuanggap seperti Ibuku sekaligus sahabatku.

"Aku akan menemanimu sampai kamu sembuh," kataku.

"Tidak, kau harus kembali ke sana. Tolong jangan pikirkan aku, anggota suku lainnya lebih membutuhkan bantuan daripada aku," bantahnya.

Netra sendu Lily menyiratkan rasa sakit yang tak bisa ia tahan. Namun, kenapa ia masih memikirkan orang lain sedangkan dirinya sedang kesakitan di sini?

"Tidak, aku a--"

"PERGI KE SANA LAGI!" perintahnya penuh penekanan di setiap kata.

Aku menghela napas. "Baiklah."

Kaki ini melangkah dengan berat, memikirkan apakah Lily akan baik-baik saja jika aki tinggal sendirian di rumah.

Setibanya kembali ke titik kumpul anggota suku, aku melihat sinar yang keluar dari tangan Glabis. Sinar itu menampakkan hologram berupa sosok wanita yang sedang berjalan menyusuri hutan. Apakah itu kekuatan yang Glabis dapatkan? Si manja itu hebat juga dia!

"Aku bisa melacak Titania tapi tidak bisa tahu titik pasti keberadaannya. Kekuatanku belum stabil," ucap Glabis.

"Tidak apa-apa, setidaknya kau sudah berusaha dan berhasil melacak Titania walaupun belum tahu titik tepatnya di mana," ujar Zallea.

Aku memiliki firasat bahwa Zallea yang akan menjadi tetua perkampungan selanjutnya. Dilihat dari sifat dan sikapnya yang bijaksana membuat ia pantas menjadi tetua perkampungan selanjutnya.

"Gunakan kekuatan ikatan kalian untuk menyembuhkan anggota suku yang terluka juga untuk mengembalikan kerusakan-kerusakan yang terjadi di sini. Aku dan beberapa anggota laki-laki lainnya akan masuk ke hutan kembali untuk mencari Titania," perintah Zallea.

Beberapa anggota laki-laki yang masih berada di perkampungan mengerahkan kekuatan mereka dan mengobati anggota yang terluka.

"Kekuatan ikatan merupakan kekuatan yang berguna untuk menyatukan kembali benda atau sesuatu yang sudah rusak. Kekuatan ini juga berguna untuk menyembuhkan luka ringan maupun berat," ucapku membaca hasil analisis dengan seksama.

"Hei, apa kau baik-baik saja?" tanya seseorang padaku, Glabis.

"Kau rupanya! Aku baik-baik saja tapi kalau Lily … dia luka berat. Tenang saja aku sudah membawanya ke rumah untuk istirahat dan mengobatinya," jawabku.

"Semoga dia cepat membaik, ya!" serunya.

"Untuk semua anggota suku Cladina, aku mendapatkan pesan dari Tuan Britha bahwa sesuatu yanh lebih buruk akan terjadi. Persiapkan diri kalian dan tetap memiliki satu sama lain karena jika kita kerjasama maka masalah sebesar apapun akan terselesaikan," ujar Kakek. Ia terlihat baik-baik saja sekarang.

Masalah besar apalagi? Oh Tuhan, tolong lindungilah aku dan semua orang di sini.

[POV End]

•  •  •

"BRIAN! APA YANG UDAH LO LAKUKIN? LO UDAH GILA, YA?!"

Seorang pria berjas abu-abu itu memukuli kepalanya dengan keras seraya memaki-maki dirinya sendiri di sudut ruangan yang kosong. Tubuhnya meringkuk dengan air mata yang mengalir.

"MEREKA BAKAL KESUSAHAN DAN TUJUAN YANG MAU LO GAPAI GAK BAKAL TERWUJUD KALAU GINI CARANYA!" hardiknya pada dirinya sendiri.

Sebuah bulatan berwarna biru keunguan banyak tercipta di tubuhnya seolah ini adalah konsekuensi yang tepat untuk kesalahan yang telah ia lakukan. Di layar laptopnya menampilkan sebuah hutan yang hampir seluruh permukaannya tertutup oleh jamur. Pria berjas abu-abu itu tidak sengaja menambahkan jamur ke dalam foto itu dan tidak bisa dikembalikan seperti semula.

"GUE TELEDOR BANGET!" kesalnya.

Terlambat sudah, ia tidak bisa mengubahnya. Masalah besar benar-benar akan terjadi.

#Shofia

redaksisalam_ped

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Balik Jendela ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang