Bab 5 : Serbuk Biru✨

27 1 3
                                    

“Tak ada salahnya memang untuk mencoba hal baru, selagi itu membuatmu bahagia dan mendapatkan sesuatu yang paling berharga dalam hidupmu yaitu pengalaman.”

-Di Balik Jendela Itu-

Mentari tersenyum di ufuk timur, menghangatkan hamparan rumput hijau yang penuh embun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mentari tersenyum di ufuk timur, menghangatkan hamparan rumput hijau yang penuh embun. Burung-burung mengalunkan harmoni indah ciptaan Tuhan, mengicaukan semangat bagi mereka yang mendengarnya. Awan-awan berkumpul beriringan, bersiap-siap menemani sang mentari hingga datang sore hari.

"Hoam!" Tasya meregangkan tubuhnya, merelaksasikan otot juga tulangnya yang terasa sakit.

Gadis itu berjalan keluar dari rumah berukuran kecil yang hanya bisa  digunakan untuk tidur dan meletakkan perlengkapan pakaian, berkebun, dan memasak.

"Sakit banget nih punggung kaya abis digebukin warga karena keciduk maling. Pasti gara-gara tidur di ranjang bambu, nih, mana gak ada kasurnya lagi," kesal Tasya. Ia melakukan peregangan sederhana agar tubuhnya sedikit ringan dan menciptakan suara nyaring yang berasal dari tulang serta persendiannya.

Netra birunya mengedarkan pandangan, mengamati apa yang terhampar di hadapannya. Sunyi, satu kata yang dapat menggambarkan suasana perkampungan Tinclida pagi ini dan selebihnya hanya tergambar keindahan alam yang tiada duanya. Benar kata Zallea, manusia mana yang tidak mau tinggal di tempat seindah dan sedamai ini. Jika dipikir dengan logika, mustahil memang bila ada orang tak ingin tinggal di tempat seperti ini tapi berbeda jika perasaan yang kita gunakan seperti Tasya.

"Apa kau ingin ikut bersamaku dan seluruh anggota suku ke dalam hutan hari ini?" Suara lembut tiba-tiba menyeruak ke dalam rongga telinga, menyadarkan Tasya dari rasa kalut yang sampai saat ini belum menemukan ujungnya.

Lily, si pemilik suara yang memiliki wajah berseri dan awet muda sehingga tak jauh beda jika disandingkan dengan wajah seusia Tasya. Perempuan paruh baya itu mengenakan sebuah keranjang rotan di punggungnya juga membawa satu benda itu lagi di tangannya. Ia berada tepat di samping Tasya.

"Hah?" Tasya mengernyitkan alisnya, ia belum benar-benar mencerna kalimat yang diucapkan teman sekamarnya itu.

"Apa kau ingin ikut bersama anggota suku ke dalam hutan?" tanya Lily, lagi.

"Memangnya mau apa?" Tasya berbalik tanya.

Lily menyerahkan keranjang rotan di tangannya kepada Tasya dan langsung di terima oleh gadis itu. "Kami ingin mengambil jatah serbuk biru untuk satu bulan ke depan. Kau sudah tahu 'kan tentang serbuk biru dari Marsilea dan Magnolia?" jawab Lily.

"Ya, aku diberitahu oleh si kembar yang kutemui sore kemarin. Ya sudah aku akan ikut bersama kalian tapi aku harus mandi dulu. Di mana tempat mandinya?" ujar Taysa.

Matanya mengedar dengan cepat dan menemukan sebuah air terjun sebelah utara perkampungan. "Apa di air terjun itu?" tanyanya sembari menunjuk ke arah air terjun.

Di Balik Jendela ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang