Part 3

203 17 0
                                    

" Dan, mampir ke bank dulu yuk. Keburu nggak waktunya ?" ajak Galih sahabatku. Aku pun melihat jam di tanganku. Lalu aku mengangguk, menandakan kalau waktunya masih ada.

Galih ini teman seperjuanganku. Usianya juga sama denganku. Di kantor, kami sering jadi ajang ledekan. Karena apa? Ya karena status kami yang masih sendiri. Kami mulai berteman karena sama-sama anak perantauan yang diterima menjadi ASN. Kami juga berada di bidang kerja yang sama walaupun berbeda divisi.

" Mau ke ATM kan?" tanyaku ke Galih.

Yah, saat ini , kami berdua memang sedang tugas luar. Ada pekerjaan kantor yang membuat kami harus meninggalkan ruangan.

" Nggak, aku mau ke banknya, waktunya keburu kan?"

" Keburu sih, emang mau ngapain ?" tanyaku lagi setelah menanyakan dimana bank yang ditujunya. Aku pun menyanggupinya karena memang banknya searah dengan perjalanan kami menuju kantor kembali.

" Kemarin aku ke atm, tapi tiba-tiba mesinnya mati. Eh, kartunya keluar tapi uangnya tidak. Pas aku cek, ternyata berkurang saldonya. Trus aku tanya ke satpam, katanya ke banknya langsung aja" jelasku.

" Kok nggak kemarin sekalian aja ngurusnya?" tanyaku lagi.

" Lhah, aku ke atm nya sudah sore, banknya tutup"

" Gimana mau ya, bentar paling" ajaknya

" Oke" jawabku singkat.

Tidak sampai sepuluh menit, kami pun sampai ke bank yang dimaksud Galih. Aku segera memakirkan mobilku.

" Eh, ini sudah jam 11.30 lho, sudah mau masuk istirahat kan?" kataku ke Galih sesaat kami keluar dari mobil.

" eh, iya, tapi dicoba aja, semoga saja nggak antri jadi nggak jeda istirahat ya"

" Ya dicoba saja, siapa tahu nggak antri" jawabku.

Akhirnya kami berdua masuk dan mengambil nomor antrian.

Masih terlihat beberapa nasabah yang menunggu. Padahal ini sudah mendekati waktunya istirahat.

" Bro, ini masuk istirahat, kita sholat dulu saja, nanti pas masuk kayaknya pas nomor antrianmu kan ?" tanyaku ke Galih setelah aku melihat arlojiku kalau sudah waktunya dhuhur.

Galih yang disampingku hanya diam saja. Akhirnya ku senggol kakinya. Dia kaget dan membisikkan kalimat ke telingaku.

" Sstt......lihat arah jam sepuluh Dan" bisiknya.

Aku pun mengikuti arah pandangnya.

Astaghfirullah, aku kira apaan, ternyata salah satu petugas bank, mungkin teller atau Customer Service. Eh, tapi tunggu...kayaknya aku kenal.

" Heh...malah melamun, terpesona ya ?" ledeknya.

Akupun langsung meninju lengannya.

" Ya Allah, kenapa baru tau sih kalau di sini ada bidadari. Ini mah, cuantiikk gila man. Nilainya 10. Perfect. Ya Allah, engkau benar-benar Maha Kuasa, menciptakan makhluk secantik itu " cerocos Galih. Berbeda dengan Galih, aku justru tertegun karena aku tahu siapa yang dimaksud dengan bidadari oleh sahabatku ini.

" Heh...heh malah ngelamun" Galih menyenggol lenganku.

" eh..eh..nggak kok" kataku gugup.

Saat kami melihat ke arahnya, ternyata bersamaan dia melihat ke arah kami. Dia terlihat kaget lalu tersenyum. Ku lihat Galih salah tingkah setelah melihatnya berjalan ke arah kami duduk.

" Hai, Kak Dani" sapanya padaku.

Galih yang melihatnya langsung menatap tajam kepadaku. Aku tahu maksud tatapannya. Tapi sabar ya Lih, nanti aku jelaskan.

KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang