Part 10

101 6 1
                                    

" Karena ..."

" Karena apa ?" tanyaku sambil bersandar dan bersedekap menghadapnya.

" Aku hanya ingin menyambung silaturahmi lagi denganmu Dan" ucapnya lirih.

" Setelah apa yang kamu perbuat ? Coba kamu ingat, setelah wisuda, kamu pergi tanpa kejelasan sama sekali. Hilang bagai ditelan bumi. Aku sampai bertanya ke teman – teman dekatmu, tapi tidak ada satupun yang tahu akan keberadaanmu. Aku tidak tahu apa mereka sengaja menyembunyikan atau memang benar-benar tidak tahu"

" Maaf..." ucapnya lirih sambil mulai terisak.

" Saat itu aku mau nekat ke Jakarta untuk menemuimu. Tapi aku ingat, kamu berpesan kalau aku belum saatnya dikenalkan ke keluargamu. Makanya saat wisuda pun, kamu tidak ingin aku bertemu papi mamimu kan? Tidak lama setelah itu, aku sadar, kita memang memiliki tembok yang sangat besar. "

" Dani...maaf...aku minta maaf" katanya masih terisak. Kami pun terdiam cukup lama. Hingga akhirnya Sarah berbicara kembali "Papi tahu tentang hubungan kita. Kamu pasti paham kan ? Bagi keluargaku, tidak sulit untuk melacak dengan siapa aku dekat. Makanya aku bilang sama kamu, kalau saat itu aku belum bisa mengajakmu bertemu keluargaku. Papi curiga karena setelah dekat denganmu, banyak sekali perubahan pada diriku. Perubahan yang lebih baik tepatnya. Aku yang mulai rajin sholat, tidak pernah ke club malam, belanja berlebihan bahkan aku mulai berhijab. Aku pernah bercerita bagaimana keluargaku, aku yakin kamu paham kan mereka seperti apa? Walaupun kami muslim, tapi kehidupan kami sangat jauh dari kata agama. Tidak semua perubahan itu bisa diterima dengan baik oleh papi dan mami. Karena apa ? Karena mereka tidak mau belajar agama dengan baik, mereka juga khawatir dengan perubahanku membuat aku tidak bisa diterima di kalangan teman-teman papi dan mamiku"

" Keluarga seperti kami sudah memiliki rancangan hidup kami ke depan, bahkan dalam memilih pasangan hidup. Kami tidak bisa bebas seperti yang lainnya. Kamu tahu kan? Dalam dunia bisnis, papi mami tentu menginginkan kami mendapatkan yang sederajat dengan kami, atau intinya bisa menguntungkan kedua belah pihak. Makanya, setelah lulus papi langsung mengirimku ke London untuk melanjutkan kuliahku. Dan sekarang aku sudah lulus".

Aku masih terdiam mendengarkan penjelasan dari Sarah. Mencerna tentang keadaan yang sebenarnya terjadi. Aku memejamkan mataku mencoba untuk menerima keadaan yang tiba-tiba ini.

" Maaf aku tidak bisa menghubungimu, papi meminta semua alat komunikasiku"

" Apa itu bisa dijadikan alasan utama ? Bukannya kamu sudah hafal nomorku ? " tanyaku padanya.

" Iya aku hafal nomor HPmu. Tapi aku takut jika terjadi apa-apa denganmu. Mereka benar-benar memantauku Dan. Aku benar-benar minta maaf, semua di luar kuasaku. Selama ini aku tidak pernah melupakanmu. Aku mencari waktu yang tepat untuk bisa bertemu dan bicara denganmu"

" Setelah tujuh tahun ?" tanyaku kembali.

"Benar tidak ada yang berubah ? Apa maumu sebenarnya?" Sarah hanya terdiam. Lebih tepatnya kami sama-sama terdiam.

" Aku mau kita kembali seperti dulu"

" Kembali seperti dulu ? Yang benar saja Sarah !" kataku sambil tersenyum miris.

" Apa kamu tidak berpikir dulu Sar, saat meminta kita untuk kembali lagi. Kita sudah berpisah selama tujuh tahun. Tujuh tahun lho Sar, kamu pergi tanpa kabar ! Kalau ini kamu ucapkan saat kita masih sama-sama kuliah mungkin masih ada kesempatan itu, tapi di umur kita yang sekarang, kita sudah sama-sama dewasa, sudah bukan saatnya lagi untuk bermain-main. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi denganmu selama tujuh tahun ini begitupun sebaliknya"

" Apa kamu sudah menemukan seseorang Dan ?"

" Kita tidak sedang membahas seseorang Sar, tapi tentang kita berdua" jawabku dengan tegas.

" Aku juga buka seperti Dani yang dulu lagi"

"Maksudnya? Kamu belum menikah kan ?" tanya Sarah lirih.

" Belum, aku belum menikah. Setelah kamu pergi, aku berusaha untuk memperbaiki diri, aku putuskan untuk tidak pacaran lagi. Melupakanmu butuh waktu, tenaga, dan pikiran. Akhirnya aku sadar, ternyata hal itu memberikan efek yang kurang baik untuk fisikku terutama emosiku. Aku tidak ingin pacaran, jika sudah cocok dan mantap aku ingin langsung menikah"

" Kalau begitu ayo kita menikah Dan, seperti katamu tadi, usia kita bukan saatnya untuk bermain-main lagi. Kita sudah sama-sama dewasa, secara ekonomi juga sudah mapan. Apalagi yang masih perlu kita cari ? Aku yakin kita masih sama-sama saling menyayangi. Aku mungkin terkesan sangat percaya diri. Tapi mengingatmu tidak ada siapa-siapa selama aku pergi, itu menandakan masih ada namaku di hatimu " ujar Sarah penuh percaya diri.

Aku yang mendengarkan langsung tersentak "Kamu bercanda ? Kamu sadar nggak sih Sar dengan apa yang sudah kamu katakan ? Kita baru hari ini ketemu dan kamu sudah mengajak untuk menikah ?"

" Ya terus gimana Dan ? Aku bener-bener bingung! Tujuh tahun ini aku benar-benar tersiksa, aku ingin sekali bertemu denganmu tapi tidak bisa ! Aku harus bagaimana ?! "

Tidak lama berselang terdengar ponsel Sarah berbunyi. Sarah segera mengangkatnya.

Iya Pi

Iya, ini aku lagi di jogja.

Belum tahu Pi, nanti Sarah kabari lagi.

Mungkin itu papinya. Setelah itu ponselnya pun mati dan diletakkan di meja.

" Barusan papi yang telpon Dan"

" Papi menanyakan apa aku sudah berhasil ketemu kamu. Papi juga menanyakan apa kamu mau datang ke rumah. Ehm...tapi kamu tenang saja. Aku akan mencari jawaban yang bisa meyakinkan papi"

" Sar, hal yang kita bicarakan hari ini bukanlah hal sepele. Kita baru hari ini ketemu. Kita masih butuh waktu untuk saling berpikir. Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar"

" Aku tahu Dan, aku tahu. Maafkan aku jika sudah menemuimu dan memintamu kembali. Aku hanya terbawa perasaanku. Aku berharap kamu bisa memahamiku. Walaupun berpisah lama, tapi perasaanku sama kamu tetap sama." Sarah kembali terisak.

" InsyaAllah aku paham Sar. Tapi kita harus berpikir kembali. Perjalanan pernikahan bukanlah waktu yang singkat. Benar banget kata kamu tadi, secara usia dan materi kita sudah siap. Hanya saja, kita sudah sangat lama berpisah. Kita sama-sama tidak tahu perkembangan kita masing-masing"

" Bagaimana dengan papi Dan? Papi ingin sekali ketemu kamu?" katanya masih terisak.

" Untuk Papimu, aku butuh waktu untuk berpikir dulu Sar. InsyaAllah, besok aku kabari lagi. Ohya, kamu di jogja sampai kapan ?"

" Besok pagi aku harus balik Jakarta. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan"

Setelahnya itu kami berpisah. Sarah yang sudah dijemput asistennya pamit lebih dulu. Aku masih ingin di sini. Menikmati gerimis hujan dari dalam kafe ini.

Masih seperti mimpi, mengapa dia harus kembali ?

KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang