Kegiatan Sosial di Panti Asuhan

15 3 0
                                    

KETIKA Gumala datang ke HCC di minggu berikutnya, ia segera dipanggil Chef Hilda ke kantor. Rasa waswas menggantung di benak gadis itu—karena sepanjang pengetahuannya sangat jarang ada anggota yang dipanggil ke kantor kecuali ada masalah.

Sampai di depan pintu kantor, Gumala berhenti sejenak, memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Tangannya mengetuk pintu tiga kali.

“Masuk!”

Gumala menekan daun pintu. Di dalam ruangan ber-AC tersebut tampaklah Chef Hilda duduk menghadap sebuah meja. Buku-buku dan majalah tentang resep masakan memenuhi rak di belakangnya.

“Silakan duduk!” Perintah Chef Hilda pada Gumala.

“Sa ..., saya ..., lebih baik tidak usah duduk Chef ....” Gumala teringat pada peristiwa memalukan ketika dirinya membuat hancur sebuah kursi di toko batik milik Raifan.

Chef Hilda tidak menyuruh lagi. Wanita itu diam sebentar seperti sedang memikirkan sesuatu sebelum berkata dengan suara berat, “Aku mendengar kabar tentang ikan bakar berformalin itu.”

Wajah Gumala pucat pasi. Ia berbicara cepat dan panik demi membela diri, “Berita itu bohong, Chef! Jangan percaya! Saya difitnah!”

Chef Hilda mengangkat kedua tangannya. “Aku percaya kamu tidak melakukan itu. Masalahnya berita sudah menyebar. Sudah banyak yang tahu juga bahwa kamu adalah anggota HCC. Aku khawatir masalah ini akan berdampak buruk pada klub memasak kita.”

Gumala meremas-remas roknya dengan kedua tangan. “Jadi ..., saya harus bagaimana, Chef? Apa saya akan ..., dikeluarkan dari HCC?”

“Aku sudah merundingkan masalah ini dengan para pengurus HCC lain. Karena kamu sebagai korban, rasanya tidak adil kalau mencabut keanggotaanmu di HCC. Kamu masih boleh berada di sini. Hanya saja ....”

Gumala merasa lega luar biasa walaupun jantungnya masih berdebar-debar menunggu kalimat Chef Hilda selanjutnya.

“Akan sangat sulit memberi penjelasan pada orang-orang yang sudah telanjur percaya jika ikan yang kamu jual mengandung formalin. Mengurus perizinan produk industri rumah tangga juga perlu waktu. Mencari siapa orang yang memfitnahmu sepertinya akan lebih sulit lagi—karena kurasa penyebaran berita ini melalui dari mulut ke mulut. Jadi aku minta ..., sebaiknya kamu berhenti menjual ikan bakar bumbu rujak atau makanan lain untuk sementara. Tunggu sampai mereka lupa. Ini demi kebaikan kita bersama.”

Gumala menyanggupi permintaan Chef Hilda. Ia tahu tidak mudah mengembalikan kepercayaan orang yang telanjur kecewa. Lagi pula sejak awal kan, memang dirinya tidak berniat menjual ikan bakar bumbu rujak. Karena banyak tetangga minta dibuatkan, jadi Gumala memutuskan jualan. Sekarang jualannya berhenti juga karena tetangga.

Jika kemarin Raifan tidak membeli ikan-ikan yang dituduh mengandung formalin, lalu dibagi-bagikan pada karyawannya, Gumala bisa rugi banyak. Saat ini, biarlah ia fokus berjualan online dulu.

Gumala masuk ke dapur hampir bersamaan dengan Chef Hilda. Lagi-lagi, semua mata memandang Gumala dengan aneh. Gumala berusaha tidak peduli. Ia tumpahkan seluruh perhatian pada kelas memasak. Mulai hari ini Gumala akan benar-benar menjaga peralatan dan bahan makanannya baik-baik. Kalau ada yang menyuruh ini itu, bodo amat!

SIAPA LEBIH CANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang