Memasak Bahagia

19 3 0
                                    

 

“LAKI-LAKI di dunia ini bukan cuma Raifan. Lupakan saja dia. Kamu pasti akan bertemu dengan orang yang lebih baik.” Kalimat penghiburan yang terlalu klise. Gumala sungguh berada dalam posisi sulit. Ia tidak bisa menyalahkan Callista meskipun tahu gadis itu salah. Menasihati? Tidak juga. Tidak di saat Callista masih berusaha menata hatinya yang hancur berkeping-keping karena cinta tertolak. Memberi nasihat di saat tidak tepat, hanya akan membuat nasihat itu berubah menjadi racun yang merusak jiwa seseorang.

Callista duduk meringkuk menghadap jendela, berkata dengan pandangan menerawang, “Mana mungkin bisa lupa? Raifan terlalu baik untuk dilupakan begitu saja. Aku tidak bisa melihat laki-laki lain kecuali dia.”

Inikah yang dinamakan cinta buta?

Gumala menarik napas dalam-dalam. “Sepertinya kamu perlu ganti suasana untuk menyegarkan pikiran dan membuat perasaan lebih baik. Besok sore aku ada kelas di komunitas memasak. Kamu ikut, ya?”

Memasak? Itu bukanlah kegiatan yang disukai Callista. Memasak sangat merepotkan. Ia hanya akan turun ke dapur dalam keadaan terpaksa sekali. “Aku tidak suka memasak!”

“Iya, aku tahu. Kamu nonton saja, tidak usah ikut masak. Nanti kamu boleh mencicipi makanan buatanku, bagaimana? Anggap saja hiburan. Ya? Ya? Ya?”

***

HAPPY COOKING CLUB (HCC)

Di gedung dua lantai bercat kuning gading berhalaman luas ini, orang-orang yang hobi memasak atau ingin belajar memasak berkumpul. Kelas-kelas memasak dengan tingkatan dasar, sedang, dan ahli diadakan seminggu dua kali. Pesertanya mulai dari anak remaja hingga lanjut usia berbaur jadi satu, mayoritas perempuan.

Callista mengikuti Gumala masuk ke dalam gedung, melewati koridor-koridor, lalu membuka pintu sebuah ruangan. Kedua gadis itu disambut oleh meja-meja yang berjajar rapi. Di setiap meja ada satu buah kompor dan peralatan memasak. Juga satu sudut kecil yang di atasnya dihamparkan plastik warna abu-abu. Semua orang paham, itu adalah bahan-bahan yang akan mereka masak nanti dan hanya boleh dibuka ketika disuruh oleh pengajar. Satu meja di ujung paling depan yang dihadapkan berlawanan arah dengan deretan meja di seberangnya adalah tempat chef atau guru memasak mendemonstrasikan masakan pada para anggota.

Sudah ada delapan orang yang hadir di sana. Begitu melihat Gumala, mereka tersenyum dan melambaikan tangan. “Gumala, tumben kamu terlambat. Biasanya datang lebih awal dari yang lain?”

Gumala mengambil celemek warna putih dari dalam tas, lalu menyimpan tasnya dan tas Callista dalam satu kotak di lemari penyimpanan barang. Setelah memakai celemek, ia memilih salah satu meja. “Hari ini aku bersama seseorang. Dia temanku, Callista.”

Callista menganggukkan kepala sambil tersenyum sedikit. “Halo.”

“Ca... lis... ta.... Nama yang bagus. Kamu mau masuk klub?” tanya seorang perempuan berambut keriting pendek.

“Aku cuma menemani Gumala. Cuma mau lihat...,” Gumala berhenti bicara sebentar sebelum melanjutkan ragu, “kalau boleh.”

SIAPA LEBIH CANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang