III

203 37 7
                                    

Selamat membaca...

.

.

.

[Cafetaria JYP University]

Setelah menyelesaikan kelasnya, Yien pun segera memacu langkahnya menuju cafeteria. Pemuda Park itu hendak menemui sahabatnya-Bambam, demi mendapat kejelasan tentang seseorang yang akan membantu dirinya.

.

"Aku pikir, kau akan tiba setengah jam lagi—" ucap Bambam yang tengah duduk seraya menikmati makan siangnya dengan wajah kagetnya saat sang sahabat sudah berada didepan mejanya.

SRET

Yien menarik salah satu kursi dan mendudukan dirinya diseberang Bambam. "Kelas tuan Choi selesai lebih awal—" balasnya.

Yang menjadi lawan bicaranya mengangguk paham.

"Jadi, kapan aku bisa menemui orang itu?" tanya Yien tidak sabar.

Bambam menghela nafasnya pendek. Lalu, pemuda itu memberikan jawabannya, "Jika kau tidak ada kelas lagi, maka kita bisa menemuinya sore ini—".

"Baiklah—Jika begitu, setelah aku menyerahkan tugasku—Kita segera menemuinya—" putus pemuda bernama Park Yien itu mantap.

Sang sahabat kembali menganggukkan kepalanya.

"Ah—Yien-ah—Hm—Apa kau yakin dengan rencanamu?" suara lawan bicara Yien itu terdengar lagi. Raut wajah pemuda itu terlihat khawatir.

Sayangnya, kekhawatiran Bambam tidaklah menganggu Yien. Pemuda itu tampaknya memanglah sudah memantapkan hatinya. "Tentu—" jawab Yien singkat.

Bambam memajukan tubuhnya, merapat pada meja. Samar, ia terlihat menelan ludahnya dengan susah payah.

"Yien-ah... " panggil pemuda itu.

Yang dipanggil tampak mengangkat pandangannya dan menatap lekat si pemilik suara.

"Hm-Maafkan aku—Tapi—Aku ingin kembali menanyakannya-Hm-Apa kau benar-benar yakin dengan apa yang kau rencanakan?" tanya pemuda itu lagi. Berbeda dengan Yien, sepertinya Bambam tidak begitu yakin dengan apa yang ada dikepala temannya itu. Menurutnya, rencana Yien ini terdengar cukup mengerikan dan terlalu gila untuk dipikirkan.

Helaan nafas nan dalam pun terdengar. Terus-terusan ditanya seperti itu oleh Bambam, agaknya membuat Yien sedikit kesal. "Aku sudah memikirkannya berulang kali-Dan-Tentu-Ya-Aku yakin dengan apa yang aku inginkan-" balas pemuda Park itu tidak suka.

Tahu jika Yien tidaklah senang dengan sikapnya, Bambam pun memilih diam, Pemuda itu memutuskan untuk mempercayai sahabatnya itu. "Baiklah-" pemuda yang menjadi lawan bicara Yien itupun menarik tubuhnya kebelakang dan menyandarkan punggungnya. "Tapi-Aku harus tetap mengingatkanmu bahwa mereka adalah keluargamu-Jadi-" belum juga sahabatnya itu menyelesaikan kalimatnya, Yien memotongnya.

"Mereka bukan keluargaku—Kau tahu—Ibuku sudah bukan lagi ibuku—Aku sama sekali tidak memiliki ikatan apapun dengan mereka—" potongnya dengan intonasi yang terus naik hingga akhir.

.

.

.

[Disuatu tempat—]

Seperti yang telah keduanya sepakati, kini kedua pemuda ini—Yien dan Bambam, memutuskan pergi menuju alamat seseorang yang diyakini keduanya mampu menyelesaikan permasalahan Yien.

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang