Naruto duduk di mobilnya dengan gelisah, entah kenapa dia merasa dilema. Dia hendak pulang tapi hatinya selalu menolak dan memerintahkannya untuk menjemput Hinata. Perasaannya berkecambuk tak karuan dan selalu berputar di gadis itu, sepertinya benar-benar ada hal buruk yang akan terjadi pada gadis itu.Tapi harusnya Naruto tidak peduli kan?
Harusnya dia bisa baik-baik saja karena gadis itu tidak berarti apa-apa bagi Naruto kan? Tapi kenapa kali ini berbeda.
Jantungnya berdebar hebat saat memikirkan hal buruk yang bisa saha menimpa gadis itu. Persetan dengan ego, Naruto hanya perlu menjemputnya karena permintaan gadis itu. Bukan karena dia peduli atau khawatir, dia hanya menjemput karena di minta.
“Gue gila beneran.” lirih pemuda itu sambil memutar arah mobilnya ke arah sebaliknya dimana klinik Hinata berada. Pemuda itu memacu mobilnya kencang entah kenapa perasaannya kian gelisah sekarang, “Lo harus baik-baik aja Nat.” Gumamnya tanpa sadar.
***
Gaara berlari keluar dia membawa jaket Hinata yang tertinggal di kursi namun gadis itu sudah menghilang dari sana. Aneh, kenapa dia begitu cepat menghilang apa ada seseorang yang menjemputnya? Tapi hal itu sangat jarang terjadi seingatnya Hinata selalu pulang pergi sendirian.
Sebuah mobil BMW menepi di depan klinik dan memasuki area parkiran, seorang pria tampan berambut pirang turun dan berlari tergesa-gesa ke arah klinik. Gaara kira dia adalah pasien jadi dia berlari ke arah pria itu dengan cepat. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya Gaara pada Naruto.
Naruto mengangguk dia menghentikan langkahnya lalu mencoba menetralkan nafasnya, “Hinata dia udah pulang? Gue lambat jemputnya.” ujar Naruto sambil menetralkan jantungnya.
Gaara memicingkan matanya, “Dia baru aja keluar tapi sekarang udah ngilang, jaketnya ketinggalan. Dia gak pernah kaya gini sebelumnya.” Gaara berasumsi sambil menatap Naruto.
Naruto merasakan jantungnya berdegup cepat, entah kenapa pikirannya kacau sekarang. Samar-samar dia mendengar suara jeritan wanita meminta tolong dari lokasi yang tak begitu jauh, Gaara dan Naruto berlari secara serempak namun dengan rute berbeda. Gaara berlari ke arah jalan pulang Hinata namun Naruto mengambil arah sebaliknya.
Jujur saja dia tidak tau kema arah apartemen Hinata dia hanya berlari mengikuti instingnya saja, “Nat, lo gak boleh kenapa-napa.” gumam Naruto sambil berlari ke sembarang arah.
Hingga matanya tanpa sengaja melihat sosok gadis yang di cari-carinya, dia sedang menunduk sambil memegang kaki sedangkan di hadapannya ada seorang pria yang sedang mendekati Hinata dengan ekspresinya yang sangat mengerikan.
“Brengsek!” Naruto menghentamkan kepalan tangannya tepat saat pria aneh itu hendak menampar Hinata lagi. Entah kenapa kemarahannya memuncak begitu melihat pria gila itu berniat melukai Hinata. Dia sangat marah hingga rasanya dia sanggup membunuh siapa saja.
Sebenarnya dia kenapa? Entahlah, Naruto hanya sedikit marah melihat Hinata terluka.
***
Gaara berlari ke sembarang arah, entah kenapa dia merasa langkahnya kian jauh dari Hinata. Dia berbalik arah lalu berlari ke arah di mana Naruto pergi tadi. Dia mendengar umpatan kasar dari seorang pria dan suara tangisan wanita. Pemuda tampan itu berlari ke sumber suara dan detik itu juga dia menegang di tempatnya saat melihat pemandangan di hadapannya.
Naruto sedang memukuli Toneri sedangkan Hinata menangis hebat di belakangnya, Gaara hendak berlari menyelamatkan Hinata namun terlambat. Gadis itu sudah berlari dan memeluk punggung Naruto, “Udah Nar, udah gue gak papa..” isaknya sambil berusaha menarik tubuh bongsor Naruto menjauh.
Naruto merasakan bahunya melemas saat mendengar suara Hinata, dia berbalik dan memeluk tubuh mungil itu erat. Entah kenapa hatinya sesak dan sakit ketika melihat seseorang melukai Hinata di hadapannya, “Udah ya...” isak Hinata. Naruto mengangguk dia mengelus kepala Hinata lalu mengecup pucuk kepalanya pelan.
“Sorry..” lirih Naruto.
Tanpa mereka sadari di sana ada satu orang manluk bernyawa yang juga punya perasaan. Gaara tersenyum miris menertawai dirinya sendiri yang lemah, dia tidak bisa melindungi gadis itu padahal dia yang berada di dekat gadis itu sejak tadi. Padahal dia mencemaskan Hinata sejak siang karena melihat wajah gadis itu yang terlihat gelisah tapi dia tetap gagal melindungi gadis itu. Pergerakannya selalu lambat hingga membuat dirinya malu.
Gaara berbalik lalu pergi meninggalkan dua orang yang sedang saling memeluk itu membawa serta luka hatinya yang kian menganga lebar.
“Sialan.”***
Naruto membawa Hinata ke klinik, dia mengobati lebam di pipi Hinata dan luka robek di sudut bibir serta pelipis gadis itu. Gaara sudah mengurus Toneri, pria gila itu sudah di bawa ke kantor polisi atas kasus penganiayaan yang di lakukannya. “Lo kok dateng? Katanya sibuk..” ujar Hinata sambil menatap Naruto yang sibuk mengoleskan salep di pipinya.
“Gue emang sibuk sebelum ada orang aneh yang ngerengek minta jemput,” ketus pemuda itu dia mengabaikan wajah sebal Hinata dan memilih melanjutkan kegiatannya memberi salep di lebam Hinata.
“Jadi gak iklas nih nolongin gue?” rajuk Hinata kesal. Naruto mengabaikannya dia selesai dengan wajah Hinata lalu beralih jongkok di depan kakinya, “Lo mau ngapain Nar??” tanya gadis itu was-was.
“Gak usah berisik.” dingin Naruto, dia menarik kaki Hinata lalu memutar pergelangan kaki mungil itu kemudian menariknya hingga terdengar bunyi patahan tulang.
“Arh! Sakit bego!” pekik Hinata saat Naruto menarik kakinya dengan kasar. Padahal tadi Toneri membuatnya terjatuh hingga keseleo tapi Naruto malah menariknya dengan kasar. Benar-benar tidak berperasaan.
“Gak tau diri banget emang. Gue obatin kaki lo dan lo malah ngatain gue bego? Sialan banget.” Kesal Naruto. Dia melempar tubuhnya ke sofa yang ada di sana lalu memijit pelipisnya yang sedikit pusing.
Hinata menggerakan pergelangan kakinya pelan, kalau tadi sedikit di gerakan saja rasanya sudah sangat menyakitkan tapi kali ini tidak. Kakinya baik-baik saja meski dia memutarnya beberapa kali, ternyata Naruto mengobati keseleonya. Dia jadi malu karena mengumpati pemuda itu.
“Nar,” panggil Hinata pelan. Tak ada sahutan, seperti biasa pemuda itu lebih suka mengabaikan Hinata daripada meresponnya. Hinata sudah hafal tapi dia tahu betul bahwa pemdua itu tetap akan mendengarkannya, “Makaksih banyak ya. Gue sayang lo.” lanjut gadis itu.
Entah keberapa kalinya hari ini Hinata mengatakan itu tapi jantung Naruto tetap tidak bisa di ajak kompromi. Dia merasakan darahnya berdesir hangat hingga membuat jantungnya memanas. Enta sejak kapan Naruto mulai menyukai pernyataan cinta dari Hinata.
Konyol memang tapi percaya atau tidak pemuda itu tengah mengulas senyum tipis sekarang, sangat tipis bahkan Hinata pun tak bisa meliatnya. “Udah hafal.” Naruto bangkit dari sofanya lalu berjalan keluar ruangan meninggalkan Hinata seorang diri di sana dengan tubuh membeku.
“T-tadi dia senyum?” gagap Hinata.
Tbc gan!
Naruto dong yang dateng😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Boyfriend | Namikaze Naruto✔️
Fanfiction21+ Jangan mampir kalau masih merasa belum cukup umur! Disclaimer : Masashi Kishimoto Ide cerita : MhaRahma18 Cover by : Pinterest