16. perkara alis

2.9K 279 60
                                    


Hinata membuka matanya yang terasa berat pemandangan pertama yang tertangkap oleh matanya adalah dada bidang Naruto yang terekspos bebas tanpa penutup. Pipi gadis itu bersemu merah saat merasakan kulit hangat Naruto itu menghangatkan tubuhnya pula. Hinata medongak untuk menatap wajah Naruto, raut wajah polos yang sangat menggemaskan ketika tidur itu membuat Hinata kian jatuh cinta.

Tangan mungilnya terulur untuk mengelus rahang tegas Naruto pelan, dia tersenyum saat merasakan permukaan kulit Naruto terkena telapak tangannya. Sangat lembut dan hangat. Tiba-tiba netra seindah samudra itu terbuka menampilkan mata indah yang langsung menatap Hinata datar, “Lo ngapain?” tanya Naruto datar

Gadis itu terkejut lalu menjauhkan tangannya dari wajah Naruto, “Nar, lo bangun dari kapan?” tanya Hinata gugup.

“Dari lo ngendus-ngendus dada gue.” pemuda itu mendorong tubuh Hinata menjauh lalu meraih kemejanya yang tergeletak di lantai.

Pipi Hinata bersemu merah, dia sangat malu karena ketahuan menikmati hangat dan aroma tubuh Naruto tadi, “Ya habis lo ngapain sih tidur nggak pake baju? Mesum banget.” gerutu gadis itu.

Naruto turun dari kasur itu sambil berucap, “Gue tidur emang gak pernah pake baju. Lo aja yang otaknya kelewatan kotor.” jawab pemuda itu acuh. Hinata hanya bisa mendengus, berbicara dengan Naruto itu sama dengan berbicara dengan keledai. Tidak akan di dengar dan hanya di abaikan. Menyebalkan sekali kan?

***

Ada yang pernah bilang jika menunggu wanita berdandan itu sama lamanya dengan menunggu nyamuk membelah diri? Dulu Naruto kira itu hanya bualan tapi sekarang dia mempercayai itu. Dia mendapatkan buktinya satu di hadapannya. Sudah lebih dari satu jam dia duduk di tepi ranjang sambil bersedekap tangan di depan dada, dia hanya diam sambil memeperhatikan Hinata yang sibuk mengukir alis.

Bayangkan dua jam hanya untuk mengukir alis seberapa sabar Naruto mengehadapi gadis itu? Naruto patut mendapatkan mendali kesabaran untuk kebaikannya kali ini.

“Bisa lebih lama lagi gak? Gue udah lumutan.” Sindir Naruto sambil menengguk kopinya kesal, entah gelas ke berapa yang jelas Naruto hanya sibuk mondar-mandir mengambil kopi sambil menunggu gadis itu.

“Lo gak liat alis gue tempang? Kesel tau gak dari tadi gak jadi-jadi.” Kesal Hinata.

Naruto mencebikkan bibirnya dia berjalan ke arah meja rias gadis itu lalu duduk di hadapannya tepat di meja rias tersebut ia mengambil sebuah kapas yang ada di sana, dia meneteskan micelarwater ke kapas itu kemudian dengan kasar dia menghapus alis Hinata. “Nar lo apaan sih?! Gue buatnya susah!!” pekik gadis itu heboh.

Naruto mengacuhkannya dia mengambil pensil alis Hinata lalu mengukir lais gadis itu asal, tak sampai satu menit pemuda itu langsung melempar pensil alis itu kasar. “Nar alis gue lo apa-in?” perkataan Hinata terhenti saat dia melihat alisnya yang tergambar sempurna.

Naruto menggambarnya dengan asal namun asilnya sangat memukau dan juga cantik, tangan emas Naruto memang tidak perlu di tagukan lagi. “Buat gitu aja repot banget.” Ketus pemuda itu sambil berjalan keluar, Hinata berlari kecil mengekori Naruto sambil tertawa kecil.

“Lo hebat banget ngelukisnya, gue kagum. Jangan bilang lo diem-diem sering dandan ya?” goda Hinata sambil tertawa pelan.

Naruto berbalik lalu menatap gadis itu tajam, “Punya otak itu di pake jangan cuma buat pajangan! Gue liatin lo aja bisa ngerti kenapa lo yang praktek berkali-kali masih gak ngerti? Bego banget!” sinisnya lalu memasuki mobilnya.

Hinata mendengus pelan lalu mengikuti Naruto memasuki mobil setelah mengunci unit apartemennya, “Kalau gue bego gak mungkin gue lulus S1 keperawatan.” ketus Hinata sambil menggembungkan pipinya kesal.

“Bego ya bego aja gak usah cari alibi.” datar Naruto.

***

“Nanti jemput gue ya?” Hinata sudah melepas seatbeltnya diatengah memegang tasnya sambil menatap Naruto dengan bola matanya yang berbinar-binar.

Hn.” Hinata tersenyum lebar lalu mengangguk, dia berjinjit menggunakan lututnya lalu mengecup pipi Naruto lembut.

“Makasih banyak, love you.” ujar gadis itu sambil tersenyum lebar. Naruto merasakan darahnya berdesir hangat saat melihat senyum manis Hinata. “Gue masuk ya, semangat kerjanya sayang.” imbuh Hinata lalu gadis itu keluar dari mobil. Dia melambaikan tangannya saat melihat mobil Naruto bergerak menjauh.

Hinata memasuki klinik dengan senyum manis, “Pagi dokter.” sapa Hinata saat melihat Gaara tengah duduk sambil membaca buku anatomi.

“Pagi, senyum terus lagi bahagia ya Nat?” tanya Gaara, dia turut tersenyum saat melihat wajah bahagia Hinata yang secerah mentari pagi. Wajahnya terlihat begitu manis dan juga menggemaskan hingga mau-tak mau membuat Gaara kian jatuh cinta.

“Iya, lagi bahagia banget dok. Nanti saya traktir dokter makan siang deh ya.” Hinata sangat bahagia, Naruto sudah banyak berubah sekarang meski sikap ketusnya itu masih terasa tapi Hinata juga bisa tau kalau pemuda itu perlahan-lahan menerima keberadaannya. Dia tidak lagi mengusir Hinata saat gadis itu menempelinya terus menerus. Itu sebuah kemajuan besar bagi Hinata.

“Ngomong-ngomong Nat, laki-laki kemaren yang nolongin kamu waktu di culik Toneri itu siapa ya?” tanya Gaara sambil pura-pura sibuk dengan bukunya padahal dalam hatinya dia sangat penasaran luar biasa hingga tidurnya tidak pernah nyenyak karena memikirkan gadis itu.

“Naruto dok, pacar saya yang sering saya ceritain.” ujar Hinata sambil mengulas senyum lebar, berbanding terbalik dengan Gaara yang mengulas senyum pedih. Harusnya dia tidak menanyakan itu tadi kalau ahirnya akan menyakiti hatinya sendiri.

“O-oh, laki-laki dingin itu?” tanya Gaara mencoba bersikap biasa saja meski hatinya remuk sekarang. Kenapa dia harus mencintai gadis yang mencintai orang lain? Percayalah ini sangat menyakitkan.

“Iya, si pangeran es yang kerasukan siluman naga.” Hinata tertawa kecil mengingat momen-momen manisnya ketika bersama Naruto yang sanggup membuat dia tertawa pelan. “Ganteng banget kan dok, saya jadi jatuh cinta terus.” imbuh gadis itu lagi.

“Hahaha iya ganteng, saya gak ada apa-apanya di bandingkan dia.” ujar Gaara mencoba kuat meski hatinya rusak. Dia harus terlihat normal layaknya teman pada umumnya kan.

“Dokter bisa aja, dia gak ganteng banget kok dok cuma manis aja.” Mungkin mulut Hinata berkata seperti itu tapi hatinya jelas berbeda, dia menyetujui ucapan Gaara yang berkata Naruto lebih tampan darinya. Fakta itu memang benar adanya setidaknya bagi Hinata.

“Dia pasti sayang banget sama kamu ya, sampe rela mukulin orang kaya gitu. Dia aja gak sadar tangannya berdarah dan masih aja mukulin Toneri.” Gaara tidak berbohong. Hanya dari sorot mata saja dia taku bahwa pemuda itu sangat mencintai Hinata, ekmarahannya terlihat berbeda bahkan ekspresi dinginnya terlihat sangat menakutkan saat memukuli Toneri.

“Haha emangnya kelihatannya gitu ya dok?” tanya Hinata sambil tertawa miris. Ya miris, karena Naruto kan tidak pernah mencintainya sebesar dia mencintai pemuda itu.

“Banget, kalian cocok.” percayalah itu hanyalah bualan yang di ucapkan Gaara untuk menutupi kerapuhannya. Dia tidak mungkin menunjukan sisi hancur dirinya pada orang lain terlebih itu Hinata, tidak mungkin!

“Sayangnya dia gak sayang sama saya dok kaya kelihatannya, cinta saya bertepuk sebelah tangan.” lirih Hinata. 

Tbc gan!

Cold Boyfriend | Namikaze Naruto✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang