Naruto mengguncang bahu Hinata pelan, pemuda itu membangunkan Hinata susah payah. Hinata itu tidur seperti orang mati, bahkan Naruto sudah puas mengumpatinya juga mamaki-maki gadis itu tapi Hinata masih betah memejamkan mata. “Bangun sialan! Kau ingin tidur di sini sendirian?!” ketus Naruto sambil mengguncang bahu Hinata kuat.
Gadis itu menggeliat pelan kemudian bergumam tak jelas. “Engh!” gadis itu kian memeluk bantalnya yang ia jadikan guling, dia sama sekali tidak memperdulikan Naruto yang tengah menggerutu.
Sekarang sudah pukul dua pagi, Naruto terlalu asik mengerjakan pekerjaannya sampai lupa Hinata juga di sana menemaninya begadang. Pemuda itu menghela nafas kesal, dia mendekat ke arah Hinata lalu menggendong gadis cantik itu ala bridalstyle. Mereka tidak bisa tidur di sini, kasur nya sangat sempit Naruto tidak mungkin berbagi dengan gadis seperti Hinata. Tidur di lantai yang luas saja dia masih menendang Naruto apa lagi tidur di tempat sempit seperti di dalam? Bisa hancur badan Naruto jadi samsak tinju gadis itu.
“Nyusahin banget sih,” gerutu Naruto sambil meletakan Hinata di kursi sebelah kemudinya kemudian memasangkan sabuk pengamannya. Gadis itu benar-benar tidur seperti orang mati, Naruto jadi curiga Hinata itu sebenarnya sedang mengcosplay mayat atau latihan menjadi jenazah bukan tidur.
Pemuda itu mengemudikan mobinya kencang menuju apartemennya yang tak jauh dari sana, kondisi jalanan yang lenggang membuatnya bebas mengendarai mobil sesukanya. Sekitar dua puluh menit ahirnya Naruto sampai di unit apartemennya. Hinata masih sama saja, gadis itu betah memejamkan matanya meski Naruto sudah membawanya masuk ke dalam apartemen. Gadis ini benar-benar tidak punya rasa takut, padahal kan tidur mati seperti ini sangat berbahaya. Bagaimana jika ternyata Naruto itu berniat jahat. Bagaimana jika dia di culik pada saat tidur? Apakah gadis itu tidak berfikir sampai sana?
Naruto membaringkan Hinata di kasurnya, biarlah untuk malam ini dia berbagi kasur dengan gadis gila yang merangkap menjadi kekasihnya ini. Hanya malam ini karena Naruto tidak tau harus mengantar Hinata ke mana, jadilah ia membawanya pulang.
Kenapa Naruto tidak tidur di sofa?
Maaf Naruto takan sudi untuk hal itu, biarlah kasurnya berukuran pas-pasan untuk mereka berdua karena Naruto memang tidak suka kasur yang begitu besar di ruangannya. Dia lebih rela berbagi daripada tidur di tempat sempit seperti sofa itu.Naruto melepaskan kemeja yang di pakainya lalu mengganti celana jeans nya dengan training hitam. Dia melemparkan tubuhnya ke kasur bersebelahan dengan Hinata, pemuda itu menaikan selimut Hinata lalu mengelus kepala gadis itu pelan. Wajahnya menatap Hinata dengan sejuta emosi yang berkecambuk di hatinya. “Malam, sayang.” lirih Naruto yang perlahan tertidur lelap sambil menggenggam jemari mungil Hinata.
***
Hinata mengerjapkan matanya perlahan, cahaya matahari menusuk masuk ke dalam kornea matanya dengan tidak sopan hingga menganggu tidur nyenyaknya. Gadis itu tertegun sejenak saat melihat dada bidang dan perut sixpack yang terpampang jelas di wajahnya. Aroma tubuh ini sangat familiar, Hinata mendongak dan detik itu juga nafasnya tercekat.
Dia tengah tidur berbantalkan tangan kiri Naruto sedangkan tangan kanan pemuda itu berada di pinggangnya. Tangan mungil HInata masih melingkar di perut Naruto, mendekap tubuh bongsor itu erat. Naruto tertidur lelap dengan wajah yang sedikit tertunduk ke arahnya, gadis itu menatap raut wajah tampan yang terpampang di hadapannya.
Raut wajahnya terlihat begitu polos dan damai, jauh dari kesan ketus dan galak seperti yang biasa pemuda itu tunjukan ketika sadar. Tangan Hinata terasa gatal dan sangat ingin menyingkap poni Naruto yang mejuntai menutup mata. Gadis itu menyingkap rambut Naruto pelan sambil memandangi wajahnya. Tanpa sadar semburat merah muncul saat Hinata tanpa sengaja menyentuh kulit dada Naruto yang terasa begitu hangat. “Naruto bangun,” gadis itu mengguncang bahu Naruto pelan.
Naruto bergumam pelan lalu perlahan membuka mata. Jelaga birunya bersitatap dengan Hinata sesaat sebelum ahirnya pemuda itu kembali memejamkan mata. “Bangun pemalas,” Hinata bangun dan mulai memuku-mukul bahu tegap Naruto hingga pemudaitu berdecih kesal.
“Iya-iya gue bangun,” kesalnya. Pemuda tampan itu langsun turun dan tidak lagi menghiraukan Hinata. Tanpa sadar pipi gadis itu memerah saat melihat punggung lebar yang berjalan menjauh itu, Naruto masih betah memamerkan punggung indahnya yang tanpa sadar membuat jantung Hinata kedutan.
“Kuatin Hinata ya Tuhan, ototnya mashaallah minta di elus..” Hinata meremas seprai itu gemas. Tampak belakang yang meresahkan.
Naruto memasuki kamar mandi dengan mata sedikit terpejam, sebenarnya dia masih enggan bangun tapi dia tidak bisa. Ada jadawal bertemu kliennya hari ini. Pemuda itu mulai membersihkan dirinya sambil bermalas-malasan di kamar mandi.
Hinata sendiri masih kebingungan di tempatnya, dia tidak mengerti kenapa Naruto membawanya pulang ke apartemen. Lalu kenapa pemuda itu malah tidur seranjang dengannya dan bukan di sofa seperti yang ada di drama televisi. Lantas kenapa dia bisa memeluk Hinata padahal dalam keadaan sadar pemuda itu tidak mungkin melakukannya. Jangankan memeluk, melihat saja sepertinya malas. Benar-benar aneh.
“Ck, bengong mulu gak guna banget sih.” ketus Naruto saat dia selesai mandi. Hinata mengerjapkan matanya beberapa kali lantas menepuk jidatnya.
“Astaga gue ada jadwal hari ini,” gadis itu buru-buru turun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Naruto memperhatikan punggung mungil itu sambil bersedekap tangan di dada. Gadis itu ke kamar mandi tanpa handuk atau baju, dasar ceroboh.
Naruto menghitung mulai dari lima, dia tebak Hinata akan keluar dari kamar mandi atau minimal menjerit di hitungan ke satu.
“Lima, empat, tiga, dua..” belum sampai satu suara jeritan melengking dari Hinata membuat sudut bibir Naruto tertarik ke atas.
“NAR HANDUK GUE!!” pekik Hinata heboh.
Kan, apa pemuda itu bilang. Hinata pasti akan menjerit setelah hitungan ke satu bukan.
***
Naruto menungu Hinata di depan pintu kamar mandi sambil membawa stelan baju kerja milik Kakaknya yang ada di sini. Melihat postur tubuh Hinata harusnya stelan ini kebesaran untuk gadis itu tapi Naruto tidak memiliki waktu untuk membelinya. Dia terlalu malas.
“Nar baju gu-e,” ucapan Hinata terhenti saat dia melongokkan kepalanya dari pintu kamar mandi. Naruto menghela nafas pelan lantas menyerahkan stelan baju kantor yang terlihat manis itu “Makasi..” ujar Hinata sambil tersnyum lebar.
“Hn,” jawab Naruto acuh. Namun sepertinya Hinata mengalami masalah karena gadis itu terlihat sibuk menatap baju itu taja seolah baju itu berniat lari darinya.
“Kenapa?” tanya Naruto bingung melihata ekspresi Hinata sekarang, dia seperti tengah memindai sesuatu.
“Ini baju siapa? Kok-” Naruto berdecak sebal. Pacar seperti Hinata benar-benar merepotkan.
“Baju Kakak gue, udah buruan di pake gue mau ketemu klien.” ketus Naruto sambil berlalu meninggalkan Hinata yang tengah menggerutu.
“Judes banget sih,” dengus Hinata kesal.
Naruto menghentikan langkahnya tanpa berbalik dia berdecak sambil berkata, “Gue denger ya,” tekannya kesal.
Hinata mendelik kesal, bagian menghina saja Naruto selalu dengar tapi kalau yang lain gak perenah mau denger. Nyebelin banget emang. “Buruan atau gue tinggal?” tanya Naruto sinis.
“Iya sayang iya,” Hinata membanting pintu kamar mandi itu kesal.
Sementara Naruto hanya bisa menghela nafas pelan. Sampai kapan penyiksaan ini berakhir? Berapa lama dia akan terjebak dengan gadis menyebalkan itu.
Tbc gan!
Selamat malam minggu sayang💚 jangan lupa makan!
Oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Boyfriend | Namikaze Naruto✔️
Fanfiction21+ Jangan mampir kalau masih merasa belum cukup umur! Disclaimer : Masashi Kishimoto Ide cerita : MhaRahma18 Cover by : Pinterest