11. Canggung

2.9K 282 28
                                    

Sesuai permintaan Hinata, Naruto mengantarkannya ke klinik hari ini. Hinata terlihat canggung bahkan tak banyak bicara sedangkan Naruto terlihat baik-baik saja seperti biasa. Seolah ciuman tadi tak ada artinya padahal untuk Hinata itu adalah ciuman pertamanya. Benar-benar tidak adil.

“Lo kok keliatan biasa aja sih?” gumam Hinata tanpa menoleh, dia sedang menatap lurus ke luar jendela mobil yang melaju membelah kota Tokyo.

“Maksud lo?” entah pura-pura bodoh atau memang Naruto itu bodoh, Hinata benar-benar kesal pada pemuda itu sekarang ia bertingkah seolah semua baik-baik saja padahal untuk bernafas saja Hinata sangat kesulitan. Menyebalkan sekali.

“M-maksud gue, tentang c-ciuman tadi. Kenapa lo keliatan biasa aja?” Hinata meremat jemarinya gugup. Padahal sebelumnya dia tidak pernah gugup sama sekali ketika berbicara dengan Naruto tapi hari ini dia seperti kehilangan kemampuan bicaranya.

Naruto melirik Hinata sekilas lalu pandangan matanya kembali ke depan, “Ya terus gue harus apa?” acuhnya. Dia membelokan mobilnya di klinik tempat Hinata bekerja sekaligus tempat pertama mereka bertemu. Mungkin bagi Hinata itu romantis tapi bagi Naruto itu seperti bencana. Mendapatkan musibah seperti Hinata, Naruto merasa hidupnya seperti berada di neraka dunia.

“Ih, lo tuh.” Hinata kesal, pemuda itu kelewat santai menanggapi dirinya. “Sebenernya lo tuh sayang gak sih sama gue?” Hinata memberanikan diri menyanyakan hal yang sebenarnya tabu untuknya. Menanyakan perasaan Naruto sama dengan mencari lukanya sendiri, karena jawaban pemuda itu akan sama saja.

“Gak tuh,” jawab Naruto sambil mengendikan bahu.

Nah kan, apa Hinata bilang. Kenapa harus bertanya hal yang sudah kau tau jawabannya Hinata? Kau harusnya tau akalau itu akan menyakiti hatimu sendiri nantinya. “Oh, iya deh.” Jawab Hinata lemas.

Bahunya melorot ke bawah menyiratkan kepedihan hati yang selama ini di pendamnya. Padahal dia sangat mencintai Naruto, tapi kenapa cinta ini hanya sepihak? Kenapa Naruto tidak membalas cintanya juga?

Naruto menatap gadis itu sekilas, dia tau betul gadis itu sedih tapi dia pun bisa apa. Dia memang tidak menyukai gadis itu kan?

“Nanti pulangnya jemput gue ya?” Hinata melepaskan seatbeltnya sambil menatap Naruto, masih berharap pemuda itu akan sedikit melunakkan sikapnya.

“Gue mau ketemu klien nanti, gak bisa.” Jawab Naruto acuh. Sakit ya, tapi Hinata bisa apa pemuda itu tidak sepenuhnya bersalah karena di sini Hinata lah yang awalnya memaksa Naruto menjadi kekasihnya. Awalan hubungan mereka memang sudah salah jadi Hinata tidak berhak protes atau meminta keadilan.

“Yaudah, nanti siang di butik gak? Makan siang bareng yuk?” lagi, Hinata masih saja berusaha merebut perhatian Naruto meski sulit. Dia harus berusaha, dia benar-benar mencintai pemuda itu entah apa alasannya.

“Gue banyak kerjaan Nat, lo makan sendiri aja. Pliss jangan nambah masalah gue ya.” Naruto menoleh, matanya menatap jengan ke arah Hinata sambil menghela nafas kesal.

Hinata mengerti, itu artinya Naruto tidak ingin di ganggu. Harusnya Hinata bisa membaca situasinya dan mundur, tapi hati ini benar-benar menyebalkan, disaat logikannya menjerit untuk mundur hatinya malah bersorak mengompori tubuhnya untuk bebruat sebaliknya. “Yaudah deh kalau gitu, semangat kerjanya ya.” Hinata tersenyum manis lalu mencium pipi Naruto pelan. Dia langsung keluar dari mobil saat melihat Naruto hendak memprotes kelakuannya. “Semangat kerjanya.” Gadis itu melambaikan tangan sebelum ahirnya berlari masuk ke dalam klinik.

Naruto menghela nafas pelan, gadis merepotkan kenapa dia tidak juga mundur padahal Naruto sudah bersikap ketus padanya? Seberapa tangguh gadis itu kira-kira.

***

Hinata sibuk membantu seorang pasien anak-anak yang sedang mengalami diare, dia dengan telaten menuntun anak berusia sembilan tahun yang terlihat pucat dan lemas itu ke kamar mandi. Dia melakukan tugasnya sambil mengulas senyum hangat, membantu para pasiennya dengan telaten dan tulus.

Gaara memperhatikan Hinata dari kejauhan, gadis itu membawa aura positif yang begitu menenangkan. Banyak pasiennya nyaman ketika dia yang merawat, bahkan beberapa masih kerap datang berkunjung menemui Hinata meskipun sudah kembali sehat. Gaara kagum pada kegigihan dan ketulusan gadis itu dan jujur saja dia jatuh cinta pada psona gadis itu, gadis ceria yang sangat menggemaskan.

“Nat, makan dulu gih biar aku yang gantiin.” Gaara menepuk bahu mungil itu pelan hingga membuat empunya berjengit kaget.

“Dokter! Ngagetin tau gak.” gadis itu mendengus sambil mengelus dada, Gaara datang dengan tiba-tiba padahal dia sedang berusaha menidurkan pasiennya tadi.

“Habis kamu di panggil pelan nggak denger, makan dulu sana.” Titah Gaara sambil menepuk pucuk kepala Hinata pelan.

Hinata mengangguk, dia menyelimuti pasien itu kemudian mengelus kepalanya pelan, “Cepet sembuh.” Gumam gadis itu pelan.
Gaara tersenyum lembut, apapun yang di lakukan gadis itu selalu berhasil menarik perhatiannya tapi entah kenapa perhatian gadis itu tidak pernah tertuju padannya. Tidak pernah sama sekali hingga membuat pemuda tampan itu miris, dia menyukai Hinata dari dulu tapi keberadaannya seolah semu bagi gadis itu. “Dokter juga jangan lupa istrahat ya.” Hinata tersenyum manis lalu berlari kecil ke luar untuk mencari makan siang.

Gadis itu selalu berlari ketika keluar dari klinik, hal itu sudah seperti kebiasaannya ketika makan siang. Hinata berlari ke kafe langgannya seperti biasa.

“Siang Nat,” sapa seorang pegawai kafe yang juga merupakan sahabat baik Hinata.

“Pagi Kak, tumben masuk siang hari ini?” tanya Hinata pada seorang pemuda bertaring yang memiliki tato segitiga di pipinya. Inuzuka Kiba, teman seklaigus senior Hinata di kampus dulu.

“Cuma gantiin Shino, dia lagi sakit katanya jadi hari ini gue kerja sampai malam.” Jawab Kiba, dia menyerahkan buku menu pada Hinata lalu mendudukan diri di depan gadis itu. “Gimana kerjaan lo?” tanya pemuda itu.

Hinata menuliskan pilihannya pada catatan kecil yang tadi di serahkan Kiba, “Aman kok lancar aja. Kuliah lo gimana? Jadi lanjut S2?” tanya Hinata sambil menyerahkan pesanannya.

“Jadi, makanya gue Cuma bisa ngambil part time doang sibuk banget soalnya di kampus,” jawab pemuda itu.

Hinata hanya mengangguk saja, dia juga tidak terlalu tertarik dengan obrolan itu jadilah dia lebih memilih membuka ponselnya sedangkan Kiba pergi ke dalam menyiapkan pesanan Hinata.

Gadis itu membuka room chat nya dengan Naruto. Kosong, tak ada satupun pesan yang masuk dari pemuda itu hanya ada sisa pesannya kemarin yang hanya di baca oleh Naruto. Benar-benar keras kepala menyebalkan.

To : Tuan Pemarah

Gue lagi di kafe nih, mana tau lo penasaran.

Jangan lupa makan ya, minum juga nanti kalau mati kesedak gue gak bisa maksa lo nikahin gue dong.

Jangan genis sama cewek lain ya, nanti gue ngamuk.
13.00
Terkirim

From : Tuan Pemarah
Ga peduli.
13.20
Terbaca

Hinata mendengus kesal melihat jawaban Naruto, padahal pemuda itu kan tinggal bilang ‘Iya’ tapi kenapa sangat sulit? Benar-benar menjengkelkan.

To : Tuan Pemarah
Aku mencintaimu
13.21
Terkirim

From : Tuan Pemarah
Tapi gue enggak.
13.22
Terbaca

Hinata hanya bisa menghela nafas kesal, Naruto menjengkelkan sekali. Jika bukan karena rasa cintanya dia pasti sudah pergi jauh dari pemuda itu. Lagi-lagi rasa cinta ini membelenggunya, “Tunggu aja ya Nar, gue pasti bisa bikin lo jatuh cinta.” Gumam gadis itu dengan semangat membara.

Tbc gan!

Cold Boyfriend | Namikaze Naruto✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang