4. Pacaran

3.5K 336 105
                                    

Hinata duduk di sofa sambil memainkan jemarinya sedangkan Naruto, dia kembali duduk di ranjangnya dengan nyaman seolah tidak terjadi apa-apa tadi. Pemuda itu sibuk menonton Sponsbob tanpa memperdulika HInata lagi setelah drama gila yang baru saja terjadi itu.
Hinata sendiri ternggelam dalam pikirannya, hatinya masih bergemuruh tak karuan. Dan penyebab itu semua adalah Naruto, ketika dia mengingat bagaimana pemuda itu meluknya posesif dia merasa seperti terlindungi dan di cintai.

Apakah ini yang sering teman-temannya bicarakan?

Perasaan berdebar ketika bertemu kekasihmu, perasaan gugup ketika dia menatapmu atau perasaan gelisah jika sesuatu melukainya.
Ya Hinata merasakan itu, tapi bukan pada kekasihnya atau mantantmantan kekasihnya melainkan pada Naruto pemuda kasar dan suka mengumpat itu.

“Dia udah pergi, lo ngapain masih takut gitu?” tanya Naruto acuh, dia sedang menonton adegan Pertick menaiki batu untuk kendaraannya. Tidak masuk akal sekali sebuah batu bisa di tunggangi, tapi itu kan Sponsbob Squarepants kekonyolan apapun bisa ada di sana.

“G-gak kok, gue gak takut.” ujar Hinata gugup. Entah kenapa tiba-tiba Hinata kehilangan kemampuan bicaranya yang biasanya fasih dan jelas itu.

“Lo kenapa bisa pacaran sama laki-laki kasar kaya dia tadi?” tanya Naruto heran, kini pandangan matanya beralih ke arah Hinata. Gadis itu langsung menunduk ketika mata mereka bersitatap.

“G-gue pengen jatuh cinta, makanya gue coba aja pacarin dia.” ujarnya pelan.

“Lo pacarin dia tapi lo gak cinta sama dia? Bego banget sih.” ketus Naruto pelan. Hinata mencebikkan bibirnya kesal. Entah kenapa mendengar Naruto berbicara biasa seperti itu dia bisa sedikit rileks dan mengontrol detak jantungnya yang menggila.

“Gue gak ngerti lagi, capek gue pacaran tapi gak ada satupun yang bisa bikin gue sayang dan nyaman.” keluh Hinata, “Awalnya gue iseng pacarin dia, gak taunya dia malah kaya gini.” Hinata menghela nafasnya kesal sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.
Sementara Naruto kembali fokus ke televisinya sambil meinum air putih yang ada di dekatnya.
“Nar, gue suka sama lo.” ujar Hinata sambil menatap langit-langit.

Naruto tersedak air putihnya hingga ia terbatuk-batuk, Hinata tidak berniat membantunya dia hanya menatap pemuda itu dari sofa. “Lo barusan ngomong apa?!” ujarnya tajam sambil melotot.

Hinata mencebikkan bibirnya kesal, “Percuma ganteng kalau kupingnya budeg.” ketus gadis itu pelan.

“Gue denger ya setan!” sengit Naruto. Padahal tadi dia berlagak tidak mendengar dan sekararang mendadak telinganya berfungsi normal? Yang benar saja baka Naruto!

“Tadi katanya gak deger, gimana sih!” ketus Hinata lagi, dia kesal. Kenapa hatinya harus berdetak  saat menatap pemuda itu, kenapa tidak dengan pria yang lebih normal seperti Gaara misalnya. Menyebalkan sekali.

“Terserah lo ya, gue gak peduli.” Naruto meneguk sisa airnya yang tersisa lalu merebahkan diri lagi. Perkataan gadis itu sukses membuat kepalanya di dera pening luar biasa.

“Nar, gue serius. Gue suka sama lo.” ujar Hinata lagi. Naruto tidak peduli, dia sibuk memejamkan mata sambil menikmati alunan musik yang ia putar di ponsel. “Gue gak mau tau, gue suka sama lo Nar beneran. Mau ya jadi pacar gue?” Hinata berlari kecil ke arah Naruto lalu mengguncan-guncang bahunya, “Nar, ya? Gue suka sama lo.” rengek gadis itu.

“Apaan sih bangsat? Gajelas banget. Gue mau tidur juga.” ketus pemuda itu lalu merubah posisinya jadi menyamping, memunggungi gadis itu.

“Naruto, gue beneran astaga. Jantung gue mau copot pas lo peluk tadi, deg-degannya kenceng banget sampe mau jebol.” rengek gadis itu lagi.

“Pintu keluar di sana, ruang periksa dokter jantung ada di lorong nana belok kiri. Dokter kejiwaan di sebelah kanan. Lo bisa konsultasi di sana.” Naruto menunjuk pintu keluar dengan tangannya tanpa berbalik.

Huee.. gak mau Nar, jadi pacar gue ya? Sumpah gue mau tau gimana rasanya jatuh cinta sama pacar sendiri. Ya Nar?” Hinata menggoyang-goyagkan bahu pemuda itu kuat sambil terus merengek.

Naruto mencebikkan bibirnya kesal. Wanita itu, seperti apapun bentuknya dia akan tetap menyebalkan. Valid no debat!

“Nat, gue mau tidur!” peringat pemuda itu namun Hinata masih saja merengek.

“Gak boleh tidur sebelum gue jadi pacar lo, iya Nar? Mau ya?” Naruto mencebikkan bibirnya lalu berbalik menatap Hinata tajam.

“Lo bisa gak sehari aja jangan ganggu gue? Diemin gue aja pliss jangan bikin kepala gue sakit denger suara lo itu.” ujar Naruto datar dan dingin.

“Iya gue gak bakal gangguin lo asalkan lo mau jadi pacar gue!” kekeh Hinata. Dia menggembungkan pipinya kesal, padahal kan dia hanya ingin merasakan tentang cinta itu lebih jauh. Apa susahnya sih mengabulkan itu?

“Lo kira gue bocah umur berapa sih Nat?” Naruto menghela nafas kesal, gadis ini kenapa tolong beri tahu dia? Kenapa semakin lama semakin menyebalkan saja?

“Umur lo sekitar dua puluh lima atau dua puluh enam kan? Gue dua puluh empat kok.” ujar gadis itu masih berusaha meyakinkan Naruto.

“Gue tiga pululuh dua tahun.” ujar Naruto datar.
Hinata mendelik. Tiga puluh dua tahun? Yang benar saja. Pemuda itu bahkan terlihat seusia Hinata dia kira mereka sumuran. Wajah Naruto terlihat awet muda juga gaya bicaraya tidak mencerminkan seornag pria dewasa sama sekali. Tidak Hinata tidak akan percaya!

“Gue gak peduli Nar, gue suka sama lo. Lagian yang lebih tua kan lebih keren gue suka.” ujar gadis itu sabil memainkan jemari Naruto.

Naruto menghela nafas pelan, dasar merepotkan. “Lo gak malu gitu punya pacar tampang Om-om kaya gue?” tanya pemuda itu sambil menatap Hinata.

“Gak dong! Gue seneng malah, gue kan jadi bisa panggil lo Daddy.” cengir gadis itu lebar.

Naruto mendelik lantas menoyor kepala Hinata kuat, “Mulut lo ya anjing!” entah kenapa mendengar Hinata memanggilnya Daddy darah Naruto malah berdesir panas.

“Ya? Daddy? Ya?” rengek Hinata sambil menggoyangkan badannya lucu.

“DIEM BANGSAT!” Naruto mengumpat kasar, dia tidak taha jika Hinata memanggilnya begitu, tidak bisa. Telinganya belum terbiasa.

"Daddy please."

"Shut up!"

“Dadd-”

“OKE FINE KITA PACARAN!” sentak pemuda itu kuat dengan kepalanya berasap dan telinganya memerah. Dia tidak sanggup, gadis bodoh itu tidak tau betapa sensitifnya telinga pria. “Jangan pernah panggil gue kaya gitu lagi atau lo bakalan nyesel.” ujar Naruto tajam.

Hinata mengangguk patuh sambil melebarkan senyumannya. Sepertinya pandangan pertamanya yang menilai Naruto itu pemuda gila salah besar, pemuda itu tidak gila hanya sinting saja. Dan sialnya Hinata menyukai pemuada itu.







Tbc gan!

Diem aja? Kerasukan pohon toge lu pada?

Cold Boyfriend | Namikaze Naruto✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang