Selamat MEMBACA!
"Udah dong Layla. Kamu nggak boleh nangis! Mas Aryo suami kamu! Melayani dia itu kewajiban kamu! Pahala buat kamu! Perihnya nanti juga akan cepat hilang! Ayoo semangatt!!" Ujar Layla demi menyemangati dirinya sendiri sambil menepuk kedua pipinya cukup kencang.
Wanita itu menarik nafas secara rakus dan menghembuskannya perlahan, mentralisir sesak di dadanya.
Setengah jam berselang, Layla memutuskan untuk keluar dari kamar tamu dengan balutan handuk kimono dan rambut yang terbungkus handuk.
"Astaghfirullah! Mas!" Pekik Layla terkejut kala melihat Aryo yang tiba-tiba muncul kala Layla sedang membuka pintu.
"Kenapa mandi disini? Kenapa tidak di kamar kita?" Tanya Aryo datar tanpa mempedulikan Layla yang nampak terkejut.
"Ehm.. biar cepet, sebentar lagi bapak sama ibuk datang."
"Lalu?" Tanya Aryo lagi, jawaban Layla sangat tidak memuaskan untuk Aryo.
Layla menunduk "da-daripada antri mandi kan lebih baik Layla mandi disini mas. Lebih cepat."
Aryo mendengkus "cepat? Kamu pikir? Kamu mandi hampir satu jam." Ujar Aryo sebelum berlalu meningglkan Layla.
"Cepat pakai baju, tolong siapkan sarapan saya." Teriak Aryo yang kini berada di ruang tengah.
Layla segera bergegas naik ke kamarnya dan Aryo untuk memakai pakaian, dirumah ini memang mereka hanya tinggal berdua dan dua orang security yang berjaga di depan yang tak pernah Aryo izinkan masuk, jadi bukan masalah jika Layla berkeliaran di dalam rumah tanpa pakaian sekalipun.
Tak lama berselang kini sepasang suami istri itu duduk di meja makan, keduanya menikmati sarapan kesiangan mereka dengan khidmat.
"Mas nggak ke kantor?"
"Tidak, kita jemput bapak dan ibu di bandara sama-sama." Jawab Aryo tanpa repot melirik Layla.
Layla mengangguk "terimakasih mas."
....
"Gimana La? Kamu sudah isi belum?" Tanya Lastri pada sang putri, mereka kini tengah berada di perjalanan menuju rumah Aryo.
"Belum bu, doakan ya." Jawab Layla yang duduk disamping Aryo di kursi penumpang.
"Nanti kalau sudah rejekinya pasti dikasih bu, doakan saja." Sahut Husein.
Lastri berdecak "kasian nak Aryo, dulu jaman ibu nikah sama bapak, langsung hamil adik kamu, cuma nunggu sebulan." Ujar Lastri, wanita yang hanya selisih sebelas tahun dengan Layla itu merupakan istri kedua Husein, ibunda Layla sendiri telah berpulang sejak Layla masih SMP.
Layla diam tak menanggapi, diam adalah emas. Begitu prinsip Layla.
"Bu.." peringat Husein
"Badan kamu kegemukan sih La, jadi susah hamil. Coba diet. Lagian kamu masa ndak malu sama nak Aryo. Badannya dijaga biar nggak makin bengkak, kasian suamimu malu kalau pergi-pergi ngajak istrinya punya badan lebar begini."
"Bu, sudah." Tegas Husein, meski tak melihat wajah sang bapak, Layla tahu betul pasti Husein marah.
Layla masih setia mengunci mulutnya. Namun tatapan matanya tak dapat berbohong bahwa kata-kata Lastri begitu melukai perasaannya.
Dalam benaknya berperang, apakah benar apa yang dikatakan ibunya? Ia susah hamil karena obesitas? Dan Aryo tidak pernah mengajaknya ke acara kantor karena Aryo malu memiliki istri seperti dirinya?
Nafas Layla memberat, bahunya mendadak lesu.
Sejenak Layla menatap Aryo yang nampak cuek dan seolah tidak peduli dengan apa yang ibunya katakan.
Tak tahu kah Aryo bahwa Layla ingin mendapat pembelaan dari dirinya?
Hampir satu jam perjalanan, kini Aryo, Layla dan kedua orangtua Layla telah tiba di kediaman Aryo.
"Bapak sama ibu istirahat ya di kamar tamu, nanti Layla bawakan teh sama cemilan." Ujar Layla sopan, mempersilahkan kedua orangtuanya masuk ke kamar tamu.
"Makasih ya ndhuk cah ayu." Ucap Husen mengusap puncak kepala putri sulungnya.
Layla tersenyum mengangguk.
Selepas melayani kedua orangtuanya, Layla masuk ke kamar untuk beristirahat juga, tak lupa membawa kopi untuk sang suami yang tengah berkutat dengan pekerjaannya.
Wanita itu mandi secara kilat dan kini bersiap untuk tidur, meski hari sudah hampir sore.
Baik Aryo maupun Layla nampak tak saling berinteraksi, bahkan condong ke cuek satu sama lainnya.
Entahlah.. mood Layla sedang tak baik belakangan ini. Ia mudah sekali menangis, bahkan untuk hal kecil.
Sementara Aryo, memang dasar sifat pria itu cuek. Mau bagaimana lagi?
Aryo melirik Layla sekilas, wanita itu tidur dalam balutan selimut yang menutup ujung kaki hingga ujung kepalanya.
Pria itu beranjak mendekati ranjang setelah hampir setengah jam berlalu.
"La, salat ashar. Sudah adzan." Ujar Aryo, namun tak mendapat balasan.
"Layla."
Nihil
Aryo menarik selimut itu hingga wajah Layla terpampang.
Wajah dengan kulit putih dan halus itu nampak memerah di bagian hidung dan kantung mata yang juga nampak membengkak.
Aryo mengurungkan niatnya, pria itu kembali menyelesaikan pekerjaannya sambil sesekali mencuri pandang pada Layla yang masih terlelap.
Pria itu meraih ponselnya dan menelfon seseorang.
"Halo mah, Aryo minta tolong sore ini mbok Minah datang ke rumah Aryo ya mah. Layla lagi nggak enak badan."
"Istri kamu memang ngeyel sih Yo, suruh ambil pembantu aja nggak mau. Udahlah, biar mbok minah pindah ke rumah kamu, supaya Layla lebih banyak wakti santai."
"Jangan mah. Hargai keputusan Layla. Biar mbok minah disini sampai besok saja. Aryo akan cari ART kalau Layla yang minta."
Cuttt
Uhh manissnya mas AryookkBtw ada yg mau titip salam sama Bu Lastri?
![](https://img.wattpad.com/cover/253611197-288-k694827.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Husband [SHORT STORY] [COMPLETED]
Historia CortaHIGH RANKS #7 in Short Story (25/01/21) #4 in Short Story ( 25/05/21) Layla Malisha, seorang guru taman kanak-kanak di sebuah desa yang terletak cukup jauh dari perkotaan. Hidupnya semula damai dan bahagia, hingga sebuah perjodohan yang telah orangt...