Pertama

43.1K 2.3K 117
                                    

Selamat datang di cerita baruu..
Hope you like it guyss

Fyi : cerita ini cuma akan ada sekitar 10-15 part.

Selamat membaca!

Suara adzan subuh sayup-sayup terdengar di telinga Layla, wanita berusia duapuluh empat tahun itu mengerjabkan matanya perlahan dan sedikit meregangkan badannya yang terasa pegal dan nyeri di beberapa bagian akibat perbuatan sang suami yang selalu lepas kontrol kala menyentuh dirinya.

Mata belo berbingkai bulu mata lentik dan alis tebal itu menatap pria yang tertidur nyenyak disampingnya.

Aryo Purnomo.

Dia adalah teman Layla semasa SMA, mereka tak begitu dekat hingga beberapa bulan lalu keduanya disatukan dalam perjodohan yang diatur oleh orangtua Aryo dan Layla. Hampir enam tahun berpisah tanpa kabar, tepatnya sejak kelulusan kini keduanya terikat dalam sebuah pernikahan.

Aryo sempurna.

Begitulah kata orang-orang disekitar Layla, dan mereka bilang Layla patut bersyukur karena gadis seperti dirinya bisa menjadi istri seorang pria yang tampan, mapan dan terpandang seperti Aryo.

Ya.. Layla bersyukur. Sangat bersyukur.

Dirinya tak lebih dari seorang guru di sebuah taman kanak-kanak di desanya, ia tak cantik, tak secantik teman-teman dan mantan-mantan Aryo yang datang di pesta pernikahan mereka.

Tubuhnya cukup berisi dan pendek, tingginya hanya 158cm dan beratnya menyentuh angka delapanpuluh kilogram.

Sangat tak sebanding dengan Aryo yang tingginya hampir dua meter dengan tubuh atletis.

Kedua mata belo Layla bahkan tak bisa lepas dari bantuan kacamata.

"Kamu nggak dengar suara adzan?" Suara dingin yang kental dengan nada ketus itu menyadarkan Layla dari lamunannya mengenai betapa tidak pantasnya ia bersanding dengan Aryo.

"De-dengar mas." Jawab Layla terbata, wanita itu mengambil kimono tidurnya yang tersampir di headboard kasur dan segera berjalan menuju kamar mandi.

Limabelas menit berlalu Layla belum juga keluar dari kamar mandi, dan hal itu membuat Aryo sedikit jengkel.

"Kalau mau tidur jangan di kamar mandi!" Teriam Aryo sambil menggedor pintu kamar mandi cukup kencang hingga membuat Layla terlonjak kaget.

Wanita itu tak tidur, ia juga tidak pingsan. Ia hanya sedang mengobati luka kecil yang cukup sering ia dapati selepas selesai melayani Aryo.

Sebuah lebam di lengan putih bersih milik Layla menjadi saksi betapa brutalnya Aryo kala menggauli Layla.

Tak lama kemudian Layla keluar dan disambut dengan tatapan menusuk dari Aryo.

Wanita itu menunduk menggeser tubuhnya agar Aryo bisa masuk ke kamar mandi, sementara dirinya bersiap dengan mukena juga menyiapkan baju koko dan sarung serta sajadah untuk Aryo.

Sungguh tak ada yang lebih baik dari ini. Momen terindahnya bersama Aryo adalah ketika mereka menunaikan ibadah salat bersama.

Sosok Aryo adalah sosok yang berbeda ketika sedang salat, tatapan pria itu teduh membuat Layla nyaman menatapnya.

Jauh berbeda dengan keseharian Aryo, dimana selama empat bulan ini menikah tak sekalipun pria itu tersenyum pada dirinya, mengobrol pun jarang.

Pria itu memang tergolong orang yang pelit senyum pada siapapun.

Tapi terkadang tak dipungkiri bahwa Layla merasa ingin diperlakukan lebih oleh Aryo, ia ingin diperlakukan istimewa. Wajar bukan? Aryo adalah suaminya kan?

Aryo terlalu dingin dan kaku, rasanya sulit bagi Layla untuk menggapai Aryo dan cinta dari pria itu.

Senyuman hambar Layla tersungging tipis, wanita itu menertawakan dirinya sendiri.

Berani-beraninya ia meminta lebih dari Aryo. Harusnya ia sadar dan bersyukur bahwa Aryo mau menerimanya, dan tidak memperlakukannya dengan kasar. Itu lebih dari cukup. Dan ia harus bersyukur.

"Nanti saya pulang larut."

Layla yang tengah menikmati sarapannya kini menatap Aryo "Mas lembur?"

Aryo berdehem sebagai jawaban, Layla mengangguk.

Perusahaan papah mertuanya memang tergolong perusahaan besar dan bonafit, wajar jika Aryo kerap disibukan dengan meeting dan lembur.

"Mas hati-hati ya, jangan lupa bekalnya dihabiskan, vitaminnya juga diminum, tadi sudah Layla siapin di dalam tas box lunch." Ujar Layla kala mengantar Bram kedepan pintu.

Aryo mengangguk tipis.

Semenjak menikah, Layla berhenti mengajar karena harus ikut Aryo pindah ke kota. Saat ini wanita itu disibukan dengan mengurus rumah dan sesekali menerima orderan desain baju dan dan gaun yang ia geluti sejak SMA.

Pelanggannya memang tak banyak, hanya dari kalangan teman-teman SMAnya dan rekan-rekan guru, namun ia juga beberapa kali menerima orderan dari orang asing yang mendapatkan informasi mengenai rancangannya dari mulut ke mulut.

Sore menjelang, Layla menyibukan dirinya dengan menata dan memupuk beberapa tanaman di halaman rumahnya, rumah milik Aryo yang dibeli atas nama Layla. Rumah itu tidak mewah, hanya terdiri dari dua lantai minimalis dan halaman yang tidak terlalu luas.

Tak lama berselang, sebuah mobil keluarga keluaran terbaru terparkir di garasinya yang kebetulan terbuka karena baru saja Layla bersihkan.

"Loh nduk! Kok masih lusuh ki pie toh?" (Loh nak, kok masih lusuh tuh gimana sih?)

Ujar Puan pada menantunya, wanita setengah abad yang masih nampak cantik dan anggun itu menatap menantunya yang nampak lusuh dalam balutan daster.

"Assalamualaikum mamah." Ucap Layla menyalimi mertuanya selepas mencuci tangan.

"Layla habis beres-beres mah, jadi keringetan gini."

Puan menekuk alisnya "Gimana toh kamu nduk! Hari ini peresmian PT baru suamimu! Lah kok yo ndak siap-siap? Acaranya mulai satu jam lagi! Ayo buruan siap-siap."

Layla nampak bingung, launching PT baru?

Kenapa suaminya diam saja? Kenapa pria itu bilang kalau dirinya lembur?

Uhuy... gimana nih?????
Kira2 bakal seru enggak???

Cold Husband [SHORT STORY] [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang