Aku dan ayahku berjalan melewati pepohonan rimbun yang ada di SMAku. Dengan mengenakan seragam putih abu-abu aku berjalan dengan sibuk memainkan ponselku. Sampai masuk ke aula di mana akan dilaksanakannya pembagian rapot sebagai akhir sekolahku disini. Aku duduk bersebelahan dengan ayahku yang tampan ini. Semua orang mellirik ke arah ayahku, sambil sesekali bergosip layaknya emak-emak.
"Bapaknya awet!"
"Masih gagah!"
"Itu pacarnya kali!"
"Beneran itu bapak nya?"
Seperti itulah kira-kira bincangan dari bapak-bapak yang bertugas mengambil rapot anaknya disini, sibuk menanyakan statusku yang sebenarnya dengan ayahku.
"Dilla Aruna Zandara" suara kepala sekolah yang memanggil namaku dengan dibantu microphone yang membuat suara itu menggema ke seluruh penjuru sekolah.
Namaku dipanggil duluan karena aku dinobatkan sebagai juara umum 1 di SMA ini. Aku maju sambil diiringi ayahku dari belakang. Berdiri di atas panggung yang tak begitu tinggi dan disambut kepala sekolah, pak Jono, yang sedang memegang tropi dan raporku.
"Ayahnya nggak dateng nak?" tanya pak kepala sekolah.
"Lah? Ini bokap gua pak!" kataku sambil menunjuk Joardi.
"Eh? Bapak kira ini kakak kamu! Maaf ya pak" ucap pak kepala sekolah.
Joardi hanya tersenyum atas kesalah pahaman dari pak kepala sekolah, sedang kan aku tertawa kecil menaham lawakan pak kepala sekolah.
Sampai saat menuju untuk pulang ke rumah pun aku masih tertawa sendiri layaknya orang gila. Sedangkan ayahku diam terpaku, entah karena malu atau malah senang karena di sangka anak muda.
Aku masuk ke mobil sedan putih milik ayahku, duduk di depan tepat disamping kemudi. Ayahku masuk ke mobil lalu duduk dan menarik napas legah.
"Udah ketawanya?" tanyanya sambil memperhatikan aku yang masih senyum senyum sendiri.
"Hehehe, udah" jawabku.
"Yaudah aku jadi pacar kamu aja kalo gitu!"
"Lah kok gitu? Emang ayah nggak mau jadi ayah aku?"
"Masak tiap jalan sama kamu dikira pacar mulu?!" kata Joardi sebel, dan mulai menjalankan mobil.
"Salah siapa muda?!" tegasku. Joardi hanya diam dan tidak bereaksi atas kata kataku. Ia fokus mengendara i mobil menuju pulang kerumah.
Aku yang bosan sambil bersandar di jendela mobil menatap gedung gedung yang berjejer ini, mulai memikirkan aktivitasku selanjutnya.
"Yah, kesana yuk!"
"Tidak boleh!"
"Kalo gitu kesana!"
"Tidak boleh!"
"Sana?"
"Tidak!"
"Sana?"
"Tidak!"
Aku mulai kesal dengan ayah yang tak mengizinkan aku untuk mampir ke tempat yang aku tunjuk. Jika aku bertanya lagi pasti dia akan menjawab 'tidak'. Sampai kesempatanku untuk keluar dari mobil datang dengan sendirinya.
"Oh ayah lupa beli sesuatu" kata ayahku, dan langsung berhenti dan memarkirkan mobil ke tempat parkir yang berada di depan toko yang berjejer ini.
Ayah membuka sabuk pengamannya dan menatapku yang sedang meniup rambutku yang tergerai ke depan seperti model rambut Mbak kunti.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Father Is My Husband
RomansaMenikah dengan sang ayah? Apakah dosa? Apakah salah? Hubungan antara ayah dan anak kini berubah menjadi suami dan istri. Hubungan ini terjalin karena cinta bukan paksaan. Masalah yang muncul menyebabkan kami harus mengorbankan perasaan cinta kami...