Pada penghujung hari yang basah itu, Chenle hampir saja melepaskan sepatu dan melemparkannya ke arah Renjun yang tersenyum jahil saat kelas sudah berakhir lalu terbahak dengan bar-bar. Si Huang tersebut sudah melarikan diri setelah sempat berteriak keras-keras seperti orang sinting dari areal parkir, "JANGAN LUPA MENELEPONNYA, YA!"
Cih, ia yakin sekali kalau lelaki menyebalkan yang berlari dengan payung mencolok berwarna merah muda itu baru saja mendapatkan sebuah sogokan tidak terpuji dari Jung Sungchan. Ah, tidak, tidak. Chenle bukannya baru saja menuduh seseorang dengan sembarangan. Sebab ia melihat mereka tadi sempat berbisik-bisik entah apa sambil sesekali meliriknya, dan secarik kertas bertuliskan sebuah nomor telepon yang diselipkan Renjun di tangan Chenle seolah menjelaskan semuanya.
Entahlah, barangkali dengan itu Renjun jadi mendapatkan imbalan seperti hak untuk menikmati makanan kesukaannya, Chenle tidak tahu. Tapi memangnya menurutmu orang gila mana yang akan menukarkan temannya yang berharga hanya demi sekotak pizza pepperoni?
Terkutuklah Huang Renjun yang menyebalkan! Dasar sialan!
Tetapi satu hal yang jelas untuk saat ini, Chenle lagi-lagi terdiam seperti orang dungu di depan gedung fakultasnya. Menatap hujan yang sepertinya masih belum ingin berhenti menyerang bumi dan mendadak sebal saat mengingat Renjun yang pergi bersama payung sialan itu. Tsk, padahal tadinya Chenle hanya ingin menumpang sampai ke halte depan.
Menghela napas dan hendak memberanikan diri menerobos hujan (itu lebih baik daripada ia harus mendadak menjadi manekin yang membeku di sini sendirian), kening pemuda tersebut sedikit mengernyit saat ponselnya terdengar berdenting sekali. Satu gelembung pesan mendadak melesak masuk dengan nama Jisung tertera di sana dan ia hampir bersorak saat membaca isinya:
Jisung
Ada di mana?Pemuda manis tersebut menekan bibirnya perlahan, menahan senyumnya yang nyaris kelepasan mengembang dengan sempurna begitu saja. Hei, apakah Chenle pernah bilang kalau dengan mengingat nama Jisung saja sudah bisa membuat jantungnya berdegup kelewat cepat? God, bisa gila rasanya.
Jadi sedikit menarik langkahnya mundur untuk menghindari percikan air mengenai tubuh, Chenle berniat ingin bergegas membalas pesan tersebut. Tetapi belum sempat ia menggerakkan jemarinya untuk mengetik balasan, layar ponselnya mendadak berkedip beberapa kali sebelum menampilkan nama kontak pemuda jangkung itu di sana. Oh, great. Park Jisung meneleponnya!
Barangkali setelah menunggu sampai lima detik lamanya, Chenle lantas membasahi kerongkongannya dan kemudian menerima telepon tersebut. Tanpa basa-basi lagi, suara dalam dan berat Jisung langsung berusaha merangsek masuk ke telinga bak letusan mesiu yang mendebarkan.
"Hei," sapanya singkat. "Aku akan menjemputmu. Sekarang kau ada di mana?"
"Kau apa? Tidak, Ji. Tidak perlu menjemputku." Chenle menarik napas perlahan, "Aku sudah ingin menelepon taksi. Kalau aku beruntung, mungkin setengah jam lagi aku akan sampai di rumah."
"Sekarang pikirkan lagi." Pemuda tersebut menjeda sejenak, entah sedang melakukan apa di seberang sana. "Lebih baik menerima tumpangan gratis dariku atau memesan taksi yang membuatmu harus mengeluarkan uang?"
"Opsi pertama terdengar lebih bagus, sebenarnya."
"Benar, bukan?" pemuda tersebut terdengar terkikik pelan, "Jadi sekarang beritahu aku, kau ada di mana?"
"Di depan gedung fakultasku."
Park Jisung menyahut cepat. "Oh, bagus sekali. Kalau begitu tunggu aku di sana."
Chenle menghela napas, memindahkan ponsel ke sisi kiri dan berusaha meyakinkan untuk yang terakhir kali. "Tapi percayalah, kau akan langsung menyesal begitu keluar dari rumah karena di sini sedang huj-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Revolted Heart
Fanfiction📍COMPLETED Pada malam musim panas itu, Chenle mendadak mendapat satu ciuman manis dari lelaki asing yang luar biasa tampan. Pertemuan mereka menjadi hal paling klise dalam hidup, tapi sialnya bisa membuat dada bertalu kelewat cepat. Lalu dua tahun...