Mari kita lihat keadaannya kali ini. Gelas dan peralatan makan, aman. Pakaian dan wajah si manis, aman. Tidak ada tanda-tanda perkelahian, tidak ada tanda-tanda kalau Jaemin dan Chenle baru saja ingin melakukan tindak pembunuhan. Ini terlihat bagus. Tentu saja.
Menarik napas dalam-dalam, Jisung sejenak jadi mengutuk diri sendiri saat kepalanya kembali mengingat bagaimana ia berlari keluar dari gedung olahraga kampus, persis seperti orang kesetanan tatkala mendapatkan telepon dadakan dari Na Jaemin. Mendengar nama Chenle mendadak disebut, (terlebih ia sedang bertindak bodoh dengan meminum soju sementara ia sebenarnya sangat payah dalam hal itu), Jisung jadi bergegas pergi padahal latihan basket masih ada satu sesi lagi. Crap, payah memang.
Tapi untuk sekarang, berusaha menghilangkan bayangan Mark yang mungkin akan memukul kepalanya besok, Park Jisung menemukan dirinya bisa bernapas lega saat melihat Chenle ternyata baik-baik saja. Sepersekon kemudian, kepala tersebut dipalingkan ke kanan hanya untuk melihat keadaan Jaemin yang tidak jauh berbeda dengan Chenleㅡkepala tergeletak di meja, wajah memerah, mata tertutup rapat. Astaga, apakah mereka berdua sedang berusaha bunuh diri dengan minum alkohol sebanyak itu?
Jisung menghela napas setengah frustasi. Sebelumnya, ia memang bergegas datang kemari karena berniat menjemput Chenle saja. Tetapi menemukan kondisi Na Jaemin ternyata tidak jauh lebih baik dari Chenle, lelaki jangkung tersebut mendadak jadi berpikir ia tidak seharusnya meninggalkan Jaemin di sini begitu saja. Ah, tentu. Setidaknya Jisung harus mencarikan taksi untuk lelaki bersurai biru ini, bukan?
Lalu detik berikutnya, setelah membayar untuk makanan di meja ke kasir, Jisung lantas menarik Na Jaemin ke gendongannyaㅡdengan langkah lebar kemudian membawa Jaemin ke dalam taksi yang tadi membawanya ke mari. Dengan alamat apartemen lama yang Jisung beritahukan, taksi tersebut pasti akan mengantarkan Jaemin dengan selamat. Baiklah, ini bagus. Tidak buruk.
Sepersekon kemudian, bayangan Chenle yang masih tertinggal di dalam kedai mendadak melintas di kepala. Jadi menarik langkah untuk kembali memasuki kedai, Jisung lantas semakin mendekat ke arah lelaki manisnya. Ia sedikit menurunkan tubuh dan mendudukkan bokongnya di kursi yang ada di sebelah Chenle, ia lalu menatap wajah si manis dan mengarahkan tangannya untuk menyentuh pipi memerah Chenle sembari berbisik pelan, "Hei, bangun, ya? Kita harus pulang."
Kedua mata Chenle terpejam erat. Keningnya sedikit mengernyit saat Jisung mulai membuat gerakan mengusap pipinya dengan lembutㅡberusaha membangunkan pemuda manis tersebut. Astaga, demi Tuhan! Jisung sedang berusaha mengontrol diri setengah mati untuk tidak mencubit gemas pipi gembil atau puncak hidung lelaki manis di depannya ini.
Kalau besok mengingat apa yang terjadi, Zhong Chenle pasti akan menelan rasa malu. Tetapi di sana, sedikit menggeliat dan bergumam tidak jelas, si manis yang setengah kesadarannya dilahap habis oleh pengaruh alkohol hanya mendesah perlahan dan menyahut serak, "Tidak, tunggu dulu. Kuliahku sudah selesai, aku ingin terus tidur."
Park Jisung sontak menahan napas, memalingkan wajah, dan menahan tawa mati-matian sampai perut terasa nyeri. Memandang wajah yang sudah nyaris mencium permukaan meja tersebut, Jisung menemukan ekspresi Chenle berkerut sejenak, sedikit sebal sebab ia diinterupsi.
Mendengar si manis mendadak melenguh perlahan, Jisung mendadak menyadari kalau pemuda manis ini tidak akan tersadar dengan mudahㅡmengingat ada tiga botol soju di atas meja yang isinya sudah tandas dan Jisung mengerti benar kalau toleransi Chenle terhadap alkohol cukup rendah. Namun melihat wajah Chenle yang semakin berkerut lucu, sepercik ide kecil mendadak melesat memasuki kepala.
Chenle menggeliat pelan. Dalam kesadaran yang sedikit tersisa, ia seolah dapat mendengar sebuah suaraㅡsemanis madu, terdengar hangat, dan dengan telak menyerang pertahannya saat Park Jisung berbisik begitu dekat di telinganya, "Sayang? Bangun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Revolted Heart
Fiksi Penggemar📍COMPLETED Pada malam musim panas itu, Chenle mendadak mendapat satu ciuman manis dari lelaki asing yang luar biasa tampan. Pertemuan mereka menjadi hal paling klise dalam hidup, tapi sialnya bisa membuat dada bertalu kelewat cepat. Lalu dua tahun...