Kalau saja kepalanya memang masih memiliki daya ingat yang kuat dan memori tersebut tidak melenceng, maka satu momen yang mendadak melintas tersebut memang benar-benar ada. Momen yang terjadi saat itu tidak cukup bagusㅡamarahnya mendidih, kontrol atas dirinya sendiri nyaris terlepas, bayang tentang bibirnya yang memagut milik seorang lelaki manis yang setengah gemetaran. Great, Jisung sudah sepenuhnya tersadar sekarang.
Pemuda tinggi tersebut bergerak menumpukan setengah badan dengan siku menopang pada pagar pembatas balkon lantai tiga, menatap kosong pada mobil yang berjajar di bawah apartemenㅡuntuk beberapa detik merasakan dadanya seperti dihantam kekosongan yang luar biasa sementara asap rokok yang masih menyala di antara tautan jemarinya kini bercampur dengan udara.
Barangkali karena beberapa masalah yang seolah ingin menghabisinya dari segala sisi, Jisung jadi tergerak sendiri untuk kembali menikmati satu batang rokok saat jam dinding berdetik pada pukul sepuluh malam. Tidak ada yang bisa diajak bicara. Tidak ada suara lain kecuali deru hujan musim gugur yang terdengar semakin pekat serta suara napasnya sendiri.
Jisung dapat merasakan pelipisnya jadi berkedut saat kembali mengingat sosok Chenle yang tidak pernah bisa ia temui beberapa hari ini. Sial, pemuda manis tersebut benar-benar menghindarinya. Lagi. Lalu bagian terburuknya adalah Jisung tidak memiliki cara yang cukup bagus agar mereka setidaknya bisa duduk berdua dan membicarakan masalah yang terjadi baru-baru ini.
Ah, benar. Mark sudah memberitahu Jisung tentang pertemuannya dengan Chenle tempo hari. Pemuda Kanada itu juga memberitahu kalau ia sudah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Jaemin dan Jisung di masa lalu sampai lelaki manis tersebut tidak pernah mau menemuinya lagi.
Jisung meremas rambutnya setengah frustasi. Sialan. Padahal ia berniat memberitahu Chenle sendiri nantiㅡsetidaknya sebelum Jaemin muncul dan berakhir mengacaukan semua rencananya.
Tidak ada yang berjalan dengan bagus. Shit.
Jisung memalingkan wajahnya tepat pada detik ketika ia mendengar suara mesin mobil dari kejauhan. Di bawah sana, tepat di depan pintu gedung apartemennya, ada sebuah mobil berwarna merah yang baru saja berhenti dan Jisung bisa mendapati sosok mungil yang berhasil membuatnya menggila sekarang keluar dari dalam sana. Zhong Chenle, tentu saja.
Meskipun dengan jarak berpuluh-puluh meter, Jisung masih bisa melihat dengan jelas kalau Chenle keluar dari mobil tersebut dengan jaket hitam yang menutupi kepala, terlihat baru saja melemparkan senyum manis pada seseorang yang ikut keluar dari pintu pengemudi. Ah, dia Jung Sungchan, bukan?
Seperti ada perasaan asing yang kini meletup-letup di dadanya ketika pandangannya menangkap presensi jangkung Sungchan kini berusaha merengkuh tubuh mungil Chenle untuk kemudian mengajaknya masuk ke dalam gedung bersama.
Pulang dari berkencan, eh?
Kalau saja tidak mengingat dia sekarang sedang berdiri di lantai tiga, barangkali Jisung sudah akan lepas kendali dan melompati pagar lalu menerjang Sungchan saat itu juga. Tidak, tidak. Tidak sekarang, itu terlalu bodoh.
Jadi menegakkan tubuh dan melemparkan rokoknya yang masih separuh ke lantai, Jisung kemudian bergegas menarik langkah untuk sampai ke pintu depan. Ia harus bisa berbicara dengan Chenle malam ini. Kepalanya sudah luar biasa pening dan ia bisa menjadi gila kalau pemuda manis tersebut masih terus menghindarinya.
Jadi membuka pintu dengan kalut, Jisung lantas menemukan presensi Chenle ternyata baru saja keluar dari lift di ujung lorong. Pemuda manis tersebut berjalan sendirian. Terlalu fokus pada ponsel di tangannya sampai tidak menyadari sosok tinggi Jisung sudah menunggunya dengan kaku di depan pintu apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revolted Heart
Фанфіки📍COMPLETED Pada malam musim panas itu, Chenle mendadak mendapat satu ciuman manis dari lelaki asing yang luar biasa tampan. Pertemuan mereka menjadi hal paling klise dalam hidup, tapi sialnya bisa membuat dada bertalu kelewat cepat. Lalu dua tahun...