Chenle mendadak merasa agak konyol saat berusaha mengintip kamar Jisung pada pukul tujuh pagi. Pintunya sedikit terbuka, lampu sudah dimatikan dan cahaya dari luar terlihat memenuhi ruangan. Oh, bagus. Dia sudah bangun? Mungkin masih terlalu pagi, tapi Chenle mendadak berpikir ia harus bertemu dengan Jisung—setidaknya setelah kemarin malam pemuda tersebut tidak menyapa Jisung dengan cara yang cukup bagus.
Ha, itu memang benar. Kemarin malam Chenle sangat yakin kalau suaranya pasti terdengar seperti lumba-lumba sekarat yang dicekik saat mempersilahkan Jisung untuk masuk. Ia pasti juga terlihat sangat aneh saat berlari masuk ke dalam kamarnya sendiri setelah mengantarkan Jisung ke tempatnya.
Itu sangat memalukan.
Well, bertemu lagi dengan Jisung setelah momen mengejutkan dua tahun lalu memang benar-benar mendebarkan. Terlebih dengan cara yang tidak main-main. Karena kau tahu, tinggal serumah bersama orang asing yang pernah mencuri ciuman pertamamu bukan hal yang cukup bagus.
Tapi, hei, Chenle tidak bisa membiarkan kesan pertama mereka setelah bertemu lagi terlihat buruk, bukan? Jadi menyapa Jisung setelah apa yang terjadi semalam adalah pilihan yang tepat. Yah, walaupun Chenle tidak yakin saat itu jantungnya akan tetap berdegup dengan normal—bukannya ingin berlebihan, tapi Chenle memang benar-benar merasakan jantungnya seperti akan meledak—tapi minimal dengan mengenalkan namanya, Jisung pasti tidak akan berpikir bahwa Chenle adalah teman serumah yang aneh.
Baiklah, menyebutkan nama dan memberikan sebuah senyuman tidak akan terlihat terlalu berlebihan. Jadi sedikit tergerak karena ingin melihat Jisung, pemuda itu lantas menggeleng dan segera menarik kakinya menjauh dari kamar tersebut.
Tidak. Tidak pagi ini. Coba bayangkan apa konsekuensinya kalau nekat. Daripada sukses membangun konversasi menyenangkan dengan Jisung, Chenle yakin sekali kalau dirinya malah akan mempermalukan diri sendiri. Belum lagi dengan bayangan Jisung yang menciumnya dua tahun lalu kini kembali menguap ke udara. Tidak mau pergi.
Tapi sialnya, pemuda tersebut merasakan tubuhnya membeku saat menemukan presensi Jisung ternyata sudah ada di dapur. Baru saja bangkit dari duduknya saat Chenle sampai di sana. Duh, Tuhan. Boleh Chenle menyebut ini semua sebagai bencana sekarang?
Jisung terlihat menggunakan kemeja berwarna biru cerah, celana jeans dan sedang membawa mangkuk kotor ke wastafel. Jisung mungkin baru saja selesai sarapan, Chenle tidak yakin. Namun yang pemuda tersebut yakini, ia pasti terlihat sangat aneh saat Jisung menolehkan kepala dan berhasil mempertemukan kedua iris mereka dalam satu sekon setelahnya.
Astaga. Chenle merasakan jantungnya seperti berhenti berdegup. Apa dia masih hidup? Dia masih bernapas, bukan?
"Oh, hei, sudah bangun?" Jisung bertanya saat Chenle mengambil langkah ragu untuk mendekat, tersenyum kecil lalu meletakkan mangkuk tersebut di wastafel. "Bersiap berangkat kuliah?"
Chenle sejenak terdiam sementara Jisung masih memperhatikannya. Pemuda manis tersebut mendadak sadar kalau Jisung tidak mengalami banyak perubahan selama dua tahun belakangan. Barangkali memang tubuhnya kini terlihat semakin menjulang, garis wajahnya juga bertambah makin tegas, dan dengan itu Jisung jadi terlihat sangat tampan—dan seksi, oke lupakan—tapi poin utamanya bukan itu, melainkan fakta kalau cara Jisung dalam menatapnya masih sama. Dengan sorot mata lembut dan senyum tipis yang sangat manis. Serius, ini tidak bagus untuk jantungnya sama sekali.
"Ah, ya, kuliah pagi." Pemuda itu memaksakan suaranya agar tidak terdengar gugup. Chenle kemudian menarik napas dan berusaha bersikap biasa saja. Lalu mendadak, bibirnya jadi bergerak di luar kendali, "Kau sendiri juga akan pergi, Ji? Kuliah?"
Chenle menahan napas setelahnya. Rasanya masih sulit dicerna karena ternyata mereka bisa melakukan sebuah konversasi normal tanpa ada sesuatu yang memalukan seperti yang ia pikirkan. Pemuda tersebut mendadak jadi sedikit ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revolted Heart
Fanfiction📍COMPLETED Pada malam musim panas itu, Chenle mendadak mendapat satu ciuman manis dari lelaki asing yang luar biasa tampan. Pertemuan mereka menjadi hal paling klise dalam hidup, tapi sialnya bisa membuat dada bertalu kelewat cepat. Lalu dua tahun...