Chapter 14

1.9K 310 74
                                    

"Pagi ini aku tidak bisa mengantarmu ke kampus," adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Park Jisung beberapa detik setelah ia menemukan Chenle sedang ada di pantry. Ia juga menambahkan tatkala si manis menatapnya dengan sedikit kerutan di kening, seperti, "Aku harus menjemput beberapa temanku. Sekaligus. Jadi mobilnya pasti akan penuh dan sepertinya kau tidak nyaman dengan itu. Tidak apa, bukan?"

"Tidak. Tidak juga," si manis terdiam sejenak. Menatap lawan bicaranya setengah kikuk lalu berkata lagi, "Sebenarnya aku juga tidak ada kelas pagi ini."

Jisung mengangkat satu alisnya, "Begitu?"

Mengangguk perlahan, Chenle lantas kembali mengangkat bibirnya untuk kemudian berujar agak canggung. "Mhm. Lagipula aku juga ada janji bertemu dengan seseorang sore nanti. Berangkat dengan bus sepertinya bukan ide yang buruk."

"Baiklah." Jisung membalas singkat, "Senang mendengar kalau kau tidak akan terjebak masalah karena itu."

Hei, apakah hanya Chenle yang merasa aneh di sini? Pemuda manis tersebut meneguk ludah setengah kesulitan. Entah hanya dia yang merasa atau bagaimana, tapi hari ini Park Jisung bertingkah dengan sedikit berbeda. Maksudnya, benar-benar berbeda seolah mereka baru mengenal satu hari yang lalu dan ia tidak mampu menangkap topik berarti yang bisa dibicarakan selagi keduanya menikmati sereal di pagi hari.

Ini buruk. Tentu saja.

Jadi sedikit memilin ujung kausnya untuk menyalurkan rasa gugup, Chenle lantas bertanya pelan. "Ji, kau marah, ya?"

Si Park tersebut seketika bungkam, sedikit mengernyitkan dahi saat membalas, "Apa? Kenapa marah?"

"Entahlah. Kurasa apa yang terjadi di antara kita kemarin malam tidak berjalan cukup bagus. Aku tidak berniat menghindarimu. Hanya saja rasanya sedikit sulit untuk menghadapimu setelahㅡ"

"Aku tahu," Jisung mendadak memotong, suaranya terdengar sedikit serak dan dingin dalam waktu bersamaan. "Kau hanya ingin menginap di apartemen Huang Renjun, bukan? Itu bukan hal yang serius. Aku mengerti, kok."

Chenle bungkam. Cengkeraman pada ujung bajunya jadi semakin erat tatkala ia menatap lurus pada mata tajam Park Jisungㅡmencoba membaca isi kepala pria tampan itu namun gagal dalam detik pertama. Jika Jisung tidak marah, lantas kenapa kemarin malam ia sama sekali tidak berusaha menghubungi Chenle? Jisung bahkan seperti tidak akan menanyakan dengan siapa Chenle akan bertemu, ia bersikap agak aneh dan sukses membuat Chenle memikirkan praduga paling buruk.

Oh, crap. Payah memang. Chenle sendiri tidak bisa menampik fakta bahwa dirinya juga bersalah. Pergi di tengah-tengah permainan yang hampir klimaks, meninggalkan Jisung yang nyaris menggila, pulang ke apartemen pada pukul enam pagi tanpa pemberitahuanㅡsiapapun saja tolong pukul kepala Chenle agar tersadar sekarang juga. Great.

Kembali memperhatikan si jangkung yang kini berjalan mendekat ke arah kulkas dan mengambil air dingin dari sana, Chenle lantas berujar lagi dengan suara pelan. "Benar tidak marah?"

"Tidak."

Tidak marah, ya? Jisung hanya bisa merutuki dirinya sendiri dalam benak tatkala kebohongan kecil tersebut bisa meluncur dengan sangat mudah dari bibirnya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya Jisung juga tidak punya hak untuk marah. Itu pilihan Chenle jika memang tidak mau melakukannya dengan Jisung. Tapi mau bagaimana pun, Jisung masih bisa merasakan jarak di antara keduanya seolah melebar tak terkendali hanya dalam semalam.

Si manis mengehela napas pelan. Matanya menatap netra Jisung dengan lekatㅡmenelisik ke dalam sana seolah mencari-cari kebohongan yang mungkin saja terjadi. Namun alih-alih mendapatkan apa yang ia inginkan, fokusnya mendadak teralihkan tatkala Jisung menghindari tatapannya dan segera memasukkan botol air putih yang isinya baru ditenggak separuh ke dalam kulkas kembali.

Revolted HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang