Chapter 10

2.2K 389 97
                                    

Pemuda manis tersebut tidak begitu yakin mana yang meninggalkan rasa getir di lidahnyaㅡsepotong ayam goreng yang entah kenapa jadi terasa hambar luar biasa, atau semata-mata akibat kesunyian mencekam yang kini terjadi di depan kedua matanya. Ah, mungkin pula karena ia bisa merasakan sebuah tatapan penuh rasa curiga kini seolah ingin membunuhnya secara perlahan. Ia tidak tahu.

Memorinya masih bisa mengingat jelas sensasi tatkala seorang lelaki manis bersurai biru mendadak mengunjungi apartemen di mana Chenle seharusnya menikmati makan malam bersama pria jangkung lainnya. Namun kali ini, alih-alih berusaha menghabiskan ayam dan pizza di atas meja pantry, Chenle malah menemukan dirinya sendiri ingin menghabisi suasana luar bisa canggung yang membalut presensi dua manusia di sofa ruang tengah.

Lalu seolah ingin melengkapi semuanya, suara jam dinding yang berdetik malah terdengar layaknya detak bom yang siap meledakㅡnyaris seperti ingin melakukan protes besar-besaran untuk mewakili Chenle yang sama merasa sesaknya.

Chenle mencengkeram tangannya sendiri dalam diam.

"Ada hal serius yang ingin aku bicarakan denganmu, Park." Suara serak Na Jaemin akhirnya terdengar ke telinga. Ia menghela napas berat sekilas lalu melanjutkan lagi, "Kau mungkin bahkan sudah bisa menebak alasanku datang menemuimu, bukan?"

Hal sial pertama yang paling disesali Chenle malam ini adalah ia tidak berusaha menghindar dan malah bersikap patuh seperti kerbau yang dicocok hidungnya ketika Jisung memberi perintah agar ia menghabiskan makan malam di pantry. Hal sial kedua, Chenle nyaris tidak bisa menelan makanannya dengan benar sebab hati dan telinganya masih belum siap untuk mendengarkan perdebatan di antara kedua manusia di sana. Tentu saja.

"Sejauh kepalaku bisa mengingat, Hyung, apapun yang terjadi di antara kita sudah sepenuhnya selesai." Park Jisung membalas tidak kalah serak, nyaris terdengar seperti sedang menahan sesuatu agar tidak meledak saat itu juga. "Tidak ada omong kosong yang perlu kita bicarakan lagi."

Jaemin terkekeh pelan.

"Kau masih saja keras kepala, ya. Aku jadi tidak heran lagi kenapa kau selalu terluka sendirian dari dulu." Jaemin menjeda untuk mengambil napas panjang, lalu ia menambahkan lagi. "Bagaimana dengan kesalahpahaman di antara kita? Masih menolak untuk meluruskan semuanya?"

Untuk pertama kalinya dalam hidup Chenle setelah mengenal Park Jisung, baru kali ini si manis itu bisa merasakan desakan rasa nyeri yang luar biasa berusaha merangsek masuk ke dada tepat saat ia menemukan sorot terluka di mata Jisung. Pemuda jangkung tersebut terlihat seolah akan terbakar lagi setelah sempat padam dalam waktu yang lama.

Jisung menggeram rendah. Kepalanya yang sudah luar biasa pening itu akhirnya dipalingkan untuk menatap Jaemin dan kemudian berkata, "Aku sebenarnya tidak ingin meladenimu. Tapi kalau kau masih seperti ini, lebih baik kita bicarakan di tempat lain saja."

"Kenapa?" Jaemin tersenyum miring, dalam hitungan detik langsung memalingkan pandangan untuk menatap Chenle dengan tajam. "Kenapa tidak di sini saja? Apakah itu karena kau tidak ingin teman serumahmu ini mendengar semuanya?"

Pemuda Zhong tersebut menelan ludah getir. Ini mungkin bukan pertama kalinya ia terjebak dalam keadaan krusial yang membuatnya jadi merasa gugup setengah mati. Tapi mendapati seseorang tengah menatapnya seolah ingin berkata, "Jadi ini yang kau lakukan? Menolak untuk membantuku dan malah menyimpan orang yang ingin kutemui untuk dirimu sendiri," ㅡChenle mendadak berpikir ia bisa saja langsung meregang nyawa karena tersedak ludahnya sendiri.

"Ah, benar." Pemuda Na itu mendecih pelan, keningnya semakin mengerut seiring tatapan tidak sukanya yang tidak mau terlepas dari presensi Chenle. "Atau ... kau tidak ingin dia jadi merasa bersalah setelah menghancurkan hubungan orang?"

Revolted HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang