[4] Kebahagiaanmu

50 19 1
                                    


"Aku tulus mencintaimu. Dan aku hanya ingin melihatmu bahagia meskipun bukan denganku"

***

Ku susuri jalanan yang sudah cukup renggang. Orang-orang sudah sampai di sekolah ataupun di tempat kerja. Mungkin kendaraan yang masih di jalan adalah mereka yang telat ataupun mereka yang punya kesibukan berbeda. Atau bahkan mereka yang sepertiku, bolos sekolah untuk menemui sahabatnya.

Angin pagi yang menerpaku serasa lembut membelai kulit. Ku jalankan motor dengan santai sembari menikmati suasana jalanan pagi. Para pedagang kaki lima sudah mulai bersiap-siap menata dagangannya. Ada juga pemilik toko yang sedang membangunkan gelandangan yang tidur di depan tokonya. Ah, hidup memang  berasas hukum alam yang kejam.

Ku parkirkan motor di depan kafe yang ditunjukkan Angger. Terlihat sudah ada motor Angger berjejer di tempat parkir. Pasti dia sudah sampai duluan.

"Hei," seseorang memanggil sambil mengangkat tangan ke arahku.

Dia Angger.

Wajah Angger sama seperti wajah pemuda Indonesia lainnya. Ibunya orang Banjar dan ayahnya asli Jawa. Dari kecil dia di Banjar, baru saat kuliah dia merantau ke Jawa hingga sekarang pindah lagi ke Ibukota. Angger lebih tinggi dariku, bahkan sepertinya lebih tinggi dari Alfa. Kulitnya sawo matang, dan dia berambut lurus pendek dengan sedikit poni yang menjuntai. Sudah lama aku kenal Angger, dan dia masih sama seperti dulu.

"Hei Ngger, udah lama yah?" tanyaku.

"Enggak lama banget sih."

"Gimana kabarnya Fi? Terakhir kita ketemu bulan lalu yah," sambung Angger.

"Kaunya sibuk terus sih."

"Hahaha kemarin aku habis ke Lombok. Kau tau tak? Disana tuh indah banget. Coba saja kau kesana sama Alya, dijamin romantis," ucap Angger bersemangat.

"Dasar kau ini, masih ingat saja tentang Alya. Padahal sudah sebulan kita tak bertemu."

Aku pernah bercerita tentang Alya dan Alfa. Tak cerita banyak, tapi dia selalu ingat. Dan yang aneh, meskipun aku sudah tak menceritakan tentang Alya lagi, tapi dia selalu tau informasinya.

"Bagaimana aku tak ingat. Alya kan cinta sejatimu hahaha," nikmat sekali Angger mengejekku.

"Sudah lah, lupakan saja."

"Fyuuh,, ada apa? Ada tugas?" Sambungku

Angger sering memberiku tugas, dan seringnya yang aneh. Paling tidak setiap sebulan sekali dia memberiku sebuah misi. Aku selalu menyanggupi misinya, karena cukup menyenangkan. Dan aku juga selalu dibayar oleh Angger disetiap misi yang berhasil kujalankan. Biasanya Angger memberiku cek senilai 5 juta sampai 15 juta, tergantung kesulitan tugasnya.

Itulah alasan mengapa aku bisa menabung dan membeli motor sendiri. Aku juga sudah membeli motor lagi saat kelas 2 SMA kemarin. Aku membeli supermoto jenis Kawasaki D-Tracker X warna hitam bercampur silver dengan sedikit tambahan warna hijau. Awalnya papah juga bingung kenapa aku bisa membeli motor sendiri, dan dapat uang dari mana. Aku hanya bilang uang hasil nabung dari uang saku bulanan. Papah pun percaya.

"Iya Fi, seperti biasa. Nanti malam, kamu bisa kan?" Angger pun to the point mengatakan maksdunya bertemu denganku.

"Nanti malam yah? Hmm ... Bisa."

"Nanti malam kau pergi ke hotel ini, dan main gitar di sana mengiringi penyanyi di sana. Ini alamat sama Handsfreenya, seperti biasa," ucap Angger sambil menyerahkan sepucuk kertas, sebuah Handsfree, dan juga satu kotak hitam kecil.

GALVANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang