9. Jadi Itu Alasannya

1.8K 330 25
                                    

Terlalu takut bisa membuat orang tidak bisa berpikir dengan jernih, itu yang aku alami sekarang.

"Hahaha, becanda. Tuan Presdir Yuno tentu orang paling tampan sedunia. Calon suamiku yang super duper kuper tampan." Aku memberikan dua jempol. Bibir tersenyum lebar hingga gigi Pepsodent terlihat menyilaukan.

"Nggak usah banyak mulut, cepat masuk mobil."

Wajahnya datar tanpa ekspresi, dasar Presdir songong. Mungkin, seumur hidup tidak pernah tertawa. Heran, manusia seperti itu kok hidup.

"Sebentar, saya ambil ransel dulu di kamar atas."

Aku segera berlari ke arah tangga di samping gedung, naik ke lantai 3, segera mengambil tas yang sudah dipersiapkan sejak semalam. Beberapa kali memukul kepala. Tak memiliki cara lagi untuk lepas dari orang itu.

Jurus Raiden tidak berlaku untuk situasi ini. Ancamannya adalah nyawa, tapi mulutku malah menjadi batu loncatan menuju kematian. Sekali lagi aku memukul mulutku sendiri.

Kami duduk satu mobil, sangat canggung. Aku sampai lupa caranya bernapas dengan paru-paru. Jantungku tidak bisa berdetak dengan normal saking gemetaran.

Kini, di sampingku Yuno melipat tangan di dada. Rahangnya yang kuat dan tegas tanpa senyum sedikit pun. Pandangannya ke depan sembari asik menguyah permen karet. Mirip bos mafia. Aku hanya meringkuk di sampingnya seperti anak ayam.

Kami menuju Jakarta Timur, tempat orang tuaku berada. Mobil pengawal depan dan belakang seperti iring-iringan presiden. Tapi, bukannya merasa terhormat aku malah seperti merasa diperlakukan seperti tahanan kelas kakap.

"Aku sudah pesan gedung dan sebar undangan, desainer akan menemuimu nanti malam untuk mencoba gaun. Oh, gaun juga sudah dipesan Tinggal menyesuaikan ukurannya. Pernikahan akan berlangsung tiga hari lagi."

"Apa? Tiga hari?" Aku terkejut sampai tidak sadar sudah berteriak.

"Kenapa? Kau keberatan?"

Jika aku menjawab iya maka peluru akan menancap di kepalaku dan besok mayatku akan dimakan ikan di laut.

"Haha tidak apa-apa. Tapi apa nggak terlalu buru-buru?"

"Kalau semua sudah beres, kenapa harus menundanya?"

"Ah, iya juga." Aku menggaruk belakang leherku yang tak gatal.

Bukankah dia bilang akan lamaran hari ini? Kenapa persiapan sudah matang seperti itu? Sultan memang bebas. Tapi, ini adalah pernikahanku dan sedikit pun aku tidak melakukan apapun selain datang.

Aku merasa tekanan batin sampai membuat sesak. Tiga hari lagi menikah. Rasanya ingin tertawa lebar. Leluconnya sangat lucu. Tapi kenapa kenapa aku malah ingin menangis?

"Di depan orang tuamu jangan sampai salah panggil, cepat panggil aku Yuno."

Maksud dia aku disuruh berpura-pura? Raja akting sekali dia. Menyebalkan.

"Iya, Yuno."

Sekali lagi meneguk ludah, hidupku benar-benar akan segera berakhir. Selama 3 hari ini waktu tersisa aku akan mencoba menikmati hidup sebelum hari kematian yang sudah dijadwalkan.

Mobil memasuki gerbang, rumah dengan cat abu-abu itu berdiri kokoh berlantai 2. Ada kebun di samping rumah. Dulu, aku biasa bermain di sana dengan Mama. Merasakan sinar matahari walaupun tidak bisa melihatnya.

Kami turun dari mobil dipayungi pengawal, di teras Papa dan Mama sudah menunggu. Mama terlihat khawatir melihatku.

"Assalamualaikum," ucapku dan Yuno bersamaan. Seketika aku langsung menoleh, dia tidak canggung dan langsung menyalimi Papa dan Mama.

Mendadak Jodoh (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang