"Masih nunggu Teh Zara?" tanya Anggun, temen sekelas gue. Gue mengangguk lemah dengan wajah yang kusut.
Pasalnya ini udah setengah jam lebih gue nunggu jemputan dari yang Teh Zara janjiin. Padahal jarak rumah ke sekolah gak terlalu jauh, lima belas menit juga sampai. Kalau gak macet sih.
"Naik angkot aja hayu. Lama nunggu terus mah," ajak Fira, yang emang selalu pulang bareng sama Anggun. Gue menggeleng lagi tanda tak mau.
Bukannya lebay atau gimana, tapi gue kalau naik angkot tuh suka pusing. Kadang mual pengen muntah, jadi sejak kejadian memalukan 3 taun lalu di angkot saat itu gue memutuskan untuk berhenti naik angkutan umum itu.
Kalau Teh Zara gak bisa jemput, kadang gue naik gojek.
"Duluan aja sana. Paling bentar lagi juga datang," titah gue menyuruh mereka untuk segera pergi.
"Yaudah deh, kita duluan ya?"
Iya udah sono.
Tersisalah gue sendirian di depan pos satpam. Sambil memeluk tas gue meratapi nasib saat ini. Coba Hendery satu sekolah sama gue, mungkin tiap hari nebeng ke dia. Dia 'kan punya motor. Tapi sayangnya, sekolah gue sama dia jauh banget. Emang ajip bapak Gumilang nyekolahin anaknya di sekolah yang jauh sama gue.
Gak lama, sebuah mobil warna hitam berhenti di depan gerbang sekolah. Mata gue membulat ketika seseorang turun dari kursi penumpang sebelah kemudi. Itu Teh Zara?!
Segera gue berdiri dan menghampirinya. "Teteh kok lama banget sih? Tau gak aku pegel nunggu disini setengah jam? Ini mobil siapa lagi?" cercah gue dengan beberapa pertanyaan yang beruntun. Teh Zara malah nyengir.
"Ban motornya meledug anjir di jalan, jadi terpaksa harus didorong ke bengkel. Eh ketemu sama temen terus dia nawarin tebengan," jelasnya, gak lupa masih nyengir.
"Buruan masuk, temen Teteh ini," katanya menarik tangan gue untuk masuk ke dalam mobil.
Dan betapa terkejutnya gue mendapati wajah A Winwin ketika membuka pintu mobil tersebut. Jadi temen Teh Zara yang dimaksud tadi itu A Winwin???
"Hai, Anaya," sapanya, mau gak mau gue balas nyapa dan tersenyum kikuk. Lalu duduk di kursi penumpang bagian tengah sementara Teh Zara disamping A Winwin.
"Udah, yuk!" ujar Teh Zara. Mobil pun melaju lagi.
Selama di jalan gue hanya diam. Sesekali melirik A Winwin dan Teh Zara yang.... akrab? Apa-apaan katanya gak deket, tapi ini apa ketawa-ketawa sama dia.
"Eh iya, Anaya kelas berapa sekarang?"
Tiba-tiba A Winwin nanya gue. Gue yang terlalu kaget hanya memasang wajah cengo sambil lirik sana sini karena bingung harus jawab apa.
"Eung, anu... aku kelas 12," jawab gue.
"Oalah, berarti beda dua taun dong sama kita?" tanyanya lagi.
Hah, sama kita??
"Iya, Win beda dua taun. Kamu tau Aheng 'kan? Nah mereka tuh solmet an dari masih bolon." bukan, bukan gue yang jawab. Tapi Teh Zara.
Sumpah ya Teh Zara, pulang nanti bakalan gue interogasi sampe malam.
—
"Der, lebih suka dipanggil Aheng apa Dery sama gue?" random emang gue nanya ginian ke Hendery.
Orang yang ditanya malah sibuk makanin basrengnya.
"Hendery ih!"
"Naon sih?" budeg.
"Ih! Lebih suka dipanggil apa sama gue? Dery apa Aheng???"
"Sayang aja."
Musnah aja sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
bittersweet of winwin ✔
Fanfiction- a winwin short au "yah gitu lah pokoknya," kata Anaya ketika seseorang bertanya tentang hubungannya dengan Winwin. disclaimer: ada beberapa dialog yang campur bahasa sunda starring: winwin x oc start: 18 januari 2021 end: 6 februari 2021 ©lemwonade