Terkadang segala sesuatu itu memang perlu direncanakan. Sebab tidak ada yang bisa menjamin jika semua serba mendadak akan berjalan dengan lancar.
Terlebih sebuah mimpi besar yang bagi sebagian orang cukup sulit dicapai. Termasuk bagi Rania.
Mengingat bagaimana perekonomian keluarganya saat itu membuat Rania memilih untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Dengan hati yang lapang, Rania memilih mengalah kepada Ryu. Biarlah ia cukup tamatan SMA tapi ia tidak mau adiknya bernasib sama dengannya.
Itulah alasan mengapa Rania cukup giat mengais rezeki. Terlebih rezeki datang dari mana saja tanpa terduga.
Selesai menyeduh teh hangat untuk bisa ia nikmati bersama saat duduk diteras rumah. Rania terdiam menatap awan malam yang gelap dan dibeberapa titik terdapat bintang kecil yang masih tertangkap dengan mata telanjang.
Tiba-tiba pikirannya membawa pada Ryu. "Kemana lagi dia ya Allah," gumamnya sembari mengecek ponsel siapa tau Ryu mengabarkannya. Namun hasilnya nihil.
"Assalamualaikum."
Rania sontak menoleh kearah pagar. Dari suaranya Rania kembali berfikir kali ini siapa lelaki yang datang?
"Waalaikumsalam, iya sebentar," Rania menguncir rambutnya dalam perjalanan menuju pagar untuk melihat sang tamu nya itu.
Melihat siapa yang tiba Rania sontak mengerutkan dahi. "Ada apa ya?"
Pria itu tampak ragu untuk berbicara namun dirasa ia sadar kalau itu membuat Rania terlalu lama menunggu. "Ryu nya ada kak?"
"Ryu nya belum pulang. Mampir dulu deh yuk kayaknya sebentar lagi pulang," sambut Rania dengan membuka pagarnya lebih besar.
Tidak tau kenapa, Rania melihat laki-laki ini terus menunjukkan ekspresi ragunya. "Duh gimana ya kak..."
"Kemaleman ya? Atau ada barang kamu yang ketinggalan di Ryu? Biar kakak ambilin."
Ia segera menggelengkan kepalanya. "Engga ada kak cuma mau ngomong aja sih, tapi boleh deh aku tunggu sebentar."
Dengan begitu Rania tersenyum dan mempersilahkan masuk. Rania membawa laki-laki itu duduk dikursi yang berhadapan dengan kursi yang sebelumnya ia duduki.
"Kamu tunggu sebentar ya kakak buatkan minum dulu."
"Iya kak makasih."
Rania pun melenggang masuk kedalam rumah untuk memberi wejangan pada tamunya itu.
Ditengah kegiatannya, benar saja Ryu tiba dirumah. Ketika mendengar suara Ryu, Rania meninggalkan dapur dan mencoba mendatangi tamunya itu. Namun belum sampai diteras, Ryu sudah masuk kedalam rumah lebih dulu dengan mimik wajah yang tidak bersahabat.
"Dek kamu dari mana? Gak minum kan kamu?" tanya Rania yang menghentikan Ryu dengan memegang kedua bahunya.
"Mba dia ngapain kesini?" bukannya menjawab pertanyaan Rania, ia malah membuat pertanyaan baru dengan suara yang terdengar tidak suka.
Rania mengintip keluar jendela dan mendapati laki-laki itu mondar mandir. "Itu temen kamu kan? Dia mau ketemu sama kamu katanya."
Ryu berdecak. Melepaskan pegangan tangan Rania dan membuka kulkas untuk meneguk minuman disana. "Jangan sembarangan nerima tamu mba. Dia bukan orang baik."
"Kamu ngomong apaan?" Rania tampak terkejut dengan lontaran adiknya. "Dia gak ada gelagat aneh nya lho. Kamu abis minum ya?"
"Enggak." Ryu menjawab singkat. Membuka kedua matanya lebih lebar dengan ibu jari dan telunjuknya. "Liat. Aku nggak mabok. Aku gak bohong soal dia orang jahat. Jadi mending mba usir dia, aku mau mandi terus istirahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wishes
FanfictionBagaimana kehidupan Rania yang merawat dan menghadapi adiknya, Ryu, yang bagi Rania penuh dengan rahasia dimasa lalunya. Harapan besar Rania untuk mengembalikan sikap adik nya yang dulu. Namun Rania tidak pernah paham alasan Ryu menjadi yang sekaran...