Bagian 13

128 6 2
                                    


"Ayu, silakan pilih sepeda yang kamu suka, sekalian pilihkan buat Adel, ya?" tawar Kendra saat mereka tiba di toko sepeda langganannya.

Alena menatap heran pada Kendra karena harga kebanyakan sepeda-sepeda di toko itu dibandrol di atas enam juta. Suaminya tidak mengacuhkan malah berlalu menyapa pemilik toko teman di komunitas sepeda.

Ayu berbisik-bisik pada Alena menebak apa tujuan Kendra setelah menghakimi Anita minggu lalu, apakah ini penebusan atas dosanya? Ayu kegirangan, karena saat ini memang sedang trend olah raga bersepeda. Sepeda mereka terakhir dijual Alena untuk biaya sekolah Adel.

"Kamu juga beli saja, Al. Nanti kita bersepeda bareng setiap minggu. Koh Alam itu ketua komunitas bersepeda aku."

"Jangan, Mas. Sayang uangnya."

"Sayang itu sama suami, bukan sama uang," ucapnya. Alena terkekeh mendengar candaan suaminya.

Ayu nyengir mendengarnya dan bersemangat memilih-milih sepeda.

"Budgetnya berapa, Pak Ken?"

"Terserah kamu. Tapi, kalau bisa cari yang harganya di bawah tujuh juta," ucapnya meralat.

Saat Ayu asyik bergerilya, Kendra mendekati Alena.

"Ayo pilih saja, biar makin kencang body-nya," ucapnya berbisik dengan tatapan menggoda. Alena mencubit pinggangnya dengan keras dan membuat Kendra meringis.

Tiga buah sepeda dengan total tujuh belas belas juta uang yang didebit dari rekeningnya diangkut ke mobil.

*****

Minggu pagi Kendra mengajak keluarganya bersepeda sekalian memperkenalkan keluarga barunya pada teman-teman komunitas sepeda yang sudah dikenal sejak tiga tahun terakhir. Komunitas yang berisi campuran orang-orang dari berbagai profesi dan gender. Beberapa di antara mereka ada yang rutin membawa anak dan pasangannya juga, hingga Alena tidak segan untuk bergabung.

Kendra berada di belakang Ayu yang berdampingan dengan Alena menyisir jalanan kota kemudian berbelok ke arah pedalaman yang asri dengan pepohonan dan sungai. Sesekali mereka berfoto bersama saat beristirahat.

*****

"Kak Nit minggu ini enggak pulang, ya?" tanya Kendra setelah mandi sore.

"Enggak, Mas," jawab Alena pelan sembari melipat pakaian.

"Mungkin dia masih marah. Biarin saja dulu," jawabnya melepas handuk satu-satunya kain yang menutup tubuh.

"Mas, malu, ih," ucap Alena menutup mata.

"Malu atau mau? Sudah tidur bareng, kok, masih merasa malu?" tanyanya menggoda.

Alena membalikkan tubuh menghindari pandangan matanya yang mengundang hasrat. Tubuh atletis Kendra berbalut kulit putih cukup menggelitiknya.

"Sudah pakai kaus, nih! Ayo, balikkin lagi badannya. Enggak boleh, loh, membelakangi suami," ucapnya mengancingkan celana pendek berwarna khaki.

Untuk Alena, rambut basah sehabis keramas dengan tubuh terbalut kaus membuat Kendra terlihat seksi.

Kendra duduk di samping Alena menceritakan interogasinya pada Verdian minggu lalu. Menurutnya, Anita hanya buta karena cinta hingga memutuskan untuk menikah di usia muda. Menikah itu membutuhkan lebih dari sekadar cinta. Komitmen lebih penting. Karena dari komitmen itu, bisa membuktikan berapa besar tanggung jawabnya terhadap keluarga.

Dia meyakinkan Alena agar tidak salah paham dengan sikapnya. Ketiga anaknya adalah perempuan yang berparas cantik dan akan mudah bagi setiap lelaki mendekatinya. Kendra menginginkan sebagai orang tua ikut andil dalam mengarahkan calon pasangannya kelak, jangan semata-mata mengandalkan cinta hingga menoleransi semua hal yang buruk. Saat berpacaran kita akan lebih mudah memaafkan pasangan dan menoleransi, tapi dalam dunia pernikahan hal-hal itu justru akan memicu pertengkaran.

Step DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang