Telling a Secret

744 130 24
                                    

Tengah malam saat semua orang sudah terlelap, Rion masih terjaga, sebab memikirkan keinginan anak gadisnya yang enggan kuliah di dalam negeri, dan juga memikirkan kalimat Noushin tadi siang. Membuat Rion jadi dilema berat.

Ingin hati, dia tidak mau anak semata wayang nya jauh dari pandangan, tapi dilain sisi, dia menyetujui perkataan Noushin.

"Kalau Pak Rion memberikan penawaran lengkap seperti tadi, gimana caranya dia mandiri?"

"Mandiri artinya dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Kalau Pak Rion terus memberikan penawaran seperti itu, Adrastea tidak akan pernah tau bagaimana rasanya berdiri sendiri kedepan nya."

"Karena kadang, semesta sangat tidak terduga. Jadi ada baiknya, manusia harus punya bekal mengandalkan diri sendiri, sedini mungkin. Sebab bisa jadi, esok, keadaan akan berbanding terbalik dengan kemaren."

Dia pening. Memijat kepalanya pelan seraya menghela napas, Rion pun bangkit dari tempat tidurnya untuk menuju kamar Adrastea. Karena sejak siang tadi, anak itu mendiamkan nya, seperti biasanya kalau sedang ngambek. Beruntungnya, Adrastea tidak pernah mengunci kamar saat tidur, sehingga Rion bisa masuk begitu saja, lalu duduk disisi ranjang seraya membelai kepala Tea dengan lembut.

Tau kenapa Tea tidak pernah mengunci kamar? Itu karena, katanya, "Kalau nanti ada setan masuk, aku bisa langsung kabur tanpa susah-susah buka kunci. Kan kalo lagi panik tangan jadi gemetaran." Rion akan selalu ingat dengan kalimat itu, kalimat yang  membuatnya terkekeh jika terlintas dikepala nya.

Anak gadisnya memang sepenakut itu dengan setan. Dan karena itu pula, kadang-kadang jika Rion rindu Adrastea yang seperti anak kecil, dia sengaja mengajaknya nonton film horor, supaya anak gadisnya nggak mau lepas darinya. Itu sudah terbukti ampuh, karena selama film berlangsung dan sesudahnya, Tea selalu menempeli Papi nya, bahkan mau ke toilet pun Rion harus ada di depan pintu sambil disuruh nyanyi.

"Papi?"

"Kenapa sih? Papi depan pintu nih."

"Jangan diem aja dong."

"Terus ngapain? Salto gitu? Atau kayang?"

"Nyanyi. Nggak apa-apa suara Papi jelek juga, yang penting---" Saat itu Rion malah usil menirukan suara tawa kuntilanak hingga Tea langsung teriak.

"PAPIIII!"

"Hahahaha penakut banget sih."

"Biarin! Buruan nyanyi!"

"Emang belum selesai juga pipisnya?"

"Mules, sekalian pup."

"Astaga Adrastea..."

"Piiii... Ayolah."

"Iya-iya, mau lagu apa?"

"Apa aja deh, buruan." Dan kemudian Rion pun mulai menyanyikan lagu potong bebek angsa, membuat Tea yang ada di dalam jadi terbahak.

Rion lagi-lagi terkekeh saat mengingat betapa lucu nya tingkah anak semata wayang nya itu. Dan jika Adrastea jauh darinya selama bertahun-tahun... Rion tidak tahu bagaimana kehidupan nya nanti.

"Anak Papi sekarang udah gede ya, sampai-sampai mau nekad buat ninggalin Papi dan belajar mandiri."

Ada rasa haru ketika sepasang mata Rion memandangi wajah lelap putrinya. Dia mengulas senyum sambil terus memberikan sentuhan hangat dan penuh cinta seorang Ayah.

"Jangan jauh-jauh dong, nanti Papi kangen."

"Iya, Papi egois. Maaf ya?" Kemudian Rion mengecup kening Tea cukup lama, sampai-sampai anak itu menggeliat kecil sebelum kemudian perlahan-lahan membuka matanya.

Me vs PapiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang