Nyaris tiga minggu---terhitung sejak malam hari jadian mereka---Tea enggak pernah tahu kabar Sean bagaimana. Entah cowok itu tersesat di mana, Tea udah enggak peduli lagi. Dia capek mencari informasi cowok itu, karena semua jawaban nya sama; "Enggak tahu, Tea. Sean juga enggak ngirim surat izin apa pun ke sekolah."
Bahkan Gaby dan Akrie yang dekat juga enggak tahu. Jadi yaudah, Tea berpasrah diri. Terserah Sean maunya gimana. Toh, Sean juga enggak ada disaat dirinya dilanda perasaan enggak jelas kemaren, waktu Papi konfirmasi rencana pernikahan. Padahal, Tea masih ingat kata-kata cowok itu yang kata nya bakal selalu ada di saat dia sedang tidak baik-baik saja.
"Halah, bullshit. Emang dasarnya fuck boy, ya susah." Tea bermonolog. Memikirkan Sean membuat emosinya jadi meningkat. Dan jika sudah seperti itu, cuma cokelat atau pun ice cream yang bisa menolong nya. Tea pun bergegas keluar kamar untuk kemudian turun ke dapur.
Dia membuka kulkas, lalu melihat pada wadah khusus cokelat, yang kini kosong. Tea mendengus. Dia pun membuka freezer, untung nya masih ada ice cream di sana. Tea pun mengambil nya lalu dia bawa ke ruang keluarga.
"Non Tea, lapar ya?" Tanya Bi Martem, yang membuat Tea menengok ke arah nya lantas menggeleng.
"Aku cuma pengen makan ice cream, Bi."
"Oh yaudah, kalau lapar nanti Bibi siapin."
"Hm. Oh iya Bi, Papi mana ya?"
"Tadi baru aja pergi."
"Kemana? Sama siapa? Kok aku enggak diajak?"
"Enggak tahu, Non. Bapak enggak bilang apa-apa tadi." Tea mendengus. Agak kesal juga karena Papi pergi enggak bilang-bilang. Karena biasanya, meskipun cuma mau ke Indofebruari, Papi selalu mengajak nya. Lalu seketika, Tea sadar sesuatu.
Ini malan minggu dan Papi udah enggak jomblo.
"Ah... Pasti ngapelin Mami." Tea bergumam sebelum kemudian memasukan ice cream nya kedalam mulut.
"Bisa jadi sih, Non. Soalnya tadi Bapak wangi banget. Pake baju rapih juga. Ganteng pol pokoke si Bapak." Tea tidak menggubris ucapan Bi Martem, meskipun dia mendengarkan nya.
Sampai kemudian ketika Bi Martem bergegas pergi karena bel rumah berbunyi, Tea berdecih. "Anak nya enggak boleh pacaran, bapak nya malah pacaran terussss."
Tea mendengus lagi. Pokoknya Tea kesal sama Papi.
"Non, ada tamu." Tea memejamkan mata. Orang lagi kesal, malah dibilang ada tamu. Ya Tuhan... Rasanya Tea pengin marah. Tapi enggak bisa, Bi Martem tuh baik banget. Dan akhirnya, Tea mencoba untuk mengontrol diri.
"Bi... Kan Papi enggak ada. Dan Bibi tahu kan, kalau aku enggak mau nemuin tamu nya Papi?"
"Bukan tamu Bapak. Tapi tamu Non Tea." Maka Tea yang semula menyandarkan punggung nya pada sandaran sofa, langsung duduk tegak.
"Hah? Siapa?"
"Itu loh, yang pernah jadi murid Non Tea."
"Sean?"
"Iya, Mas Sean. Udah Bibi suruh masuk, mumpung Bapak enggak ada, Non. Hehe."
"Bibi ngapain suruh dia masuk? Suruh pulang lagi aja. Aku enggak mau ketemu dia." Bukan nya senang, Tea malah semakin kesal. Bahkan makan ice cream pun sudah tidaj berselera.
"Yakin nih Bibi suruh pulang?"
"Hm."
"Emang enggak kangen? Enggak mau memanfaatkan kesempatan buat keluar rumah? Papi enggak ada loh." Tea terdiam seraya menatap Bi Martem yang terus menggoda nya sambil mesem-mesem.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me vs Papi
RandomKisah sederhana namun rumit dari mereka yang menjadi satu-satunya. Tentang Asterion Helios yang menjadi orang tua tunggal dan anak semata wayang nya, Adrastea. Karena sebenarnya menjadi satu-satunya itu tidaklah mudah. • Publish awal pada 2019. • P...