Bagian 11

551 41 1
                                    

Bagian 11

Perlahan Alex membuka mata dan menyadari sekelilingnya. Dia berbaring di tempat tidur, tempat tidur yang bagus. Sinar matahari masuk dengan cerahnya dari jendela, menghangatkan kamar ini. Alex tidak tahu di mana dia, dan bagaimana ia bisa sampai di sini, yang ia ingat hanyalah rasa sakit dan ketakutan. Dan juga mimpinya yang gelap tanpa ada orang di sana yang mendengar rintihannya, tidak ada yang peduli. Tapi semuanya sudah berlalu, dan ia menyadari dia tidak sendirian. Seseorang berada di sampingnya, memeluknya hangat. Seseorang yang memandangi dan tersenyum manis padanya. Alex harus memperjelas penglihatannya dan menyadari seseorang tersebut adalah seorang perempuan, perempuan yang sangat cantik. ‘Malaikatkah?’

    “Sayang, mama tahu, kau takkan meninggalkan mama lagi, sayang…,” ia tersenyum dengan air mata di pipinya, dan mencium pipinya.

Alex mengerut heran. Terakhir yang ia ingat dia berada di jalan, basah kuyup dan kedinginan. Di jalan. ‘Di mana ini? Dan siapa perempuan ini?’

Alex mengedarkan matanya dan melihat dia sedang berada di sebuah kamar yang terindah yang pernah ia lihat (tapi, berapa banyak juga kamar yang pernah ia lihat selain kamar besar di St. Peter dengan 12 tempat tidur sederhana di sana). Dan di sana ada perempuan lain berdiri dengan tersenyum lega, dan memberi isyarat untuk tetap tenang, seperti yang sudah diperkirakan jika dirinya terbangun.

Alex mencoba untuk bangun, tapi tidak terjadi apa-apa! Dia sama sekali tak dapat bergerak, dan perempuan yang ada di sampingnya menahannya untuk tetap berbaring.

    “Shs…, mama di sini, sayang, kembalilah tidur…,” dengan mengusap pipinya halus dan menenangkannya.

    “Mama?” dan dia harus tersenyum. Tak butuh banyak kata, Alex merasakan tenang dan damai, meski ia tidak tahu siapa perempuan ini. Alex tak punya kekuatan untuk bangun, dan membiarkan tubuhnya tetap berbaring di dalam pelukan perempuan hangat ini. Semoga ini bukan mimpi. Dan dengan cepat ia kembali terlelap tidur.

    “Dia terlihat sangat lemah, Emma,” Mary seraya mengusap pipinya yang cantik.

    “Ya, Milady.”

    “Ini salahku, Emma, aku membuatnya seperti ini, aku menurunkan tubuhnya yang lemah ini…, semua ini salahku,” air matanya kembali jatuh di pipinya yang cantik dan pucat.

    “Bukan…, Milady…. Nona Edele tidak apa-apa, dia akan baik-baik, Milady.”

Mary hanya tersenyum, dan masih mengusap-usap pipi putrinya yang sangat halus. Dikecupnya sekali lagi, dan menyusulnya tidur.

Emma menarik nafas dalam-dalam sikap Nyonyanya. Perih terasa, tapi ia dapat memahami mengapa Tuannya sampai terpikir akan rencana yang awalnya tidak masuk akal. Ini untuk Nyonya, dan dirinya akan melakukan apapun untuk Nyonyanya.

Namun tak lama kemudian, Emma menyadari Milady mengalami penurunan fisik. Nafasnya terdengar berat dan tersengal-sengal, dan semakin terlihat pucat.      

    “Tuan!”

George Waldegrave langsung berlari ke kamar dan melihat Mary sudah sangat lemah. Ia langsung memeriksanya. Kondisi Mary menurun drastis. Ia tahu ini akan terjadi, Mary terlalu mendorong fisiknya terlalu kuat, tapi Mary tidak sekuat itu.

     “Baiklah, sayang, giliranmu untuk istirahat,” seraya mengangkat tubuh lemah istrinya.

Beauty Love AdelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang