Bagian 5

716 50 9
                                    

Bagian 5

Keesokan harinya, Ben bangun lebih awal dari Alex dan melakukan sedikit kontak dengan Alex. Ben mulai tidak mempedulikan Alex. Ben terpaksa melakukannya untuk membuat Alex membencinya, sehingga tidak akan begitu sakit jika Ben meninggalkan dia.

                Sehari penuh Ben benar-benar tidak mempedulikan Alex, sampai Alex kesal sendiri.

    “Bennie! Kamu kenapa sih?” tanya Alex langsung begitu bisa berhadapan dengan Ben.

    “Nggak pa-pa,” Ben berkilah.

    “Kamu aneh!”

    “Aneh? Nggak.”

    “Terus kenapa kamu nyuekin aku?”

    “Aku nggak nyuekin kamu,” protes Ben jengah.

    “Iya!”

Ben menggigit  Nanarnya.

Alex-pun hanya menghela nafas. 

   “Bennie, bisa tolong aku_?”

   “Alex!” Ben setengah membentak sebelum Alex menyelesaikan kalimatnya, “Alex, aku pikir, ini saatnya kamu berhenti bergantung padaku. Kamu udah 11 tahun, kamu harus bisa melakukan semuanya sendiri.”

Alex terhenyak dengan ucapan saudaranya, “Bennie?”

    “Iya, kayaknya aku udah nggak bisa bantu kamu lagi.”

    “Hah? Maksud kamu?”

    “Aku pengen kamu melakukan semuanya sendiri, dan berhenti minta tolong sama aku. Aku capek jadi pengawal kamu.”

Alex berkerut tak perceya mendengarnya, “Bennie?”

    “Mungkin kamu bener, kamu sudah nggak sakit lagi, itu artinya kamu bisa mengurus diri kamu sendiri, dan bisa membela diri dari siapapun. Bahkan kalau kamu butuh obat, kamu bisa melakukannya sendiri tanpa harus diingatkan atau disuapin, karena aku nggak akan bantu kamu lagi, aku bukan pembantu kamu!”

Nanar Alex ternganga dengan pucatnya dan terkaget tidak percaya.

   “Tapi aku kira, kamu senang melakukannya, Bennie?”

   “Iya, dulu. Tapi sampai sekarang kamu masih aja nggak bisa apa-apa dan terus bergantung  bikin aku capek tauk!!! Kamu sudah sebelas tahun,  kamu harus bisa apa-apa sendiri. Pantesan Tom suka ngerjain kamu, karena kamu anak yang manja dan lemah, nggak bisa apa-apa. Cuma jadi beban buat semua orang.”

Mata Alex terbelalak dengan kagetnya. Dia syok dengan ucapan Ben dan tidak percaya mendengarnya. Air mata sudah mengalir di pipinya. Ben saudara kembarnya yang ia sayangi dan menyayanginya. Refleks Alex langsung memukul pipi Ben dengan air mata yang tak terbendung lagi. Hatinya sakit sekali.

    “Kamu nggak perlu ngomong begitu, Bennie. Nggak usah kamu bilang juga aku sudah lama pengen melakukan semuanya sendiri, tapi nggak pernah kamu izinin. Jadi jangan salahin aku kalau aku bergantung sama kamu, karena kamu sendiri yang bikin aku bergantung sama kamu! Dan sekarang aku benci sekali sama kamu! Aku kira kita saudara, aku kira kita saling menyayangi, aku kira kamu sayang aku, tapi ternyata nggak, kamu nggak pernah sayang aku!” penuh emosi Alex mengeluarkan semuanya,  dan dengan menangis ia berlari meninggalkan Ben yang kini ternganga tekejut.

Hati Ben serasa tertusuk. Dia tidak percaya Alex akan bisa mengatakan itu semuanya dengan berani, tidak seperti Alex yang biasanya. Dia tahu Alex marah dengan ucapannya. Pipinya terasa sakit. Disentuhnya pipi yang kini terasa linu. Alex baru saja memukulnya. Dirinya memang sudah keterlaluan. Air mata langsung membasahi pipinya. Perasaan bersalah langsung menyergap,

Beauty Love AdelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang