Dua Puluh Dua

6 2 0
                                    

Brak!

Suara dobrakan pintu dari luar itu membuat Sandi yang tengah merokok di pinggiran jendela mengumpat marah. Lintingan dengan bara di ujungnya itu sampai lepas dari himpitan jemarinya. Menggelinding jatuh hingga sampai di pagar pembatas balkon.

Sialan masih setengah pendek.

Setelah ia lirikkan matanya, laki-laki itu mendapati sang sepupu brisiknya.

Sandi berdecak. Laki-laki itu pun berdiri. Kemudian membungkuk sembari memanjangkan tangan guna mengambil rokoknya yang masih sayang. Tetapi gerakannya kalah cepat dengan sendal rumahan yang Kiya gunakan. Perempuan dengan kaos hitam bertuliskan SYDNEY itu sudah lebih dulu memijaknya.

Sandi kembali mendengkus kasar. Keras sekali hingga Kiya mendengarnya. Tanpa mengucap sepatah kata, Sandi kembali lagi di kursi kayunya. Duduk santai menopang kaki tanpa menghiraukan keberadaan Kiya. Tangannya yang satu ia gunakan untuk mengambil lagi satu lintingan dari sekotak rokok yang berada di meja.

"San!"

Sandi menyelempitkan rokok itu ke bibirnya. Mengambil korek, lalu mematiknya hingga berbara. Menghisap pelan lalu menghembuskannya santai.

Uhuk! Uhuk!

Kiya yang berada tak jauh dari Sandi itu pun terbatuk ketika menghirup asap yang mengebul. Dia menutup hidungnya dengan lengan kemudian menarik-narik kaos Sandi.

"Ck! Jauh-jauh sono."

"Ihh gue mau ngomong! Matiin dulu rokoknya!"

Sandi kembali berdecak. Capek sendiri sebenarnya sedari tadi berdecak. Namun tak urung juga, laki-laki itu mematikan rokoknya.

Melihat Sandi yang menurut, Kiya pun tersenyum senang. Setelahnya perempuan itu berjalan menuju pagar pembatas. Bersidekap sembari melihat jalanan komplek yang nyatanya lumayan ramai. "Gue beberapa hari lalu lihat Calla boncengan sama cowok."

"Dan cowoknya bukan Raka." Lanjut Kiya.

Sandi masih anteng. Laki-laki itu sekarang sibuk dengan game online di ponselnya. Suaranya yang keras, membuat Kiya berbalik dan menatapnya jengkel.

"San! Lo nggak kaget gitu?!"

"Ngapain?"

"Yaa, gue nggak kenal loh sama dia. Kalo pun dia sodara, ya paling enggak gue tau lah. Tapi ini gue nggak tau."

Sandi tersenyum remeh tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. Laki-laki itu tidak habis pikir mengenai pola pikir perempuan yang curigaan. Belum tentu siapa-siapa kan?

"Lo nggak percaya sama gue? Nih ya, abis itu gue buntutin mereka nah ternyata mereka tu ke komplek Ratu Asih, itu yang rumahnya gedong-gedong. Dan lagi, sampe di rumah itu Calla sama cowok itu nemuin satu cowok lagi."

"Aish sialan!" Umpat Sandi. Kiya tau unpatan itu ditujukan pada permainan noob yang Sandi lakukan.

"Lagian heran deh gue. Temen lo kemana sih? Sekarang gitu ya dia. Nggak nganterin Calla lagi. Suruh pulang sendiri. Ih--"

"Lo kalo nggak tau apa-apa diem." Ucap Sandi sarkas. Laki-laki yang tadinya acuh itu langsung bereaksi. Emosi saja tiba-tiba ketika Kiya menyinggung kelakuan Raka yang sedikit berubah.

"Kok lo nyolot?" Balas Kiya tidak terima. "Lagian itu orang emang aneh. Berubah sekarang. Udah pernah kasar sama Calla, berani ngerjain guru, buang-buang makanan yang dibawain Calla. Dan ngapain dia disekolah tadi? Ish, ya pantes sih kalo Calla mulai cari cowok lain."

Sandi meletakkan ponselnya kasar. Menyorot Kiya tajam. "Lo nggak tau apa-apa, Ki!"

Kiya mundur, kaget dengan ucapan Sandi yang tiba-tiba membentaknya. "Lo apaan sih?"

SincerityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang