Dua Puluh Sembilan

4 1 0
                                    

Sudah dua hari Raka bersikap acuh tak acuh pada orang-orang disekitarnya. Terutama yang pernah dekat dengan dia.

Sandi saja dibuat kelimpungan ketika satu hari lalu tiba-tiba Raka berpindah tempat duduk. Laki-laki itu memilih duduk sendirian tepat di depan meja guru. Tak biasanya. Pasalnya meja itu hanya diisi oleh mereka yang paling akhir datang ke kelas. Sedangkan Raka, laki-laki itu bahkan berangkat paling pagi dari semuanya. Terlebih lagi ketika Sandi berusaha membuka obrolan, Raka sudah lebih dulu pergi. Melengos keluar kelas tak menghiraukan keberadaan sohibnya itu.

Hal ini tentu membuat sebuah tanda tanya besar di kepala Sandi. Kenapa Raka menghindar? Dan parahnya lagi hal ini terjadi pasca hari putus Raka dengan Calla.

Berbicara mengenai Calla, ketika keduanya berpapasan tanpa sengaja, Raka sudah lebih dulu memutus jarak. Laki-laki itu memilih berbalik atau berbelok agar tidak berpapasan dengan mantan kekasihnya itu.

Tentu saja hal ini membuat Calla kian merasa tersakiti. Mau bagaimanapun juga Calla masih belum mampu menerima kenyataan ini. Walaupun kata putus itu keluar dari bibirnya sendiri, tetapi nyatanya si hati kecil menginginkan hal lain. Ia masih sangat menyayangi Raka.

Dua hari pasca mereka putus, Raka bahkan tidak sekalipun menemuinya. Untuk sekadar aksi protes atau rasa ingin meminta penjelasan mengenai satu hal pun tidak. Yang ada laki-laki itu justru terus menghindar. Semacam, ini adalah hal yang memang sudah menjadi sebuah garis di hubungan mereka. Semacam, Raka yang memang menginginkan hal ini terjadi.

"Cal!" Calla tersentak dari lamunannya. Perempuan itu terkejut ketika matanya melihat secup jus alpukat tengah disodorkan kepadanya. Tanpa sadar segaris senyum Calla terbit di bibirnya.

Ternyata Raka masih sangat--

Senyuman Calla luntur seketika ketika melihat siapa si pemilik tangan yang tengah meyodorkan jus alpukat itu.

"Lo suka jus alpukat kan? Kebetulan gue tadi dari kantin. Nih."

Calla menghela napas pelan. Ini bukan Raka. Dan kenapa dia jadi teringat dengan Raka?

"Makasih ya Ru, ini uang--"

Daru terkekeh pelan, "ya ampun Cal, gue ikhlas kali beliin lo. Ini buat lo." Ucapnya sembari tersenyum manis. "Yaudah, gue balik ke kelas dulu ya. Jangan lupa diminum."

Calla menjatuhkan tangannya yang membawa uang sepuluh ribu itu dengan lemas. Selalu saja seperti ini. Semenjak kabar putusnya dengan Raka tersebar seantero sekolah, sekarang justru banyak sekali anak cowok yang tidak Calla kenal memberinya sesuatu. Calla bukan kepedean kalo mereka semua berusaha untuk mendekatinya, tapi memang betul seperti itu adanya.

Daru tadi salah satu contohnya. Laki-laki itu kerap sekali memberikan makanan juga hadiah selama dua hari ini. Calla bahkan terpaksa menerima karena tak enak ketika Daru memaksanya.

"Ciye... Daru lagi?"

Calla melirik Kiya dengan malas. Menggeser jus alpukat itu ke hadapan Kiya. "Buat kamu aja, Ki."

"Ya ampun Cal, beruntung banget nggak sih lo? Habis putus eh banyak banget ikan yang deketin. Nggak nyangka sahabat gue tuh--"

"Diem, Ki!"

Kiya langsung merapatkan bibir comelnya. Memang, Kiya kadang tidak bisa mengontrol apapun yang keluar dari bibirnya. Kepalanya bilang apa, yasudah langsung keluar lewat mulut.

Sembari meringis Kiya pun menusukkan sedotan pada cup jus alpukat dari Kiya barusan. Mengingat jus ini, Kiya jadi ingat bagaimana keseharian Raka yang terus mengirimi Calla jus ini selesai pelajaran olahraga.

Dengan bibir yang masih terselip sedotan, Kiya melirik Calla. Perempuan itu tengah bertopang dagu dengan mata yang tertuju lurus. Kiya yakin, Calla tengah berada di ruang ilusi.

Semenjak putus dengan Raka, sahabatnya itu menjadi kian pendiam. Enggan berbicara kalau tidak dipancing juga kerap sekali menjelajah ruang ilusi. Eh ngomong-ngomong tentang Raka, Kiya jadi geregetan sendiri. Sombong sekali anak itu sekarang. Tidak pernah menyapa bila berpapasan. Juga kerap sekali bersikap acuh ketika dipanggil.

Menurut cerita dari sepupunya, Kiya juga tau bagaimana kelakuan Raka di kelas. Laki-laki itu sekarang senang menyendiri. Kiya jadi khawatir mengingat Raka yang sebenarnya--yah kalian juga pasti tau. Tapi mengingat bagaimana Raka sendiri yang berusaha menarik diri dari lingkungan sekitar membuat Kiya jadi malas sendiri.

Jus alpukat di hadapannya tinggal separuh. Kiya pun merogoh ponsel di saku roknya. "Yahhh, powerbank! Gue butuh powerbank!" Ucapnya heboh. Tangan Kiya pun merambat ke laci mejanya. Mencari-cari dimana letak si penghidup hidupnya itu.

Kiya mengernyit ketika mendapati berbagai benda aneh di lacinya. Mengeluarkan satu per satu kemudian ia taruh di atas meja. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati berbagai macam coklat, bunga, beserta kado-kado lainnya keluar dari laci mejanya dengan Calla.

"Wah gila! Yang ngebet sama lo banyak juga, Cal! Satu dua tiga, coklatnya ada tiga. Satu--"

"Berisik, Ki!"

Kiya acuh. Perempuan itu mengambil sebuah gulungan kertas merah muda yang terselip di pita coklat. Seperkian detik kemudian dia tertawa terbahak ketika selesai membacanya. Matanya sampai berkaca ketika mendapati sebuah gombalan garing yang ditujukan pada Calla. Tentu saja Calla, tidak mungkin dirinya!

"Cal, lo terima?"

"Aku nolaknya gimana? Tau kapan mereka taronya aja enggak. Dimakan aja yang bisa dimakan, temen-temen yang lain dikasih. Aku mau ke kamar mandi."

Selepas mengatakan itu, Calla keluar begitu saja. Rasanya aneh. Calla tidak mau seperti ini. Dia sedikit merasa terganggu? Pasca dia putus dengan Raka, hidupnya semakin banyak diusik. Banyak cowok-cowok yang menggodanya ketika dia lewat. Dan Calla risih sekali.

Sampai ketika dia berada di sebuah koridor sebelum koridor kamar mandi, mata Calla menemukan Raka disana. Laki-laki itu juga dengan jelas tengah memandang Calla. Sampai beberapa detik kemudian Raka memutuskannya. Kembali berbicara pada seseorang yang berada di sampingnya lalu membawa perempuan itu untuk berbalik menjauhinya.

Hati Calla sakit kembali. Tepat di depan matanya, tangan yang semula selalu berada di genggaman tangannya itu kini sudah berada di genggaman perempuan lain. Calla ingat, itu adalah adik kelas yang sempat membuat Calla ngambek saat dia dan Raka masih berpacaran.

Apa hubungan kamu udah dimulai sejak saat itu? Jadi ini alasannya ketika kamu bahkan nggak minta penjelasan dari aku.

Mata Calla sudah berkaca. Melihat bagaimana perempuan itu tertawa senang berada di genggaman tangan Raka kian menggores hatinya. Dulu, dia yang berada di posisi itu.

"Cal?"

Calla tersentak ketika ada yang menepuk pundak kirinya. Sebelum menoleh, Calla menyempatkan untuk mengusap matanya yang tadi berkaca. "Sandi?"

Si empunya nama tak melihat Calla. Laki-laki itu justru melihat lurus dimana Raka beserta perempuan itu berada. "Raka--"

Belum sempat Sandi menyelesaikan kalimatnya, Calla buru-buru memotong. Dia enggan mendengar kalimat dari Sandi yang padahal dia sendiri sudah melihatnya. "Sekarang kita udah masing-masing. Nggak ada yang salah dengan apa yang barusan aku dan kamu lihat."

# # #

Bab dua sembilan

Duhh, maaf banget ya updatenya lama😭

Semoga kedepannya enggak telat lagi ya. Hehe doain.

Salam,
Semoga suka❤

SincerityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang