3. Karavan-karavan Datang

121 9 2
                                    

Akhirnya tiba juga kedua karavan yang dipesan datang. Berjam-jam lamanya keempat anak itu berdiri menunggu di pinggir jalan.

Ternyata Ibu meminjam dari seseorang kenalan lamanya. Anak-anak berjanji untuk merawat dengan cermat serta menjaga agar tidak ada yang rusak. Dan kini mereka berdiri di depan rumah, tak sabar lagi menunggu kedatangan kedua karavan itu.

"Sekarang ini karavan ditarik dengan mobil," kata Julian. "Tapi masih bisa juga ditarik dengan kuda. Aku ingin tahu bagaimana bentuknya dan apa warnanya."

"Mungkinkah seperti kereta kuda orang-orang gipsi yang rodanya besar-besar?" tanya Anne. Yang dimaksudkannya suku pengembara yang banyak berkelana di Inggris, Eropa, dan juga Amerika Utara. Orang gipsi berasal dari India.

Julian menggeleng.

"Ah, tidak! Kata Ibu, kita akan dipinjami karavan-karavan modern. Serbalengkap peralatannya. Dan juga tidak terlalu besar, karena seekor kuda takkan kuat menghela kereta yang terlalu berat."

"Mereka datang, mereka datang! Aku sudah bisa melihatnya!" seru George tiba-tiba hingga ketiga saudaranya kaget. "Lihat, itu kan yang kelihatan di sana?"

Mereka semua menajamkan mata, menatap kejauhan. Tapi mata mereka tak setajam George, jadi yang tampak cuma sebuah bintik yang bergerak. Tapi George bisa mengenali 2 buah karavan yang berjalan beriringan itu.

"George betul," kata Julian sambil memicingkan mata. "Itu karavan-karavan kita, masing-masing ditarik sebuah mobil kecil."

"1 merah dan yang lain hijau," kata Anne. "Aku pilih yang merah. Ayo, cepatlah sedikit!"

Akhirnya kedua kendaraan itu sudah cukup dekat hingga bisa dilihat dengan jelas. Anak-anak berlarian menyongsongnya. Kelihatannya bagus sekali! Modern dan langsing potongannya. Pasti enak tinggal di situ!

"Lantainya rendah sekali, nyaris menyentuh tanah!" kata Anne. "Dan lihat roda-rodanya, begitu rapi terpasang di sisi. Aku paling senang yang merah. Pokoknya aku pilih yang merah!"

Kedua karavan itu masing-masing dilengkapi sebuah cerobong asap kecil, jendela empat persegi panjang di kedua sisinya, serta 1 jendela kecil lagi di sebelah depan. Di bagian belakang ada pintu lebar dengan 2 anak tangga untuk turun. Tirai-tirai kecil yang indah berkibar di jendela yang terbuka.

"Karavan yang hijau bertirai merah sedang yang merah bertirai hijau!" kata Anne lagi. "Aduh, aku kepingin melihat-lihat bagian dalamnya.

Tapi ia tak bisa masuk karena pintu terkunci. Jadi ia hanya bisa ikut-ikutan dengan saudara-saudaranya yang berlari-lari mengikuti kedua karavan yang menuju ke rumah itu. Sambil berlari Anne berseru-seru,

"Ibu! Ibu! Karavan-karavan sudah datang!"

Ibu bergegas menuruni tangga rumah, karena ingin melihat. Beberapa saat kemudian pintu-pintu karavan sudah dibuka. Segera anak-anak masuk ke dalam. Terdengar seruan-seruan gembira dari bagian dalam kedua karavan itu.

"Di satu sisinya ada pembaringan--di situ kah kita tidur nanti? Wah, asyik!"

"Lihatlah bak cuci yang kecil ini--kita mencuci piring di sini. He! Air mengucur dari keran-kerannya."

"Dan juga ada kompor sungguhan untuk masak. Aku lebih senang jika kita masak di luar saja, dengan api unggun. He! Coba lihat wajan-wajan ini--begitu mengilat! Dan cangkir-cangkir serta piringnya juga tersedia."

"Kelihatannya seperti rumah sungguhan tapi kecil. Di sini lapang ya? Ibu, susunannya bagus sekali ya! Ibu tidak kepingin ikut dengan kami?"

"He-kalian tahu airnya datang dari mana? Dari tangki yang terpasang di bawah atap itu. Rupanya itu tempat menampung air hujan. Dan lihat alat pemanas air ini. Hebat ya!"

Lima sekawan : BerkelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang