Perubahan Sikap Yang Aneh

81 8 6
                                    


Nooby sebenarnya kepingin sekali ikut naik ke atas dan makan malam bersama sahabat-sahabat barunya. Tapi ia takut berpapasan dengan Lou serta pamannya, pada saat mereka kembali dari atas bukit itu.

"Kita kan bisa dengan mudah berjaga-jaga, dan memperingatkan jika mereka nampak atau terdengar," kata Dick. "Dan kau bisa bersembunyi di balik semak, sampai mereka lewat. Kau boleh percaya deh, kami sendiri juga tak kepingin bertemu lagi dengan mereka!"

"Kalau begitu aku ikut!" kata Nobby. "Akan kuajak Barker dan Growler, karena mereka sudah kepingin berjumpa lagi dengan Timmy."

Mereka berlima berangkat mendaki bukit, diiringi kedua anjing piaraan Nobby. Mula-mula mengambil jalan memintas, tapi tak lama kemudian napas mereka sudah terengah-engah karena capek. Karena itu mereka lantas memilih jalan yang biasa. Walau lewat situ lebih jauh, tapi juga lebih mudah didaki.

Mereka terus berjaga-jaga, tapi kedua laki-laki pemarah tadi ternyata tidak kelihatan.

"Sebentar lagi kita akan sudah sampai di karavan," kata Julian. Kemudian didengarnya Timmy menggonggong di kejauahan. "He! Kenapa Timmy menggonggong seperti itu? Jangan-jangan kedua orang itu datang ke ke karavan kita!"

"Untung Timmy kita suruh menjaga di situ," kata Dick. "Kalau tidak, bisa saja kita kecurian!"

Baru saja kata-kata itu diucapkannya, muka Dick langsung menjadi merah padam. Ia teringat, laki-laki yang dicurigainya itu paman Nobby. Mungkin saja anak itu merasa tersinggung mendengarnya berbicara, seolah-olah menuduh Tiger Dan melakukan pembongkaran.

Tapi Nobby sama sekali tak merasa tersinggung.

"Kau tak perlu menyesali kata-katamu mengenai pamanku," katanya dengan suara yang masih tetap riang. "Aku juga tahu, dia memang jahat. Lagipula, dia bukan benar-benar pamanku. Ketika ayah dan ibuku meninggal dunia, aku diwarisi uang sedikit. Dan ternyata mereka meminta Tiger Dan agar aku diasuhnya. Ia lantas mengambil uangku dan menyebut dirinya paman. Sejak itu aku harus ikut terus dengan dia."

"Kalau begitu, ia satu sirkus dengan ayah-ibumu," tanya Julian.

"Memang – ayahku dulu juga pelawak, seperti Tiger Dan," kata Nobbu. "Keluargaky sedari dulu selalu menjadi badut sirkus. Tapi tunggu saja sampai aku sudah cukup dewasa. Aku akan minggat! Aku akan menggabungkan diri dengan sirkus lain, di mana aku akan diperbolehkan mengurus kuda-kuda. Aku paling senang dengan kuda! Tapi petugas sirkus kami jarang mengijinkan aku mendekati binatang-binatang itu. Kurasa ia cemburu, karena aku pandai mengurus kuda!"

Anak-anak memandang Nobby dengan kagum. Bagi mereka anak itu benar-benar luar biasa: berjalan-jalan dengan simpanse jinak, pandai melatih serombongan anjing sirkus, tinggal bersama kepala pelawak, pandai berjumpalitan, dan ingin sekali mengadakan pertunjukan bersama kuda-kuda! Benar-benar anak istimewa. Dick agak iri terhadap Nobby.

"Kau pernah sekolah?" tanyanya pada Nobby. Anak itu menggeleng.

"Belum pernah! Aku tak bisa menulis. Kalau membaca, bisa juga sedikit-sedikit. Kebanyakan orang sirkus memang begitu, jadi tak ada yang mempersoalkannya. Tapi kalian pasti pintar sekali! Wah, kurasa bahkan Anne yang kecil ini saja sudah pintar membaca buku!"

"Ah, sudah sejak bertahun-tahun aku pandai membaca," kata Anne agak bangga. "Dan salam berhitung, kami sekarang sudah mulai dengan angka pecahan."

"Huh! Apa itu – pecahan? Yang pecah apanya, sehingga harus dihitung-hitung?" tanya Nobby heran.

"Tak ada yang pecah," jawab Anne geli. "Maksudku menghitung angka-angka yang lebih kecil dari satu! Seperti seperempat, setengah, tujuh perdepala[an dan sebagainya. Tapi aku lebih kepingin bisa berjumpalitan seperti kamu, Nobby – daripada tahu caranya menghitung pecahan!"

Lima sekawan : BerkelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang