Beberapa Kejadian Beruntun

43 4 3
                                    

Sekonyong-konyong Julian ketakutan setengah mati. Ia berpikir-pikir, apakah tidak lebih baik jika ia meluncur saja turun dari atap lalu cepat-cepat lari. Jika benar kedua laki-laki itu bermaksud hendak menjatuhkan kearafan ke bawah bukit, wah gawat! Kecil sekali harapannya akan bisa selamat.

Tapi Julian tak bergerak dari tempatnya. Ia berpegangan pada cerobong asap sementara kedua laki-laki itu mendorong karavan dengan sekuat tenaga.

Karavan itu bergerak sedikit ke arah tepi serambi titik tapi kemudian berhenti titik Julian merasa keningnya basah karena keringat dingin. Dilihatnya kedua tangannya gemetar. Iya malu pada dirinya sendiri karena merasa takut. Tapi kenyataannya memang begitu. Julian ketakutan setengah mati.

"He! Jangan sampai jatuh ke bawah!" Kata Lou kaget. Hati Julian lega mendengarnya. Ternyata kedua laki-laki itu tidak bermaksud menghancurkan karavan! Mereka hanya menggesernya saja karena ingin mengambil sesuatu yang ada di bawahnya. Tapi apakah benda itu? Julian memeras otak. Ia berusaha mengingat-ingat, bagaimana rupanya tanah di lembah itu ketika ia mengundurkan kedua karavan ke situ. Sepanjang ingatannya cuma lekukan biasa yang penuh dengan tumbuhan liar yang rendah.

Sekarang kedua laki-laki itu sudah mulai mengorek-ngorek lagi di dekat tangga di bagian belakang karavan. Julian nyaris tak kuat lagi menahan rasa ingin tahunya tapi ia juga tidak berani berkutik. Nanti saja jika Lou dan Dan sudah pergi, ia akan punya kesempatan untuk melihat rahasia mereka.

Sementara itu ia harus sabar menunggu. Kalau tidak, bisa kacau semua!

Julian mendengar kedua laki-laki itu berbicara dengan suara pelan tapi tak terdengar jelas kata-kata mereka. Sekonyong-konyong--sepi. Tak terdengar lagi orang bicara. Tak ada benturan ke dinding karavan, tak ada suara mendengus atau terengah-engah. Sunyi sepi! Julian masih belum berani bergerak. Mungkin saja kedua orang itu masih ada. Ia tak mau sampai ketahuan. Agak lama juga Julian menunggu dengan perasaan heran. Tapi tak ada lagi yang didengarnya.

Kemudian ia melihat seekor burung hinggap di semak. Burung itu mengepak-ngepakan sayap sambil mencari remah-remah roti. Julian tahu burung-burung jenis itu tidak terlalu jinak. Burung-burung itu sering terbang mendekat bila anak-anak sedang makan. Tapi mereka baru mau turun kalau anak-anak sudah pergi.

Kemudian muncul seekor kelinci dari liang di sisi bukit. Kelinci itu melompat-lompat kian kemari dan tiba-tiba lari ke arah lekukan.

Yah, pikir Julian. Jelas kedua laki-laki tadi tak ada lagi di sini, karena kalau tidak binatang-binatang itu takkan mau muncul. Itu ada seekor kelinci lagi. Rupanya Lou dan Dan sudah pergi entah ke mana! Kurasa aku sekarang bisa mengintip dengan aman.

Julian menggeser tubuhnya ke tepi atap sebelah belakang karavan lalu memandang ke bawah. Tapi di tanah tak tampak apa-apa. Di situ tak ada bekas-bekas yang menunjukkan apa yang dilakukan kedua kedua laki-laki tadi dan kemana mereka sekarang pergi! Semak-semak rendah di situ tumbuh sesubur tempat sekitarnya. Tak ada jejak sedikitpun yang menunjukkan apa yang begitu menyibukkan Dan dan Lou selama itu.

Benar-benar aneh, pikir Julian. Ia mulai berpikir, jangan-jangan ia cuma bermimpi saja. Kedua laki-laki itu tak ada lagi seakan-akan lenyap begitu saja! Bagaimana jika aku turun dan memeriksa sebentar? Ah, lebih baik jangan! Mungkin saja kedua orang tadi tiba-tiba muncul lagi. Sudah jelas mereka akan sangat marah jika menjumpai aku di sini. Mungkin aku dan kedua karnaval ini akan didorong jatuh ke kaki bukit!! Padahal tebing di sini curam.

Julian berbaring di atap karavan sambil berpikir-pikir. Tiba-tiba ia merasa lapar dan haus Untung saja terpikir olehnya tadibuntuk membawa makanan sebagai bekal. Setidak tidaknya sekarang ia bisa makan sambil menunggu low dan dan muncul lagi. Kalau mereka muncul!

Julian mulai memakan rotinya. Rasanya enak sekali! Selesai roti disikat, menyusul kue jahe buatan Bu Mackie. Sedap! Untung Julian tidak lupa membawa buah Prem titik kalau tidak, pasti ia akan kehausan sekali titik sambil makan buah yang melemparkan biji-bijinya ke bawah. Tiba-tiba ia kaget sendiri.

Lima sekawan : BerkelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang