Waktu demi waktu berlalu, Damar, Si malaikat kecil penyejuk tumbuh semakin dewasa dan cerdas. Kepintarannya mungkin memang keturunan namun itu tidak membuatnya malas belajar dan mencoba hal-hal baru. Permainan kesukaannya lego.
"Membangun dunia itu pake lego itu bisa nggak sih, Pak?", Tanya Damar dengan mulut kecilnya.
"Bisa kalau Damar sekolah tinggi jadi arsitek terus bangun rumah Damar sendiri pakek lego.", jawab bapaknya sambil menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan aneh yang keluar dari mulut anaknya. Heran. Tidak terduga pertanyaan anaknya, seolah-olah anaknya terlahir langsung dewasa tanpa mengalami fase anak-anak.
Ibunya menimpali, "Walah pak, pak. Wong pertanyaan anak kecil kok ya dijawab berat banget gitu, mana Damar e ngerti tho pak e."
Seisi ruangan pun tertawa. Hanya Damar merasa cukup mengerti dan berkhayal sejenak. Dia membangun rumah beserta isinya dengan ide pikirannya sendiri dan semua orang mengikuti apa yang dikatakannya.
Benar apa yang dikatakan orang-orang, kalau ucapan itu bisa jadi doa. Bahkan candaan orangtua dan dirinya di masa kecil yang sudah samar-samar diingatan, menjadikan Damar dewasa, seorang arsitek dengan etos kerja yang tinggi. Semua orang kagum dengan cara bekerja yang dilakukannya. Rapi, efektif dan efisien. Membuat perusahaan tempatnya bergabung terkenal cukup agresif dalam hal popularitas dan nama Damar selalu disanding-sandingkan dengan segala hal positif yang terjadi di perusahaan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Say NO
Short Story"Bukannya dia anak bangsawan ningrat yang membenci kaum urban macam aku gini. Cewek urakan ke mana-mana sama laki beda-beda. Terserah sih, kalau aku mah se-bodo amat." -Mala, pemagang kelas teri yang memaksakan diri mengikuti arus ala anak milenial...