"Tumben banget Damar di luaran ketawanya gitu banget.", ujar sesosok laki-laki tinggi tegap dengan kulit coklat dan kumis tipisnya, Danisworo Mahendrajaya yang akrab dipangil Danis. Salah satu sahabat dekat Damar dan salah satu yang menyimpan rahasia Damar kalau dia anak bangsawan Pramudya. Trah Pramudya dan Trah Hendrajaya memang sudah berteman secara turun –menurun. Bedanya, Danis tidak risih dan ragu jika orang-orang mengetahui apabila dia adalah keturunan ningrat versi original langsung dari Trah Hendrajaya.
Prinsipnya ketika ditanya Damar, "Lah, apa salahnya, Dam. Itu udah takdir kita, jalani aja, nikmati manfaatnya dan tanggung akibatnya. Yang penting seimbang. Lagian jaman sekarang banget, apa sih yang nggak pakai nama keluarga dan embel-embel orang dalam."
Danis bergegas masuk ke ruangan dan melihat sahabatnya dengan sesosok perempuan, oh itu anak baru yang masuk tim Damar, pikirnya.
"Dam!!", seru Danis memanggil Damar.
Seketika, tawa Damar dan Mala berhenti kemudian menoleh ke arah sumber suara. Damar pun tersenyum melihat sahabatnya datang kemudian menyambutnya dengan high five kemudian berpelukan. Terlihat sekali jika memang mereka sahabat dekat, karena kehadirannya satu sama lain bisa merubah mood mereka menjadi lebih baik.
Mala yang kikuk tiba-tiba kedatangan orang baru, kemudian berdiri dengan posisi tegap kemudian mulai merapikan jilbabnya, yang keadaan sebenarnya sudah baik-baik saja, dilanjutkan dengan menganggukkan kepala sopan kepada teman Damar ini.
Sesaat mata Danis dan Mala bertemu, dan Danis mengkerutkan dahi. Merasa familiar dengan wajah dihadapannya saat ini.
Begitupun dengan Mala, matanya nyaris melompat keluar, hatinya mencelos dan dia mengggigit bibirnya sampai ada rasa asin di lidahnya. Danis, laki-laki yang dia sempat dia benci.
Melihat respon ekspresi kedua orang yang baru saja bertemu ini, Damar pun memutuskan memperkenalkan keduanya.
"La, ini ketua tim yang bakal kerja bareng sama kita, Danis. Dia sekaligus sahabat gue.", Damar memperkenalkan Danis kepada Mala.
Sedetik Mala mengucapakan istighfar kemudian bismillah dalam hati keras-keras dan mencoba memperbaiki ekspresi yang sempat dia tunjukkan tadi dengan tersenyum. Mencoba setulus mungkin, agar semua tahu kalau dia tidak terpengaruh apapun dan mendoktrin otaknya agar berpikir, everything is alright, Mal.
"Hai, saya Mala. Anak magang di tim Damar.", Mala mencoba memperkenalkan dirinya sembari mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Iya. Damar beneran dekat dengan Danis, bahkan dia memperkenalkannya dengan Danis dengan kata 'loe-gue', maka Mala pun mencoba sok dekat juga dengan menyebut nama Damar langsung kepada Danis, tanpa embel-embel mas atau kakak atau pak. Tidak tahu kenapa, hal usil itu sempat-sempatnya terlintas di kepala Mala. Entahlah, gengsi mungkin.
Muka semakin terkejut serta-merta ditunjukkan oleh Danis. Mala. Ya, dia hampir tidak bisa mengenalinya karena saat ini sosok wanita dihadapannya saat ini menggunakan hijab. Melihat Mala yang mengulurkan tangan, untuk menunjukkan itikadnya meski enggan, dia pun menyambut jabat tangan itu sambil berkata pelan, "Danis."
"Tumben lemes banget lu, kayak orang nggak kena asupan makanan seabad. Lantang dikit ngapa. Sok malu-malu lu. Jijik, Nis, nggak cocok.", seru Damar disambut dengan pelototan Danis dan pelukan ketat di leher Damar hingga Damar tidak bisa bernapas baru 'pitingannya' dilepaskan Danis.
Mala pun tanpa sadar tertawa kecil, melihat Damar berkelakar sepuasnya, sosok lain yang baru saja dia tahu apabila di hadapan orang terdekatnya.
Sesaat terlintas dipikirannya, Danis sudah dewasa begitupun dia. Apa yang terjadi di masa lalu biarlah berlalu. Mari hidup untuk sekarang, nanti dan masa depan. Mala pun yakin, Danis juga berpikir seperti itu. Apalagi itu sudah hampir 7 tahun yang lalu.Meilhat kedua lelaki dewasa itu melanjutkan obrolan, Mala pamit undur diri untuk melanjutkan pekerjaan yang lain. Profesional adalah di atas segalanya, meski dia tahu pertemuannya dengan Danis akan berlangsung lama untuk beberapa saat ke depan karena pekerjaan ini mengharuskan berkolaborasi dengan tim yang dipimpin oleh Danis.
Saat melihat Mala pamit pergi, Damar dan Danis pun mengganggukan kepala tanda mengiyakan.
"Lu, kenapa sih kayak nggak pernah liat perempuan? Lagak lu tuh!", Tanya Damar.
"Aku kayak pernah liat aja. Lagian aku nggak nyangka aja intern yang lu ambil perempuan. Kamu kan anaknya konservatif.", jawab Danis.
"Ya gimana, CV dia paling oke, lagian kerjanya juga bagus kok. Langsung tahu jobdesk-nya, nggak harus dikit-dikit didikte. Susah tahu jaman sekarang. Mana lagi hectic banget ini.", timpal Damar
"Eh, lanjut briefing tim, Nis. Udah jam segini. Let's go!", lanjut Damar sembari menepuk lengan Danis.
"Oh, oke.", jawab Danis singkat.
Rapat berjalan cukup panjang namun padat. Sebagai orang yang harus ke lapangan, koordinasi Damar-Danis tiada tanding. Duo maut, begitu anak-anak menjulukinya kalau kedua orang itu sudah terlibat di dalam satu proyek yang sama.
"Damar sama Danis emang kalau lagi mimpin rapat tiada tanding si. Kalah udah tuh bola disko bersinarnya.", celetuk Herry.
"Tuh, Mala yang cewek aja nggak sampek ngiler liat mereka berdua. Kenapa lu yang laki malah muka mesum gitu. Jangan-jangan udah basah aja tuh celana. Hahaha.", kelakar Pur sambil menutup mulutnya untuk menahan volume dari tawanya.
Herry kemudian menendang pantat teman tim-nya itu. Herry menendang pantat kiri dan Noval kebagian pantat kanannya.
Noval kemudian mendesis kepada Pur, "Lu tuh ya nggak dimari nggak di kantor sendiri, omongan kontrol dikit napa. Jaga harga diri lu yang cuma tinggal remah-remah makanan kucing itu, sih!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Say NO
Historia Corta"Bukannya dia anak bangsawan ningrat yang membenci kaum urban macam aku gini. Cewek urakan ke mana-mana sama laki beda-beda. Terserah sih, kalau aku mah se-bodo amat." -Mala, pemagang kelas teri yang memaksakan diri mengikuti arus ala anak milenial...