Unboxing

9 1 0
                                    

Tiga pemuda itu sudah menanggalkan seragam sekolahnya -menyisakan kaos hitam yang kebetulan sama, tubuhnya sudah basah kuyup persis seperti baru saja menerjang badai.

Regas berdiri dengan tidak rapi, salah satu kakinya menggaruk kakinya yang lain. Selain karna gatal dia juga sudah tidak tahan, rasanya urat-urat pada kakinya sudah melepaskan diri masing-masing

Sedang dua pemuda lainnya, yang tidak lain adalah Arjun dan Ronal tidak jauh beda bergerak tidak menentu.

Lama-lama risih juga dengan pakaian basahnya.

"pak! kira-kira kita sampai kapan nih berdiri di sini?" mulut Regas mulai bersuara akibat ketidak tahannya.

Ditambah sebal dengan Pak Wawan selaku guru ke disiplinan yang dengan santainya duduk di bagian tepi lapangan, sementara dia harus panas-panasan di tengah lapangan.

Dengan membenarkan kaca matanya yang melorot sampai ujung hidungnya pak Wawan melangkah, tepat saat berada di depan ketiga siswanya itu,  dia mengacungkan penggaris kearah mereka.

"sampai kalian kering. Biar sekalian kaya ikan asin" pak Wawan menunjuk satu-satu dengan penggarisnya

"kalian saya hukum menyiram tanaman, tapi kalian malah bikin green house nya banjir"

Dua jam yang lalu mereka terlambat sampai ke sekolah -ah bukan, lebih tepatnya telat masuk kelasnya. Kenapa?karna sebelumnya mereka terselamatkan dengan tangga yang ada di belakang sekolah. Dengan kata lain memanjat tembok, tapi sialnya setelah adegan yang mendebarkan dan cukup menguras adrenalin mereka -karna memang tembok belakang sekolah cukup bila katakan tinggi. Saat ingin menaiki tangga menuju kelasnya dengan tidak memberikan aba-aba penggaris ajaib pak Wawan mendarat dengan sempurna di punggung mereka.

Belum cukup dengan rasa sakit yang merayapi punggungnya, jantung mereka juga ikut di siksa karna terkejut. Sungguh demi apapun mereka sudah memastikan bahwa tidak ada guru yang melintas tapi entah bagaimana Pak Wawan dengan tiba-tiba sudah melotot dibelakang mereka.

Regas yakin pak Wawan memiliki ajian tertentu.

"kalian itu sudah terlambat,  dihukum bukannya jera malah tambah bikin masalah"

"kalian pikir ini sekolahan punya kakek moyang kalian?" kata pak Wawan penuh emosi, sampai melupakan sebuah kebenaran

"lah, emang punya kakek moyang saya ini" Ronal kelewat santai

Seketika tawa Arjun dan Regas meledak begitu saja.

Regas dengan posisi berjongkoknya sedang Arjun memegangi perutnya yang mulai keram

"Anjir pakek bawa-bawa kakek moyang lagi" Arjun yang masih tertawa

"Ya Allah bengek. Jun... Jun.. Pungutin pita suara gue noh sampe jatoh"

Sementara itu wajah pak Wawan terlihat memerah, untuk kali ini sudah dapat dipastikan bukan karena marah melainkan karna malu. Ya karna memang benar sekolah tempatnya mengajar saat ini memang berdiri di bawah naungan yayasan Dewanta, milik Dewanta Pabana yang tidak lain kakek dari Ronal Pabana laikynn, yang sekarang beridiri di depannya dengan cengar-cengir memyebalkan.

Tidak sampai disitu, kelak sudah dapat dipastikan yang akan mengambil alih yayasan tersebut adalah Ronal, karna hanya dia satu-satunya penerus dari marga Pabana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BALIKAN ? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang