"Yuta, dimana kau meletakkan remote?"
"Coba kau cari di sela-sela sofa, sepertinya terselip. Aku akan kebawah dulu mengambil pesanan kita."
Hari demi hari berlalu, kedua pria dalam satu flat itu semakin akrab. Memberikan kehangatan sendiri dalam ruang yang yang dulunya hanya berisi Sicheng seorang. Kini mereka tengah mengadakan acara menonton film ghibli, persis seperti permintaan Sicheng saat ia berkata pada Yuta bahwa ia tak ingin hadir dalam 'wisuda'nya, yang mana adalah sebuah kebohongan mutlak bagi pria berusia 23 tahun itu. Setelah ini mungkin ia harus mencari cara agar bisa membuat ijazah palsu atau apapun itu yang berbau wisuda guna melengkapi alibinya sebagai sarjana sastra mandarin.
Atau mungkin mengakui bahwa ia sebenarnya adalah seorang pengangguran, tapi itu sepertinya tidak akan membuat pemikiran Yuta lebih baik lagi. Mana ada pengangguran yang menyewa flat dengan harga yang lumayan tinggi selama ini? Belum lagi ia adalah yatim piatu dengan warisan seadanya. Yang jelas akan menggiring Yuta ke rasa penasaran dan mengulik latar belakang Sicheng lebih dalam lagi, dan itu adalah mimpi buruk baginya. Dirinya tidak siap—belum siap untuk mengatakan semuanya pada Yuta. rasanya seperti membongkar semua benteng yang sengaja ia bangun agar orang lain tak tahu siapa sebenarnya dirinya.
"Popcorn?"
"Ah ya. Tapi ini asin."
"Kau bilang tak masalah dengan rasa apapun? Aku pesankan dua-duanya asin, apa harus aku pesankan lagi?"
"Tidak perlu. Maksudku, ini terlalu asin."
"Ah, coba selingi dengan cola?"
Sicheng mengambil botol cola terdekat dan meminumnya, kemudian meletakkan kembali sambil berkata, "lebih baik."
Yuta mengangguk dan detik kemudian ia mengambil botol cola yang sama.
"Hei, itu punyaku!"
"Sebenarnya, ini punyaku. Punyamu belum kau sentuh sama sekali."
Yuta tersenyum jahil dan mulai minum colanya, melewatkan pemandangan Sicheng yang tercengang dengan informasi barusan.
"Jadi tadi itu—"
"Ya?"
"Lupakan."
Yuta yang tak tahu maksud Sicheng hanya mengangkat bahu dan kembali menonton film ghibli berjudul My Neighbor Totoro yang sempat mereka lewatkan beberapa saat. Kini adegan menunjukkan ketika Totoro mengajak Mei masuk kedalam catbus, kucing berbentuk bis atau bus berbentuk kucing—entahlah mereka juga tak pernah tahu nama sebenarnya sosok itu—dan mereka pergi bersama sama menggunakan kendaraan berbentuk kucing itu.
"Sicheng."
"Ya?"
"Hari minggu besok, kau ada acara?"
Baik Yuta ataupun Sicheng sama-sama tahu, bahwa sebenarnya diantara mereka berdua Sichenglah yang paling banyak menghabiskan waktu di flat ini. Ia hanya terkadang keluar untuk membeli perlengkapan dapur atau sekedar bertemu Amber, atau kadang ia berjalan-jalan sekitar beberapa jam mengelilingi taman kota—yang kadang digunakan sebagai alibi dia untuk bertemu dosen pembimbing—dibandingkan dengan Yuta yang bahkan setiap hari kerja selalu pulang larut, sedang banyak project yang harus ia kerjakan katanya.
"Tidak. Ada apa?"
"Maukah kau pergi bersamaku?"
Kencan. Ini pasti kencan. Oh tidak. Harusnya Sicheng tahu bahwa ada kemungkinan Yuta ingin mengajak kencan dengannya. Hal seperti ini kenapa bisa-bisanya luput dari perhitungan? Terlalu lama menganggur membuat otakmu bodoh, Sicheng.
"Well, aku tidak memaksa, Sicheng. Hanya saja, selama kita menjadi flatmate sepertinya kita tidak pernah pergi bersa—"
"Dimana?"
Sicheng buru-buru bertanya ketika Yuta mulai mengatakan kalimat barusan. Dalam sedetik kemudian mata Yuta sedikit memancarkan kebahagiaan dan menjawab pertanyaan Sicheng.
"Besok ada pameran seni kontemporer di gedung dekat kantorku. Tadinya aku akan kesana bersama teman kantorku hari ini tapi aku memutuskan untuk mengajakmu saja. Dan kebetulan juga aku sudah membeli tiketnya untuk dua orang, anggap saja aku sedang mentraktirmu. Bagaimana?"
"Daerah kantormu? Berarti masih sekitar sini, kan?"
"Ya. hanya 3 blok dari sini, kok."
"Ehm, baiklah. Kita bisa berangkat dari siang, aku rasa."
Senyum Yuta hampir mencapai telinga, "ide yang bagus. Mungkin kita bisa makan siang di luar?"
"U-uh, asal tidak terlalu jauh dari daerah sini, aku tak apa."
Sebenarnya Yuta ingin mengajak Sicheng ke restoran jepang tempatnya biasa makan siang bersama teman kantornya. Disana memiliki menu yang enak dan harga yang terjangkau. Namun letaknya memang lumayan jauh karena mereka harus bertemu client dan sekalian membicarakan tentang project mereka disana. Tapi dikarenakan Sicheng yang entah kenapa agaknya susah untuk diajak bepergian jauh, maka Yuta memutuskan untuk mencari tempat makan terdekat saja di sekitar sana nanti.
Yuta kadang ingin sekali menanyakan penyebab Sicheng lebih senang mengurung diri dan jarang atau bahkan tidak pernah bepergian jauh. Namun kembali lagi, ia hanya ingin menunggu waktu yang tepat untuk menanyakan semuanya. Setidaknya besok ia bisa mengajak Sicheng keluar dan menghabiskan waktu untuk bersenang-senang berdua bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The King Blunders | Yuwin [End]
FanfictionTentang Win Winnington-Sicheng, atlet muda cabang permainan catur yang tengah bersembunyi dalam bayang-bayang masa lalu, dan berbagi flat bersama Yuta, seorang ilustrator dari perusahaan swasta.