Minggu pagi Sicheng sudah disibukkan untuk memilah-milah baju yang tepat. Padahal masih ada beberapa menit untuk pergi bersama Yuta tapi dirinya sudah sangat gugup pasalnya ini adalah kencan pertama setelah sekian lama ia mengasingkan diri dari dunia luar. Jika dipikir-pikir kembali dirinya juga belum pernah merasakan kencan sebenarnya selama ini. Well, agendanya dulu adalah melakukan one night stand dengan beberapa pemain catur atau sekedar mabuk-mabukkan dengan orang disekitarnya waktu itu, jadi dirinya masih awam dengan melakukan hal seperti ini. Ia tidak mau membuat malu dirinya sendiri dengan menunjukkan pada Yuta bahwa ia belum pernah melakukan kencan sebelumnya. Maka dari itu ia harus menunjukkan yang terbaik hari ini.
Sicheng keluar dari kamarnya pukul sebelas kurang lima menit. Menggunakan pakaian kaos putih polos dengan dilapisi blazer kasual bewarna hitam dan celana jeans biru pucat. Rambutnya ia tata sederhana, karena ia tidak begitu tahu pameran yang akan ia datangi penuh dengan pengunjung bisnis atau hanya orang orang biasa. Seharusnya ia bertanya sebelumnya pada Yuta tapi sepertinya Sicheng lebih senang menerkanya sendiri.
"Sudah siap?"
Sicheng dikejutkan dengan suara di ruang tv. Yuta tengah berdiri dan mendekati dirinya sambil melepas headsetnya. Ia menggunakan pakaian serba hitam. Kemeja lengan panjang hitam dengan motif bewarna perak yang ia gulung hingga siku serta celana jeans hitam sobek di bagian kedua lutut. Rambut merah gelapnya kini semakin panjang dan beberapa bagiannya ia ikat kebelakang. Ia menggunakan beberapa aksesoris seperti gelang cincin dan piercingnya. Sicheng bersumpah ia mengumpat dengan keras di dalam benaknya.
"Kau benar-benar ingin mencari kerja?"
Yuta meledek dandanan Sicheng yang menurutnya kelewat formal untuk pergi bersamanya. Detik kemudian Sicheng mendengus kasar dan membuang muka.
"Aku tidak tahu genre dari pameran yang akan kita datangi. Jadi aku berjaga-jaga saja. Lagipula ini tidak terlalu formal, kok."
Sicheng membela dirinya walaupun ia dengan yakin merasakan telinganya memanas.
"Kau bisa meninggalkan blazernya, kalau begitu."
"Tidak mau, aku baru beli kemarin. Aku ingin memamerkannya padamu."
Yuta tertawa mendengar penuturan Sicheng, secara tak sengaja tangannya mencubit pipi lelaki berdarah oriental itu.
"Aduh, bayi besar ini ternyata lucu sekali, ya."
Kini rona merah itu merambat dengan cepat menuju seluruh wajahnya. Sicheng tak siap dengan bentuk sentuhan seperti ini, ia tak menyangka Yuta akan berani menyentuhnya seperti ini. Tapi jika dipikir ini hanyalah sentuhan biasa jika seseorang merasa gemas, hanya saja efek yang ditimbulkan kelewat hebat untuk Sicheng. Kemudian tangan Yuta beralih menggenggam tangan Sicheng yang sedikit dingin.
"Ayo, waktunya bersenang-senang."
Mereka benar-benar menikmati acara kencan- dari sisi Sicheng- saat itu. Momen dimana dua laki-laki yang dua bulan yang lalu adalah orang asing kini semakin dekat dan memberikan kehangatan dalam diri masing-masing. Mereka mengunjungi museum, berfoto bersama- Yuta agaknya sedikit malas karena Sicheng terlalu banyak memintanya untuk mengambil foto, dengan dalih ini adalah pertama kalinya ia mengunjungi museum, tapi diam-diam ia juga mengambil foto Sicheng di ponsel pribadinya- dan kini membeli es krim di kedai terdekat, sambil duduk di kursi luar kedai tersebut.
"Hari ini aku seperti mendapatkan lotre."
Yuta tersenyum mendengar penuturan Sicheng, "kau menyukai kencan ini?"
Sicheng mengangguk, "tentu sa-tunggu, kau menganggap ini sebagai kencan?"
"Tentu saja, sesuai dengan apa yang kau bayangkan."
"Aku tidak membayangkannya!"
Yuta tertawa sambil sedikit meringis saat Sicheng mulai memukuli pundak lelaki yang lebih tua itu. Rona merah kembali menyelimuti pipi bulat lelaki manis di sebelah Yuta.
"Setelah ini aku yang menyetir, ya? Aku akan menunjukkan restoran favoritku padamu."
"Bukannya kau bilang kau tidak bisa mengendarai mobil?"
"Aku tidak suka, bukan tidak bisa. Tapi aku akan mencobanya lagi setelah sekian lama. Tidak apa jika aku meminjam mobilmu?"
Sicheng seperti menimbang-nimbang pertanyaan Yuta, pada akhirnya ia memutuskan, "Baiklah. Tapi jika ada sedikit lecet di mobilku, motormu adalah taruhannya."
Mereka akhirnya sampai di restoran jepang favorit Yuta. Ya, Yuta mengganti rencana mereka makan di restoran terdekat dengan restoran yang menjadi pilihan pertamanya saat mereka memutuskan berkencan. Awalnya Sicheng sedikit was-was saat ia merasa jauh melewati perbatasan kota dan menemukan beberapa jalan asing, lalu dengan tenang Yuta menjawab bahwa ia takkan menyesal ketika sudah sampai disana, dikarenakan menu yang terdapat di restoran itu beberapa adalah makanan favorit Sicheng. Akhirnya Sicheng menyerah dan menyuruh Yuta melanjutkan perjalanannya. Saat pelayan memberikan menu dan Yuta sedang asik memilihkan beberapa hidangan pembuka, terdengar sebuah suara yang sebenarnya selama ini Sicheng hindari menyapanya.
"Win?"
Sicheng membeku, tubuhnya kaku saat 'nama panggung' itu kembali terdengar di telinganya.
"Win Winnington? Ya Tuhan, kaukah itu?"
Laki-laki itu akhirnya menatap lawan bicaranya dan menemukan pria dengan setelan jas dan wajah memuakkan itu tersenyum ke arahnya.
Si bajingan itu. August Wang. Seseorang yang membocorkan kehidupan pribadinya dan dijadikan sumber pencarian nafkah, seseorang yang meninggalkan sebelah kasurnya kosong usai bercinta, dan salah satu alasan yang membuat hidup Sicheng menjadi seterpuruk ini.
"Kau menghilang bagai ditelan bumi. Apa kau masih belum menerima kekalahan itu?"
Jantung Sicheng rasanya hampir berhenti ketika laki-laki brengsek itu mulai mengungkit masa lalu terpendamnya.
"Maaf, Tuan. Sepertinya anda salah mengenal orang."
Yuta mencoba untuk mengaitkan tangan Sicheng dan mengajaknya ke kursi kosong namun pergerakannya dicegah oleh August.
"Tentu saja aku tidak akan pernah salah orang. Wajah ini adalah wajah pemain catur muda namun gagal meraih penghargaan tertinggi dalam turnamen catur seluruh dunia. Wajah calon grandmaster yang selalu menginginkan kemenangan. Seseorang yang selalu bermain panas di ranjang dan seperti tak ada hari esok. Aku benarkan, Win?"
Sebuah pukulan secara cepat kini tepat mengenai wajah kiri lelaki bermarga Wang itu. Membuat kaget Yuta dan seluruh pengunjung restoran yang ada di tempat kejadian. Rasanya Sicheng sudah kelewat mendidih mendengarkan bajingan brengsek itu membuka lukanya tanpa rasa bersalah sedikitpun di depan publik. Ia hendak melanjutkan aksi menghantam pria Wang itu namun pergerakannya dikunci oleh Yuta sambil berkata tepat di depan Sicheng, "Hentikan, Sicheng! Kita pulang sekarang!"
-
"Sicheng, makan malam sudah siap. Sekali lagi, aku minta maaf atas kejadian tadi. Seharusnya aku tak mengajakmu kesana dan berujung seperti ini. Tapi, bukan berarti aku takkan meminta penjelasan darimu mengenai kejadian hari ini."
Yuta menatap pintu kamar Sicheng dengan penuh penyesalan. Ia benar-benar tak menyangka acaranya yang berawal sangat manis akan berakhir seperti ini. Seharusnya ia tidak mengabaikan ketakutan Sicheng. Walaupun kini mereka sudah dekat, tapi masih banyak sisi lain pria manis itu yang belum diketahui oleh Yuta. Usai membersihkan perkakas makannya-ia menyisakan porsi sisa untuk Sicheng-Yuta hampir saja menuju kamarnya saat terdengar suara pintu dibuka dari kamar lelaki manis itu. Sicheng keluar dengan mata sedikit bengkak dan suara sengau.
"Sicheng-"
"Yuta, aku-akan bicara. Tentang masa laluku."
KAMU SEDANG MEMBACA
When The King Blunders | Yuwin [End]
FanfictionTentang Win Winnington-Sicheng, atlet muda cabang permainan catur yang tengah bersembunyi dalam bayang-bayang masa lalu, dan berbagi flat bersama Yuta, seorang ilustrator dari perusahaan swasta.