"Yuta, kau mendengarkanku?"
"Ah, ya. Taruh saja di meja."
"Aku bertanya apa isi paket ini? Kenapa kau bilang taruh saja di meja?"
"Ah, maaf. Kau bisa membukanya sekarang."
Sicheng menatap bingung Yuta. Sudah beberapa hari ini Yuta terlihat linglung dan kurang konsentrasi dari sebelumnya. Terbukti beberapa kali Yuta sering salah bicara atau melakukan sesuatu berulang kali di depannya, apalagi saat tidak ada dirinya. Ia kemudian mencoba mengikuti perintah Yuta untuk membuka paket tersebut. Saat semua bungkusan terbuka ia sangat terkejut dengan isinya. Sebuah papan catur berukuran sedang berada di depannya saat ini. Sederhana, namun sangat cantik.
"Aku harap kau menyukainya, Sicheng."
Sicheng menatap Yuta lekat-lekat. Raut wajahnya tidak terbaca. Semenjak kejadian pahit itu, ia benar-benar meninggalkan semua hal-hal tentang catur di rumah orang tua tirinya, dan hingga detik ini ia tak pernah datang lagi ke rumah itu, paling hanya menyewa jasa seseorang untuk membersihkan rumahnya. Ia pikir dengan menghilangkan semua kenangan masa lalunya akan mempercepatnya untuk 'sembuh', namun kehadiran papan catur ini sepertinya membangkitkan sesuatu dalam diri Sicheng sejak lama.
"Yuta."
Sicheng mengecup Yuta, melemparkan senyum termanisnya pada laki-laki yang lebih tua itu.
"Terima kasih. Aku menyukainya. Tapi aku tak janji akan menggunakannya dalam waktu dekat."
"Tak apa. Kau bebas menggunakannya kapanpun, Sicheng. Itu sepenuhnya hakmu."
Semenjak itu, entah kenapa rasanya Sicheng merasa akhir-akhir ini Yuta lebih aktif untuk mengajaknya pergi ke tempat-tempat berbau catur atau sekedar mengenang masa-masa Sicheng bermain catur.
"Ah, kau menggambar ini? Ini–saat aku bermain bersama si kembar Thelwis di Paris."
"Aku menemukan beberapa fotomu di internet, lalu mencoba menggambar sketsanya secara kasar. Maaf kalau misal gambarnya tak sesuai ekspektasimu."
"Ya Tuhan, Yuta. Ini sempurna."
Yuta tersenyum senang, membuat Sicheng tak kuasa melengkungkan bibirnya juga. Mereka tertawa bersama.
"Kau bilang mereka kembar? Memangnya catur bisa satu lawan dua orang?"
"Ah, tidak. Saat semi final aku bertanding melawan kakaknya, dan saat final aku bersama adiknya. Mereka pemain yang hebat, hanya saja mereka terlalu lama mengambil keputusan, serta buru-buru untuk menghadapi raja, tanpa tahu bahwa pertahanan mereka lemah. Dalam dua pertandingan itu aku dua kali pula mendapatkan draw* dari mereka. Mereka benar-benar identik, bahkan dalam cara bermainnya."
"Well, sepertinya aku benar-benar harus tahu mengenai dunia catur ini. Terlihat sangat menarik."
Sicheng tersenyum sampai memperlihatkan susunan giginya yang rapi, "Ya, catur memang menarik."
"Kau rindu bermain lagi."
Itu bukan pertanyaan karena memang faktanya Sicheng ingin kembali ke masa-masa bahagia itu lagi. Saat ia bermain, memenangkan lawan, berjabat tangan untuk draw, atau kesal karena kalah. Semuanya masih tersimpan apik di dalam memorinya. Hanya saja waktu yang akan menjawab kapan ia akan mulai muncul keluar dari permukaan.
"Kau tahu apa yang lebih kurindukan daripada catur?"
Yuta mengangkat salah satu alisnya, meminta penjelasan lebih.
"Kau."
Sicheng tersenyum puas melihat Yuta yang sedikit salah tingkah. Tanpa memberi jeda waktu tangan lentik itu segera menggapai wajah yang lebih tua.
"Sudah lama semenjak saat itu, bukan?"
"Sicheng, Demi Tuhan. Ini baru dua minggu."
"Bagiku sudah lama."
Melihat Sicheng yang merajuk Yuta hanya bisa pasrah.
"Kau tahu, kau benar-benar kelewat bersemangat jika membahas ini. Apa selain gelar The Grandmaster, kau juga mencoba untuk mengambil gelar baru bernama One-Night-Standmaster?"
Sicheng tertawa riang, namun pegangannya makin erat bahkan satu tangannya berhasil masuk pada kaos Yuta dan mulai meraba perut lelaki itu yang penuh dengan otot kencang. Bibir mungil namun tebal itu kini telah berada beberapa senti saja dari telinga Yuta sambil mengeluarkan sederet bisikan.
"Hm, menarik. Tapi aku lebih suka dengan gelar 'at your service, Master.'"
*Draw: istilah hasil pertandingan seri dalam catur
KAMU SEDANG MEMBACA
When The King Blunders | Yuwin [End]
FanfictionTentang Win Winnington-Sicheng, atlet muda cabang permainan catur yang tengah bersembunyi dalam bayang-bayang masa lalu, dan berbagi flat bersama Yuta, seorang ilustrator dari perusahaan swasta.