Dua tahun kemudian...
"—dan saat Lubov mengajukan draw kau sama sekali tidak menggubrisnya! Maksudku, ini Lubov, yang bahkan tak pernah mengajukan draw pada siapapun lawannya, akhirnya menurunkan derajatnya dan meminta padamu, tapi tak kau kabulkan! Sungguh ini permainan yang sangat menarik!"
"Pelankan suaramu, Renjun. Kau bisa membuat seorang nenek tua mati mendadak."
"Maaf, sepertinya aku terlalu bersemangat. Tapi sungguh, kau benar-benar membuat catur menjadi sesuatu yang sangat menarik! Kau memang pantas mendapat gelar Grandmaster musim ini."
"Well, aku menyukainya, jadi mungkin itulah yang membuatnya terlihat menarik."
"Aku benar-benar beruntung pernah bertanding denganmu lewat aplikasi catur online itu, dan bertemu denganmu saat pertandingan tahun lalu. Kupikir pesan penyemangat yang kuberikan padamu waktu itu membuatmu untuk kembali ke dunia catur?"
Sicheng terkekeh dengan penuturan lugu Renjun, seseorang—well, apakah bisa ia sebut sebagai penggemar?—yang selalu hadir ketika ia mulai menampakkan diri di pertandingan catur dua tahun lalu. Seorang mahasiswa jurusan sastra mandarin—kali ini bukan sebuah kebohongan—yang merangkap sebagai mahasiswa matematika murni dan menggilai catur, sama sepertinya."Well, Renjun, sudah saatnya kau pulang. Sekarang sudah ada August yang menungguku dengan berbagai pertanyaan menyebalkannya."
"Kenapa kau harus bersama laki-laki itu, sih? Dia tak lebih dari tikus penggosip."
Sicheng tertawa keras mendengar celaan Renjun mengenai August, dalam hati mengamininya namun sebisa mungkin ia tetap menjaga image laki-laki yang memang pada dasarnya brengsek itu.
"Jika kau tahu bahwa dia juga salah satu yang membuatku kembali lagi ke dunia catur, apa kau masih menganggapnya tikus penggosip?"
Renjun mengangkat bahu tak acuh, dia sudah terlanjur kehilangan hormat pada laki-laki bermarga Wang itu.
"Seperti yang kau bilang, matahari sudah hampir tenggelam. Aku pulang dahulu, Sicheng."
Sicheng melambaikan tangan kepada Renjun sebelum akhirnya August menghampirinya.
"Bahkan bocah itu tak jauh beda dengan rayap kayu, berani-beraninya mengataiku seperti itu."
August datang dengan raut kesal usai mendengar Renjun mencelanya tadi. Sicheng menoleh ke arah August sambil menahan tawanya. Ia kemudian mengikuti August yang mengajaknya ke kafe terdekat. Sicheng berusaha mengingat-ingat sesuatu tentang kafe itu yang membuatnya terasa familiar.
Ah, ini kafe pertama kali dia dan Yuta bertemu.
Pikirannya tanpa aba-aba langsung mengulang memori lama, saat-saat ia bertemu dengan pemuda yang hingga kini entah dimana keberadaanya.
"Hei, kau baik-baik saja?"
"Menurutmu? Apa aku terlihat suka diwawancarai oleh seseorang yang telah mencampakkan sekaligus menghina diriku secara publik lewat sebuah majalah?"
August menutup mata dan menghembuskan nafasnya kesal, lelah dengan drama ini lagi.
"Demi Tuhan, Sicheng. Aku sudah meminta maaf, baik secara personal maupun secara publik. Bahkan aku sudah—aku telah mengerahkan apapun yang aku bisa demi membuatmu bisa kembali lagi ke dunia catur ini—jika kau lupa aku bahkan memberikan rolex kesayanganku padamu—dan juga boneka pink pantherku serta piyama pigletku—apa menurutmu itu belum cukup?"
"Well, sudah," jawab Sicheng sambil terkekeh riang.
"Jadi izinkan aku untuk menyita waktumu dengan berbagai pertanyaan—kali ini aku takkan membuatnya menjadi artikel sampah, akan aku buat sebaik mungkin— apa kau keberatan?'
KAMU SEDANG MEMBACA
When The King Blunders | Yuwin [End]
FanfictionTentang Win Winnington-Sicheng, atlet muda cabang permainan catur yang tengah bersembunyi dalam bayang-bayang masa lalu, dan berbagi flat bersama Yuta, seorang ilustrator dari perusahaan swasta.