1

1.5K 159 2
                                    

Pagi itu sama seperti pagi-pagi sebelumnya, Syla sudah terduduk di kursinya sambil menatap ke lapangan basket dari jendela sampingnya. Tak ada apa-apa disana, hanya beberapa siswa yang berlalu lalang dari parkiran menuju kelas. Namun ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari sana, entah kenapa.

Disisi lain, seorang gadis dengan ransel hitam dan jas sekolah yang menggantung di bahunya memasuki kelas dengan senyum cerahnya. Menyapa satu-persatu teman sekelasnya dan berakhir berdiri di depan meja pojok kiri depan.
"Yo wassap bro.. Pipinku tersayang, pinjem pr matematika peminatan dong." Matanya berkedip-kedip imut, menggoda teman laki-lakinya yang tampak tak tertarik sedikitpun.

Oke, si homo gak ngerespon.

Tanpa harus menoleh pun Syla tau, siapa pemilik suara ini. Cewek yang hobi membuat kegaduhan di kelas sekaligus teman sebangkunya sejak duduk di kelas 10.

"Lagi di pake Fira, ambil aja kalo berani." Balas cowok itu tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. Mohon maklum, ia tengah berada di tengah war.

Syla menoleh, kearah cewek berwajah malaikat yang kini memasang tampang melasnya ke arah Alvin. Tiba-tiba iris coklat itu bersitatap dengan miliknya, kemudian bibir merah mudanya mengembang. Alta dan otak dangkalnya benar-benar tak bisa di definisikan. Jadi apa yang sedang dipikirkan otak itu?

"Apa lu?" Tanya Syla sambil bergidik.

Alta segera menghampiri Syla yang tengah duduk di kursinya sambil menyangga dagu dengan tangan kanannya di atas meja.
Ya ampun, cantik banget jodoh orang.
Alta yang sesama cewek saja sering lupa gender saat berada di dekat Syla, yang cowok beneran apalagi?

"Pinjem atuh, Ce. Masa Cece tega sama dedek yang imut gemoy manis lucu ini." Cewek itu berdiri di depan meja Syla, lalu mensejajarkan wajahnya dengan wajah Syla.

"Gak. Kerjain sendiri." Jawab Syla singkat padat dan jelas.

"Ih, sisa 30 menit lagi ini, beb. Entar kalo tiba-tiba suruh ngumpulin sama Pak Didik gimana." Syla memutar bola matanya malas melihat Alta yang kini baru tampak panik. Padahal ia hanya membayangkan.

"Salah sendiri kenapa gak dikerjain dari semalem?"

Namun meski mencibir, Syla tetap mengeluarkan buku tulisnya dan menyodorkannya pada Alta. Faktanya ia memang selemah itu jika menyangkut cewek beriris dark brown ini.

Alta nyengir lalu menggaruk tengkuknya. "Kelupaan atuh, keasikan main genshin semalem tuh."

"Yaudah sana pinjem Pipin kesayanganmu aja." Syla kembali menarik bukunya, sebenarnya ia cuma ingin menggoda.

"Lagi dipinjem Fira. Masa kamu tega ngebiarin aku ngedusel di meja pojok sama Fira. Dia galak pula." Tunjuk Alta dengan jari kelingkingnya ke arah meja di sudut. Syla otomatis menoleh mengikuti arah itu, mendapati beberapa siswa serta ketua kelas mereka--Fira-- yang sedang mengerjakan tugas dengan tampang 'senggol bacok'.

'Hatchiu..' cewek itu menggosok-gosok hidung kecilnya.
"Woy, kok gue bersin? Ada yang lagi gibahin gue ya?" Teriaknya tiba-tiba.

Syla bergidik, lalu menggeleng kuat.
'Lah, emang debu masuk ke hidung kalo lagi digibahin doang?'

"Anjay sakti beneran cucunya dukun santet." Gumam Alta lirih.

Syla memijat pelipisnya pelan, lalu matanya menatap Alta yang tengah berakting memelas, menarik sudut-sudut bibirnya ke bawah, dan kerennya mata rubahnya mulai berkaca-kaca. Syla sampai tertegun sejenak sebelum akhirnya menarik nafas dalam. Pada akhirnya ia tak punya pilihan lain selain meminjamkan bukunya.

Friend And TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang