20

1.7K 149 29
                                    

Ketika itu musim kemarau membawa kecerahan di malam sunyi bulan oktober. Hawa panas yang berangsur-angsur mendingin membuat seseorang yang tengah duduk diatas ranjang kamarnya meletakkan remot AC yang sejak tadi ia mainkan. Ia merasa agak bodoh karena menginginkan angin malam daripada pendingin ruangan, pada akhirnya ia membuka jendela dan menatap keluar.

Gedung kosnya yang agak tinggi daripada rumah lainnya membuat ia leluasa menatap ubun-ubun rumah lain dan secara langsung dipameri titik-titik bintang di langit. Ia berharap bisa melihat Alpha Aquilae dengan mata telanjang.

Puluhan pesan masuk menginvasi ponselnya, memenuhi layar kunci yang menampilkan notifikasi pengingat. Tapi gadis itu tak berminat membalasnya. Moodnya sedang dalam mode tak ingin melakukan apapun, termasuk membalas pesan. Ia bahkan mengurungkan niatnya untuk melakukan panggilan rutin pada mamanya di rumah. Sebulan sekali ia berada dalam mode hemat daya seperti ini, tak nafsu melakukan apapun.

Tangannya menyentuh dan merapikan alat tulisnya diatas meja lalu menyusunnya dengan rapi, memuaskan gangguan obsesif-kompulsifnya, kemudian ketika ia merasa puas, ia berdecak dengan senyum tipis.

Tiba-tiba ponselnya diatas meja kembali berdering. Ia meliriknya malas awalnya, memaki orang tak tahu diri yang mengganggu proses me time nya.

Altair

"Ini udah sampe rumah." - just now

Gak jadi maki-maki, batinnya bahagia.

Moodnya berubah hampir 180 derajat. Tanpa pikir panjang ia menekan tombol vidcall di pojok kanan atas, tak perlu menunggu lama pun panggilan itu langsung terhubung. Rindunya bersambut, tatapan jenaka itu seolah jadi musim semi di hatinya yang tandus menyaingi padang gurun. Suaranya yang lembut menyapa gendang telinga Syla dan membawa kebahagiaan samar yang tak bisa dijelaskan.

"Kangen banget sama Alta cans imut gemoy ini, buk?" Goda seseorang dibalik ponsel yang baru saja merebahkan tubuhnya diatas kasur. Kameranya menyorot lubang hidung cewek itu. Syla terkekeh, wajah datarnya mendadak memerah dan penuh dengan emosi positif.


"Kamu lagi ngapain, Syl?"

"Lagi gabut, duduk depan cendela sambil liat bintang."

"Bintang yang mana tuh?"

"Bintang film." Syla berujar dengan asal.

Tapi matanya menatap pada bintang paling cerah di langit yang membuat bintang lain disekitarnya tampak redup. Tampaknya ia begitu dekat dengan bumi. Karena terlampau penasaran ia membuka skymap di ponselnya lalu mengarahkannya ke langit.

Panggilannya dengan Alta masih terhubung, cewek itu nampak tengah mengemasi sesuatu sebelum akhirnya merebahkan badannya ke ranjang. Syla sendiri sesekali melirik potongan kecil yang menampakkan wajah Alta di pojok ponselnya.

"Di sana yang paling cerah mungkin antares dari rasi bintang scorpius."

Lalu ketika membicarakan bintang, Alta akan mengingat namanya sendiri secara tak langsung.
"Altair dimana?"

"Di hati aku." Alta cuma tertawa, merasa panas di mukanya. Tapi kemudian Syla melanjutkan, "di belahan bumi yang lain, mungkin lagi caper, mentang-mentang jadi bintang paling cerah di rasi aquilae."

Akta merengut, "Kamu tau darimana dia lagi caper?"

"Nebak."

"Suujon mulu heran."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Friend And TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang