3

981 149 5
                                    

"Laper, yang..." Rengek Alta pada teman sebangkunya. Ia grasak-grusuk kesana kemari menduduki kursi-kursi kosong dan ngobrol dengan temannya yang lain sebelum akhirnya kembali dan mengeluh pada Syla.

"Makan sana." Syla menjawab datar. Sedatar dada Alta yang tak bertumbuh kembang. Setidaknya itu satu-satunya hal yang cewek itu tak bisa bandingkan dengan miliknya. Sehingga tiap kali membicarakan itu ia akan mengatakan 'emang apa enaknya kelebihan lemak di dada?' dengan begitu ketus.

Alta menyangga kepalanya dengan tangan kiri, menatap Syla yang sibuk atau mungkin cuma sok sibuk disini. Alta menyeringai.
"Mau makan kamu."

"Kanibal"

"Aku kanibal aja kamu suka, gimana kalo aku vegetarian?"

"Makan rumput lah, namanya vegetarian."

Alta terkekeh geli, benar juga sih kata-kata Syla. Ia lalu menyenderkan kepalanya pada bahu cewek itu dan menggesek-gesekkan pelipisnya disana agar ia bisa mencium aroma parfum Syla yang menguar dari baju yang cewek itu kenakan.
"Kamu wangi." Ujarnya reflek.

Mendengarnya Syla tersipu malu, meski ia memilih menutupinya dan bersikap sangat biasa.
"Gak kayak kamu bau."

"Iya, aku bau wangi." Keduanya lalu tertawa kecil.

Saat ini jam belajar sendiri di kelas, sebab guru yang seharusnya mengajar di kelas mereka berhalangan hadir karena ada pertemuan mendesak. Pada akhirnya siswa dikelas cuma bermain-main. Beberapa diantaranya bermain game moba di pojok kelas, ada juga yang cuma bergibah tak jelas di meja depan, sedangkan lainnya tampak random. Alta sendiri memilih merecoki Syla yang sibuk merapikan catatannya agar tampak estetik.

Kalau Alta sih tak mau repot-repot. Tulisannya terbaca saja keajaiban.

Seseorang mengambil tempat duduk di depan meja Syla dan Alta. Itu Lea yang menatap keduanya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Beberapa saat mereka bertiga cuma diam, Syla sendiri memilih melanjutkan merapikan catatannya dengan lettering, sedangkan Alta menatap Lea yang mulai menyamankan duduknya dan mulai membuka suara.

"Gue putus." Ujarnya sambil menatap kuku-kuku jemarinya diatas meja. Membuat Syla yang sebelumnya fokus pada buku tulisnya kini duduk tegak dengan memberikan atensinya secara penuh pada Lea.

"Sebuah keputusan yang bijak kawan." Balas Alta sambil mengangkat kepalanya dari bahu Syla.

"Terus dia malah ngajak balikan. Tapi rasanya gue pengen berhenti, bukan karena gue udah gak sayang dia... Tapi gue mau lebih mencintai diri sendiri dulu." Ia menatap Alta dan Syla dengan senyum kecil. "Gue minta maaf soal sikap buruk gue hari itu. Gue sendiri lagi sulit buat ngontrol, jadi... Sekali lagi sorry banget buat hari itu."

Alta tersenyum kecil. "No problem, Sis."

"Maaf juga kalo waktu itu gue ngomongnya keterlaluan." Syla membuka suara. Mendengarnya Lea terkekeh kecil.

"Enggak, kalian emang cuma ngasih saran dan gue nerima dengan cara yang paling buruk. Dari sini gue sadar guys, bucin itu bahaya banget buat gue yang lemah." Cewek itu tertawa kecil, mengingat hari-hari beratnya yang begitu membagongkan. Itu semua cuma ilusi yang dibuat otaknya sendiri.

Seandainya ia memutuskan kekasihnya dan mulai mencintai dirinya sendiri sejak awal, mungkin itu semua tak akan pernah terjadi.

"Bagus deh kalo lo sadar. Lain kali kalo sayang sama orang sekadarnya aja." Ujar Alta.

Ia belum sempat menutup mulut ketika perdebatan antar teman sekelasnya hampir pecah menjadi perkelahian. Beberapa siswa yang berada disana cuma menonton dalam diam, menikmati perdebatan yang mereka sendiri tak tahu penyebabnya apa.

Friend And TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang