Delapan Belas

694 109 22
                                    

TO Charis

Kata Gita, sudah saatnya aku melepas kamu. Kenangan kita yang nggak seberapa. Dan hidup menjadi Wanda yang baru. Tapi bayang kamu begitu jelas. Hampir tidak bisa aku hapus. Terlalu nyata.

Aku harus mencoa melupakanmu. Paling tidak ini terjadi bertahun-tahun yang lalu. Sejak kamu memutuskan bahwa kita harus berhenti saling mengharapkan. Seharusnya, aku sudah tidak berharap ketika kamu hilang begitu saja.

Tapi segalanya terjadi tanpa kendali. Seakan aku hidup untuk kesedihan demi kesedihan yang saat ini aku rasakan. Tinggal sendirian. Memastikan adik-adik mendapatkan hak belajar mereka. Dan memastikan aku bisa lulus dari sekolah. Agar aku bisa mengejarmu.

Lucu, sekarang sudah hampir satu tahun berlalu setelah kepergian kamu. Lalu aku masih berusaha mengejar kamu. Aku masih berusaha untuk menyamai kamu. Keinginan aku mengejar kamu lebih besar dibandingkan mengejar cita-cita. Lucu ya. Porsi kamu di hidupku bukannya mengecil justru membersar.

Aku akan berusaha masuk ke dalam kampus yang sekarang jadi tempat kamu belajar. Aku ingin pergi mengejar kamu yang sudah terbang jauh.

Kadang Sita juga tanya, kenapa aku sampai kejar kamu segininya. Aku juga mikir, kita nggak pernah apa-apa. Cuma sesekali jalan bareng. Terus, ya bertukar pesan. Dan setelah itu nggak ada lagi.

Tapi justru itu bukan yang mengganggu? Kita yang saling sapa. Kita yang saling bertukar perhatian. Kita yang seolah tidak pernah ingin waktu ini habis begitu saja. Kita yang tidak pernah ingin mengakhiri waktu temu. Kita nggak mungkin nggak ada apa-apa.

Aku selalu percaya diri. Selalu merasa aku bisa menanganggap bahwa mungkin kita masih diberi kesempatan untuk bertemu sehingga aku bisa bertanya. Dulu, saat kamu ada di sekitarku. Aku tidak sendirian kan saat itu? Kamu juga merasakannya kan?

Itu saja, aku ingin mendengar jawabannya dari kamu. Jadi, aku harap kita bertemu lagi. Paling tidak aku bisa tahu, dan bisa merasa tenang. Bahwa Charis yang aku kenal adalah laki-laki baik yang tidak memberikan aku harapan palsu. Terlepas apa yang terjadi sampai sekarang.

Segalanya berjalan dengan sukar. Aku harus banyak menyesuaikan diri. Memahami bahwa mungkin inilah garis hidupku. Aku kangen kamu. Tapi sejak Mama dan Bapak memilih berpisah, pekerjaanku naik dua kali lipat. Aku harus mengerjakan tugas sekolah. Aku harus mengurus adik-adikkua.

Saat ini kami tinggal di rumah nenek. Jaraknya sangat jauh dari sekolah. Jadi aku harus bangun pagi-pagi sekali. Kemudian kembali dengan keadaan lelah dalam waktu petang. Aku hampir tidak lagi menceritakan apa yang terjadi belakangan ini.

Entah harus bersyukur atau tidak, aku merasa lebih tenang ketika tidak memikirkan kamu. Lalu di saat tenang seperti ini, kenanganku berputar. Bahwa mungkin, aku punya salah sehingga kamu memilih pergi.

Nanti, ketika kta bertemu, pertanyaan ini mungkin akan muncul. Jadi aku harap kamu bisa menyiapkan jawabannya. Jawaban sebagaimana Charis yang aku tahu. Jawaban yang akan selalu membuatku merasa puas.

Rindu ini tidak ada batas. Jadi aku memilih untuk terus merindukanmu.

.

Tidak hanya Reza dan Giselle. Rossa juga menunggu jawaban Charis. Kenapa lelaki itu pergi tanpa meninggalkan kalimat atau kejeleasan terhadap Wanda. Karena hanya Charis yang tahu. Charis yang menyimpan semua fakta di balik perpisahan mereka yang berjalan sepihak.

Bagi Charis, segalanya sudah semestinya berakhir. Seperti besi yang patah dimakan waktu akibat karat. Kenangan, masalah dan hubungan yang pernah terjadi juga harus berakhir. Dia meninggalkan Wanda dengan begitu banyak rasa berat. Sehingga seharusnya, Wanda sudah lelah. Dan melupakannya.

To Charis [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang